Panas-panasan Menjelajahi Palembang

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Panas-panasan Menjelajahi Palembang

Darwance Law - detikTravel
Senin, 09 Feb 2015 18:45 WIB
loading...
Darwance Law
Beretemu rumah Limas di Palembang.
Saat berada di Jembatan Ampera
Benteng Kuto Besak, ikon lain Palembang selain jembatan Ampera
Ini dia Pindang Ikan Patin khas Palembang
Monpera yang berseberangan dengan Masjid Agung.
Panas-panasan Menjelajahi Palembang
Panas-panasan Menjelajahi Palembang
Panas-panasan Menjelajahi Palembang
Panas-panasan Menjelajahi Palembang
Panas-panasan Menjelajahi Palembang
Jakarta - Palembang punya wisata lengkap, dengan Jembatan Ampera sebagai ikon wisatanya. Yang harus traveler ingat, kota ini sangat panas sehingga harus menyiapkan fisik dan stamina fit untuk menjelajahinya. Yuk, jelajahi Palembang!Kota Palembang di Sumatera Selatan memang identik dengan kuliner empek-empek. Namun bagi sebagian orang, Palembang merupakan kota yang dapat menimbulkan rasa nostalgia. Menikmati Jembatan Ampera saat malam, mengundang kenangan lama.Palembang bagi saya bukanlah nama yang asing. Bagi kami orang Bangka dan bagi saudara-saudara kami yang ada di Belitung, Palembang adalah saudara tua. Ya, Palembang adalah ibukota provinsi kala itu, sebelum Pulau Bangka dan Pulau Belitung menjadi provinsi sendiri di kemudian hari.Otomatis, hubungan administrasi kami kala itu berpindah dari Palembang ke Pangkalpinang di Pulau Bangka, sebagai ibukota provinsi baru. Sekalipun demikian, hubungan kami dengan Palembang tetap berjalan seperti biasa.Akhir bulan Oktober 2014 yang lalu, saya bertandang ke Palembang. Sekalipun dulu kami pernah berada dalam satu provinsi, namun ini adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di Palembang, sekaligus menginjakkan kaki di Pulau Sumatera.Selamat datang di Andalas! Itulah sebaris kalimat yang seolah menyambut kedatangan saya di Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II menjelang malam. Kebetulan, saat itu memutuskan untuk singgah dulu di Palembang.Saya datang ke Palembang hanya untuk mengurus proses pengiriman sepeda motor saya. Sialnya, saat hendak membawa pulang sepeda motor saya kirim dari Bangka ke Yogyakarta, pihak pos mengatakan bahwa pengiriman ke Bangka dan ke Belitung tidak bisa lagi.Saya memutar otak mencari solusi. Dijual sayang, dibawa lagi tak ada jalan pulang. Akhirnya, saya memutuskan untuk mengirimkan sepeda motor itu ke Palembang, kota paling dekat dengan Pulau Bangka.Dari Palembang, selanjutnya saya bisa mengirimkan lagi motor saya itu ke Pulau Bangka. Saya yakin, dari Palembang ke Bangka banyak jasa pengiriman sepeda motor, sebab ada beberapa kapal yang melayani rute Palembang ke Bangka.Setelah urusan utama saya selesai, sayang rasanya bila tak sekalian menikmati pesona kota Palembang, kota yang dulu hampir setiap sore saya lihat wajahnya di TVRI stasiun Palembang di rumah.Niatnya, hari itu mau bertemu dengan Ibu Jeanne D.N. Manik, dosen saya yang secara kebetulan pulang ke Palembang dari tempat kuliahnya di Malang. Sayang, sang ayah dosen saya itu lagi sakit, sehingga beliau pun urung menunaikan janjinya untuk menemani saya jalan-jalan di Palembang.Oh ya, saat saya hendak ke tempat keponakan, saya bertemu dengan sebuah rumah Limas, rumah adat orang Palembang. Letaknya persis di sebuah hotel yang menjulang tinggi. Inilah pesona Palembang yang pertama kali saya rasakan pagi itu.Menjelang siang, saya memutuskan untuk sekadar menengok Jembatan Ampera. Setelah bertanya rute angkutan kota di Palembang, akhirnya saya naik angkutan kota jurusan Ampera dari Jalan Sudirman.Palembang sangat panas ternyata. Lebih panas dari tempat tinggal saya di Bangka sepertinya. Ibu saya yang beberapa minggu lalu pergi ke Palembang pun ternyata punya cerita yang sama, perihal temperatur di Palembang.Setelah membelah kemacetan di beberapa ruas jalan, melewati pasar dengan pedagang yang berseliweran sana sini, sampailah akhirnya saya di bawah Jembatan Ampera. Wah, ini ternyata jembatan yang dulu hanya bisa saya lihat di layar TVRI stasiun Palembang.Saya merasa seperti bernostalgia saat kami masih dalam satu provinsi yang sama, Sumatera Selatan! Saya mengira-ngira, jembatan itu pasti sangat megah pada zamannya. Adapun siang itu saya kurang mendapatkan kesan "wah" dari Jembatan Ampera.Apalagi, pemandangan di bawah jembatan Sungai Musi yang berwarna bak susu coklat, sampah yang lalu lalang, membuat saya sedikit agak kecewa. Selanjutnya, saya melanjutkabn berjalan kaki menelusuri tepian Sungai Musi, menuju Benteng Kuto Besak, ikon lain Palembang setelah Jembatan Ampera.Dari jauh, saya melihat gagahnya Jembatan Ampera yang seolah melangkah tegap di atas Sungai Musi yang menganga lebar. Orang-orang bilang, Jembatan Ampera tampak indah bila dilihat pada malam hari, karena ditaburi oleh lampu hias di sekujur tubuh jembatan.Ya, saya pun sering melihat foto-foto perihal Jembatan Ampera kala malam. Memang rupawan. Tapi, akan lebih baik lagi rasanya kalau jembatan yang penuh nilai sejarah ini pun di buat cantik sekalipun hanya siang hari.Panas kian menyengat siang itu. Saya sebetulnya ingin sekali ke Jakabaring, melihat-lihat salah satu komplek olahraga paling lengkap di negara ini. Namun, cuaca yang kian panas mebuat saya membatalkan rencana itu.Perut pun mulai berdering menyanyikan sejumlah lagu. Saya kembali berjalan kaki menelusuri tepian Sungai Musi, seraya pasang mata melihat-lihat ada makanan apa saja yang di jual oleh para pedagang. Hmmmh, empek-empek, pindang ikan air, dan begitulah seterusnya.Saya penyuka empek-empek sebetulnya, tapi siang itu saya lagi tak ada nafsu untuk melahap makanan yang dulu sering saya cari saat masih di Yogyakarta itu. Akhirnya, saya memutuskan untuk kembali ke tempat saya menginap, seraya memikirkan mau makan apa dan di mana.Pertengahan jalan saya singgah di Warung Candy, warung empek-empek paling terkenal di Palembang. Saya langsung memesan es cincau, sambil sesekali melahap nasi dengan pindang ikan patin yang rasanya mirip dengan Lempah Kuning di Bangka.Setelahnya, saya langsung jalan kaki ke sebuah mall paling terkenal di sana. Lucunya, saat saya bertanya dimana foodcourt di mall itu, seorang pegawai malah bertanya balik,"Foodcourt? Apa itu? Di sini tidak ada namanya foodcourt."Esoknya, saya berniat makan seafood. Sayang, warung seafood yang direkomendasikan sejumlah petualang kuliner di dunia maya itu ternyata tutup, atau memang sudah tutup sejak lama. Warung itu berada di seberang Sungai Musi. Saya lupa apa namanya.Setelah duduk di halte depan Monpera, seraya menengok Masjid Agung Palembang di depannya, akhirnya saya kembali naik angkutan kota yang melewati mall yang kemarin saya datangi. Niatnya mau beli buku, seraya cari tempat makan pula tentunya.Sayang, tempat makan yang hendak saya datangi antriannya panjang sekali. Ah, daripada nanti ketinggalan pesawat, akhirnya saya makan di gerai lain yang dulu waktu kuliah sering saya sambangi di Yogyakarta.Setelahnya saya langsung pesan taksi menuju bandara, singgah beli beberapa potong empek-empek dan otak-otak untuk dimakan di bandara, lalu langsung menuju bandara. Sialnya, sopir taksinya tidak profesional, padahal perusahaannya paling terkenal pelayanannya.Masak bawa mobilnya pelan sekali. Habis itu, dia sambil telepon-teleponan sama pacarnya. Aduhai. Ini pengalaman naik taksi tidak enak nomor dua minggu ini. Sampai jumpa lagi Palembang!
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads