Menjelajahi Pulau Jawa Naik Kereta, Seru!

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Menjelajahi Pulau Jawa Naik Kereta, Seru!

Yun Damayanti - detikTravel
Sabtu, 11 Okt 2014 15:42 WIB
loading...
Yun Damayanti
Di dalam gerbong Cirebon Express
Pemandangan di jalur Pantura dari atas kereta api.
Stasiun Cirebon
Pekalongan
Surabaya
Menjelajahi Pulau Jawa Naik Kereta, Seru!
Menjelajahi Pulau Jawa Naik Kereta, Seru!
Menjelajahi Pulau Jawa Naik Kereta, Seru!
Menjelajahi Pulau Jawa Naik Kereta, Seru!
Menjelajahi Pulau Jawa Naik Kereta, Seru!
Jakarta - Pembenahan fasilitas kereta api yang dilakukan PTKA membuat moda transportasi ini makin asyik digunakan para traveler. Berkeliling Pulau Jawa naik kereta api pun kini bisa jadi pengalaman traveling yang seru.Karena ada beberapa pertemuan di kota-kota di Pantura, saya pikir menggunakan jasa kereta api akan lebih efisien dalam melakukan perjalanan kali ini. Apalagi saat akan berangkat, berita-berita mengenai beroperasinya rel ganda kereta api di Pantura sedang hangat di media.Sudah sekitar dua tahun sejak saya terakhir kali naik kereta untuk melakukan perjalanan jauh. Cukup kaget juga saat menunggu kereta Cirebon Express di Stasiun Gambir di pagi hari itu. khususnya setelah bersesak-sesakan dalam kereta commuter line Jabodetabek.Dengan banyaknya tempat pilihan nongkrong di Gambir, saya bisa meregangkan badan yang pegal-pegal sambil menyeruput teh panas. Di sebelah saya duduk beberapa warga asing sedang minum kopi sambil membaca koran.Dari pengeras suara, petugas mengumumkan kereta yang datang dan yang akan berangkat dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Serius nih? dalam hati saya.Petugas di depan pintu masuk meminta tanda pengenal diri saya dan mencocokannya dengan tiket. Karena kereta Cirex masih agak lama, mereka meminta saya menunggu dulu di lantai 2 sampai ada pengumuman untuk naik ke lantai 3, peron.Perjalanan dua kereta ke Cirebon pada pukul 09.00 WIB pagi hari itu semuanya terlambat 45 menit. Surprise saya berlanjut. Cirex sekarang jauh berbeda ketika saya salah naik kereta zaman masih kuliah dulu.Di dalam gerbongnya lebih bersih, ada AC split, meskipun bangkunya tidak berubah. Lepas dari daerah Karawang, petani-petani sedang memanen dan petak-petak sawah kini berwarna coklat kehitaman.Sudah lama tidak melihat pemandangan khas pedesaan seperti itu. Sayangnya, banyak titik-titik pembuangan sampah di pinggir rel hingga masuk ke kota Cirebon.Saya sangat mengapresiasi perubahan dan pembenahan di stasiun-stasiun dalam kota di Jabodetabek. Tapi, ketika saya melewati lorong bawah tanah setelah turun dari kereta, tetap melewati rel untuk ke jalur kereta yang akan membawa saya ke tujuan berikutnya, hati ini terbakar cemburu. Kenapa manajemen penumpang seperti itu tidak pernah ada di stasiun-stasiun di Jabodetabek?Keesokan harinya saya meneruskan perjalanan ke Pekalongan. Pemandangan di luar jendela kereta hampir sama dengan di jalur Jakarta-Cirebon selama dua jam perjalanan tersebut. Ladang tebu menandakan ada pabrik gula di sekitar situ.Benar saja, menjelang Stasiun Pekalongan, ada sebuah pabrik gula yang telah berdiri sejak zaman Belanda dan masih beroperasi hingga sekarang. Di jendela kereta, pabrik itu tergambar pada sebuah bangunan tua yang tampak tak terurus dengan atap-atap seng yang baru saja dihantam angin ribut.Tidak ada yang istimewa di Stasiun Pekalongan. Di depannya ada hotel syariah, hotel melati, dan hotel bintang 3 berjaringan nasional.Dari stasiun ini juga lumayan dekat ke kampung-kampung batik seperti Kauman, ke Museum Batik, pusat penjualan batik Setono, tapi ke International Batik Center (IBC) berjarak 30 menit. Dari kota batik itu saya berlanjut ke Semarang.Wah, menjelang memasuki wilayah Semarang, rel kereta berada persis di bibir pantai Laut Jawa. Agak ngeri sih melihat jejak ancaman abrasi di dekat rel. Bagaimanapun, itu tetap menjadi pengalaman yang tak akan terlupakan dan mementahkan anggapan saya bahwa jalur kereta di pinggir pantai hanya ada di luar negeri.Setibanya di Stasiun Tawang, keroncong campur sari menyambut penumpang di Kota Semarang. Ini dia yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Naik kereta kelas ekonomi tidak lagi seperti yang digambarkan dalam novel 5 cm.Kondisi di dalam gerbong yang kini sudah berpendingin udara relatif bersih. Betul-betul tidak ada penumpang berdiri. Saya duduk sesuai nomor tempat duduk yang tertera di tiket, padahal saya naik dari Semarang.Anak-anak lumayan bisa bebas bergerak. Tidak perlu takut habis baterai telepon seluler karena di setiap tempat duduk bisa mengisi baterai sekarang. Begitulah gambaran umum kereta ekonomi Menoreh jurusan Jakarta Pasar Senen-Surabaya Pasar Turi.Stasiun Pasar Turi membuat saya garuk-garuk kepala. Stasiunnya bisa dikatakan jauh dari kesan tidak teratur. Taksi stasiun yang tergabung dalam koperasi membuka sebuah konter persis di pintu keluar kedatangan penumpang. Ini stasiun atau bandara ya?Maksud awalnya saya akan pulang dengan kereta yang langsung menuju Jakarta dari Surabaya. Pilihan saya adalah naik kereta malam agar bisa menyelesaikan semua urusan dalam satu hari.Pengalaman pertama naik kereta malam sedikit membuat saya senewen, sebab mendengar ketidakamanan perjalanan dengan kereta di malam hari. Saya jadi kurang memperhatikan rute perjalanannya, dan petugas ketika saya membeli tiket pun tidak menjelaskan rutenya.Saya baru sadar bahwa kereta Bima jurusan Surabaya Gubeng-Jakarta Gambir lewat jalur tengah-selatan setelah kereta berhenti di Stasiun Madiun sekitar pukul 22.00 WIB. Pantaslah seorang kawan berkata, kenapa saya tidak sekalian melakukan perjalanan keliling Pulau Jawa?Setiba di Stasiun Gambir lagi keesokan pagi, saya cari peta Javarail network. Selain Cirebon, Pekalongan, Semarang dan Surabaya yang menjadi kota-kota tujuan, secara tidak sengaja saya mampir juga di Mojokerto, Jombang, Madiun, Solo, Yogya, Purwokerto, Cirebon lagi dan kembali ke Jakarta. Wow, pengalaman yang menakjubkan dan di luar dugaan!
Hide Ads