Pasi Aron, Terbitnya Fajar Mempesona di Aceh
Selasa, 23 Des 2014 14:00 WIB
Khairil A. Kasim
Jakarta - Setelah 10 tahun bencana tsunami Aceh yang masih teringat dibenak kita, kini Aceh kembali menunjukan pesonanya. Salah satunya adalah Pasi Aron, sebuah pantai dengan sunrise yang begitu indah.Pagi ini seperti biasanya, langit tetap saja menguning di ufuk timur, udara dingin berhembus merasuki setiap lekuk muka bumi. Namun kali ini berbeda, pasalnya saat ini saya sedang berada di sebuah daerah yang sebelumnya tidak pernah saya jejaki sama sekali. Tempat itu adalah Ulim, tepatnya di Gampong Siblah Coh, Kab. Pidie Jaya. Saya dan enam anggota lainnya menetap disini selama 30 hari bersama wajah, kuliner dan tutur kata baru, yang sama sekali tak kukenal sebelumnya.Kedatangan saya ketempat ini bukan tanpa alasan, melainkan untuk mengabdikan diri kepada masyarakat. Kegiatan itu adalah Kuliah Kerja Nyata (KKN), ini merupakan sebuah tugas yang diwajibkan kepada setiap mahasiswa. Dimana mereka akan ditempatkan kesatu daerah yang bisa jadi sangat berbeda budaya, bahasa, geografis dan kebiasaan penduduknya.Setelah lebih dari sepuluh hari berinteraksi dengan masyarakat, hari-hari selanjutnya kami tak lagi merasa canggung disini. Tak seperti pada awal kedatangan kesini yang sempat merasakan culture shock.Setelah beberapa hari terlewati, kami pun telah berbaur dan menjadi bagian dari masyarakat setempat meski hanya sementara waktu. Jujur, banyak perbedaan terasa disini. Namun bukan keluh kesah itu yang ingin kuceritakan, melainkan sebuah pengalaman menarik yang sayang jika tidak diceritakan.Ini adalah pagi ke 12 yang saya lewati disini, tak ada yang istimewa. Alarm yang sengaja dipasang membangunkan saya pagi itu. Alarm yang saya buat adalah sebagai penanda untuk segera mengelurakan motor dari rumah Pak Keucik, maklum saat di Banda Aceh saya sering bangun telat.Namun seketika saya tergugah ingin menyaksikan fajar menyingsing di bumi yang dulunya dipanggil dengan nama Pedir ini. Selain hal itu beberapa hari sebelumnya rasa penasaran saya juga mencuat tentang keindahan sunrise di Selat Malaka, yang merupakan salah satu jalur lalu lintas laut tersibuk di dunia.Tanggal 15 Agustus 2014 langkah kaki ini tak terbendung lagi. Meski masih sunyi buta dan ditemani lengang bisu, saya dan Iskandar menyepakati untuk mengunjungi sebuah pantai yang tak jauh dari gampong. Iskandar yang merupakan warga Gampong Siblah Coh, sudah tau persis di mana pantai yang akan kami kunjungi.Lokasi yang kami tuju adalah Pantai Aron yang terletak di Kecamatan Jangka Buya, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Perjalanan diawali dengan menyusuri jalanan bekas rel kereta api di desa tempat saya tinggal, hingga sampai pada tambak-tambak warga yang berada di kecamatan tersebut. Setelah menempuh sekitar 20 menit perjalanan, akhirnya kami sampai ke pantai yang dimaksud.Warga sekitar menyebut pantai ini dengan nama 'Pasi Aron'. Pantai ini merupakan tempat para nelayan tradisional menambatkan perahunya, ini terlihat dari banyaknya perahu-perahu yang bersandar di bibir pantai. Selain perahu, dipantai yang sebagian besar ditumbuh pohon cemara ini juga berdiri bangunan-bangunan milik para nelayan.Lebih jauh menyusuri pantai ini, disebelah timurnya terdapat tanggul pemecah ombak yang membujur kearah matahari terbit. Kami sempat menyusurinya sambil menikmati pulot panggang yang sempat kami beli di pinggir jalan.Setelah sekian lama duduk di atas tanggul, kami berjalan menuju ke arah barat pantai ini. Sesampainya di ujung sebuah muara dapat dilihat disini, airnya mengalir deras dan ada sebuah pulau pasir di tengahnya. Dikarenakan suasana pagi yang tenang, menyusuri bibir Pantai Aron begitu menyenangkan. Hingga tidak terasa waktu sangat cepat berlalu dan matahari mulai meninggi melewati batas kepala.Kondisi pantainya memang sedikit kotor dan tidak terurus, hal itu tidak terlalu penting. Karena saya adalah manusia yang haus akan keindahan dan merasa senang bisa merasakan indahnya fajar ciptaan Tuhan di pantai negeri orang.Pasi Aron, Jangka Buya, fajar ini telah berbisik di daun telinga. Dia dengan gemulai membelai benang hati. Dalam jauh, bersama fajar menyingsing ku titip rindu pada rona langit.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!