Makan Sashimi di Pasar Ikan Terbesar Sedunia di Tokyo
Senin, 28 Okt 2013 10:43 WIB

Iskandar Kartasasmita
Jakarta - Apabila menyukai wisata kuliner Jepang seperti sashimi, datanglah ke Tsukiji Market di Tokyo. Anda dapat membeli sashimi segar di pasar ikan terbesar di dunia. Ingat, jangan keluarkan uang sebelum makanan Anda habis ya!Saya memang penggemar sashimi, setiap kali pergi makan ke restoran Jepang, menu wajib yang harus di pesan adalah salmon dan tuna sashimi. Saking ngefansnya sama makanan khas negerinya Sinchan itu, saya sering pergi ke Foodhall, Ranch Market ataupun Carrefour untuk mencari potongan salmon dan tuna serta meminta di iris-iris layaknya sashimi.Selain itu, soy (saus) dan wasabi pun saya stok baik di rumah maupun di kantor. Jadi, jika sewaktu-waktu saya mampir ke supermarket dan pulang dengan bungkusan sashimi, saya bisa langsung berpesta bersama si soy dan wasabi.Padahal sebelumnya saya sama sekali tidak suka sashimi, bahkan sukses memuntahkannya saat pertama kali makan bersama client kantor. Setelah kedua kali saya mulai suka sashimi. Dengan sukses 5 potong salmon sashimi hilang dalam piring di depan saya. Ternyata sashimi yang saya makan kali pertama itu kurang fresh.Pada kesempatan traveling ke Jepang awal Maret 2013 lalu, saya sudah nazar sejak dari Jakarta, bahwa saya harus makan sashimi di negara asalnya. Kesempatan itupun datang ketika saya berkunjung ke Tsukiji Market, pasar ikan terbesar di Tokyo. Maklum lah Jepang merupakan negara pengkonsumsi ikan terbanyak di dunia, terutama salmon. Jadi tidak heran mereka mempunyai pasar ikan terbesar 'Tsukiji'.Bagi yang terbiasa bangun pagi, sebaiknya datanglah ke Tsukiji Market sebelum pukul 06.00 pagi. Karena di antara jam ini lah terdapat ritual pemotongan ikan tuna 'raksasa' menjadi siap dikemas. Namun sayangnya saya melewatkan kesempatan itu, karena kurang lebih pukul 10.00 siang saya baru tiba di Tsukiji.Demi menghilangkan rasa penasaran, saya mencoba berkeliling ke dalam pasar dan berharap masih dapat melihat jenis-jenis ikan yang di jual. Tapi, sudah tidak ada lagi aktivitas di pasar itu, semua toko sudah tutup dan kalaupun ada yang masih buka, itupun sedang bersih-bersih membereskan box-box ikan yang sudah dikemas rapi. Siap didistribusikan ke seluruh Tokyo dan kota-kota lainnya di Jepang.Saya bergegas keluar pasar dan mencari kedai makan yang menjual sashimi. Persis di sebuah gang di seberang jalan di depan Tsukiji Market, terdapat banyak sekali spanduk gambar-gambar makanan. Naluri saya pun membisik, inilah tempat nya."Maaf mas, jika Anda ingin memesan makanan di tempat kami, mohon mengantri di sebelah sana sambil menunjuk ke arah antrean di pinggir jalan," seorang anak muda Jepang yang merupakan salah satu pegawai kedai tiba-tiba memecah konsentrasi saya, yang sedang melihat-lihat gambar menu yang terpajang di depan kedai makan tempatnya bekerja.Yah, begitulah kira-kira terjemahan bahasa arwah yang baru saja dia ucapkan. Dengan bahasa kalbu, alias cuma melongo, saya nyelonong menuju antrean di pinggir jalan yang tadinya saya pikir itu adalah gerombolan tur yang sedang menunggu bus jemputan.Antrean kedai makanan ini begitu ramai, saking ramainya dibagi menjadi dua gelombang. Gelombang 1 mengantre di depan kedai dan gelombang 2 mengantre di pinggir jalan itu. Jadi setelah antrean di gelombang 1 berkurang, si anak muda tadi akan menghampiri antrean di gelombang ke 2 dan menghitung berapa orang yang bisa beranjak ke antrean gelombang 1.Wah, tertibnya mengalahkan antrian sodaqoh jariah calon anggota dewan, yang terkadang menginjak-injak satu sama lain. Saya semakin yakin kalau kedai ini memiliki rasa sashimi yang lezat meskipun tempatnya sempit hanya memuat kurang lebih 8-10 orang di dalamnya.Mau pesan apa? Yang ini atau yang itu, yang di sana atau yang di situ, yang ini harganya segini dan yang itu segini, jika memesan ini segini, dan sambil menunjuk gambar menu dan dalam keadaan saya masih berdiri dan mengantri. Hah, pesan makanan sambil antre? Tidak di dalam? Yah, begitulah.Saya tidak mengerti penjelasan si pegawai yang bertugas mencatat pesanan itu. Bahasa arwah yang dia gunakan sepertinya belum terkoneksi dengan baik dengan bahasa kalbu yang saya miliki, dan alhasil saya langsung memesan sang pujaan, Salmon dan Tuna.Harga sashimi salmon dan tuna yang masing-masing tiga potong itu terbilang cukup mahal yaitu JPY 1.800 (Rp 180.000). Makanan termahal yang saya beli selama beberapa hari di Tokyo. Rata-rata saya makan tidak lebih dari JPY 400-500 per sekali makan.Setelah menu dipesan, si pegawai tadi kemudian memberikan secarik kertas yang sudah ditulisi dengan menu pesanan. Dan setelah terdapat tempat duduk kosong, barulah dipersilakan masuk ke dalam kedai dan itu pun dua orang-dua orang. Setelah duduk, koki yang bertugas menyediakan pesanan langsung meminta kertas tersebut. Formasi tempat duduk seperti sedang minum di sebuah bar dan kokinya persis berhadapan di depan muka.Rasa salmon baik yang berwarna merah pucat dan merah menyala hampir tidak ada bedanya dengan yang biasa saya makan di tanah air. Namun tekstur tuna nya sangat lembut dan warnanya pun merah merekah merona. Nggak menyesal saya bayar JPY 1.800 untuk tuna selezat itu.Setelah 6 potong tuna musnah dari piring, saya kalap dan mulai bergerilya ke piring teman-teman. Saya menjarah 2-3 potong lagi. Dewi keberuntungan pun berpihak kepada saya, segenggam telur ikan salmon (ikura) yang dipesan salah seorang teman tidak berhasil dihabiskan karena sudah mual duluan. Alhasil lidah saya semakin berpesta dengan kenikmatannya.Dikarenakan di luar banyak yang antre, bagi yang sudah selesai makan dilarang ngobrol berlama-lama, dan teman saya diusir secara halus karena terus mengobrol sementara piringnya sudah kosong semua. Tinggallah saya sendirian dan masih anteng menikmati ikura satu demi satu dengan penuh gelora.Maksud hati ingin menyiapkan uang terlebih dahulu sambil menghabiskan sisa ikura yang tinggal 2-3 suapan lagi, si koki tiba-tiba dengan cekatan mengambil piring saya begitu melihat saya membuka dompet. Padahal lagi tanggung nikmatnya, dan sedang ngeces-ngecesnya.Saya hanya bisa melongo menatap ikura yang sudah saya lilit dengan rumput laut, serta ditaburi soy siap santap itu di buang ke tong sampah. Tega sekali!
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan