Haru Biru Menembus Imigrasi Thailand Menuju Laos
Kamis, 19 Sep 2013 14:49 WIB

Rakhmad Fadli
Jakarta - Negeri Gajah Putih Thailand dan Laos merupakan salah satu negara tujuan yang diminati traveler Indonesia. Namun, menembus imigrasinya adalah pengalaman tak terlupa.Bus tiba di Nongkhai, Thailand, sekitar pukul 4 pagi. Hari masih gelap. Suasana di terminal tampak sepi. Hanya terlihat beberapa penumpang saja yang sedang duduk menunggu di ruang tunggu dan beberapa pekerja di sekitar terminal.Saya menyempatkan diri untuk mandi di kamar mandi umum yang tersedia dengan membayar 5 Baht. Di dalam kamar mandi terdapat daun sejenis ilalang yang beraroma wangi, diikat dan ditaruh diatas tembok pembatas kamar mandi. Daun itu mungkin digunakan untuk ritual warga setempat pikir saya. Atau mungkin juga sebagai pewangi ruangan. Entahlah.Selesai mandi kemudian saya bersiap untuk menunaikan salat subuh. Sedikit bingung mencari tempat untuk menunaikan salat di terminal ini. Tidak jauh dari tempat saya berdiri tampak seorang pria paruh baya berwajah arab. Saya pun menghampiri pria tersebut. Ternyata Ia adalah seorang Muslim Pakistan yang tinggal di Laos. Ia dan keponakan laki-lakinya baru saja tiba dari Pakistan. Pria yang memiliki darah Laos dan Pakistan tersebut ternyata seorang pedagang yang memiliki toko kain di Laos tepatnya di kawasan Morning Market. Saya tanyakan arah kiblat kepadanya dan dia meminjamkan sajadahnya.Hari mulai sedikit terang. Beberapa agen tiket di sekitar terminal mulai buka. Tampak beberapa orang mengantre di salah satu loket tempat pengecekan paspor, termasuk pedagang Pakistan tersebut. Saya ragu untuk ikut antre bersama mereka karena belum memiliki visa untuk memasuki Laos. Beruntung pedagang Pakistan tersebut bisa berbahasa setempat dan saya dibantu olehnya untuk menanyakan perihal pembuatan visa.Saya disarankan untuk langsung menuju perbatasan Thailand β Laos tepatnya di Imigrasi Nongkhai dengan menggunakan tuk-tuk seharga 60 Baht. Saya pun berpisah dengan Pedagang Pakistan tersebut dan berencana untuk menemuinya kembali setelah berhasil memasuki Laos. Sepanjang perjalanan dari terminal bus Nongkhai menuju perbatasan, suhu udara terasa sangat dingin. Sinar pagi masih sedikit remang-remang. Jalanan tampak sepi dan belum terlihat aktivitas warga sekitar.Tuk-tuk yang mengantarkan saya ke perbatasan Thailand β Laos akhirnya tiba di kantor Imigrasi Nongkhai, Thailand. Perjalanan dari terminal bus Nongkhai menuju perbatasan ini menghabiskan waktu sekitar 10 menit. Setelah mendapatkan cap imigrasi dari petugas imigrasi, kemudian saya diharuskan untuk menaiki bus perbatasan yang melintasi Sungai Mekong melalui jembatan persahabatan Thailand β Laos dengan tarif 20 Baht. Lama perjalanan melintasi perbatasan Thailand β Laos hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit.Tak lama kemudian bus tiba di imigrasi Laos, tepatnya di Kota Vientiane. Saya bersama penumpang lainnya yang kebanyakan turis berambut pirang langsung menuju loket tempat pengambilan formulir imigrasi. Menurut informasi yang saya dapatkan dari internet, untuk memasuki Laos harus menggunakan visa. Biaya untuk pembuatan visa adalah sekitar US$30.Saya mulai mengantre bersama beberapa backpacker lainnya untuk mendapatkan visa Laos. Tiba-tiba disaat saya sedang mengantre, datang seseorang yang merupakan penduduk setempat menghampiri dan menanyakan asal negara saya. Begitu ia tahu bahwa saya dari Indonesia, kemudian ia menyarankan untuk langsung menuju loket tempat pengecekan paspor.Begitu sampai di loket, saya memberikan paspor dan formulir imigrasi yang telah saya isi kepada petugas imigrasi. Paspor saya diperhatikan dengan teliti oleh petugas tersebut. Dengan harap cemas, tak lama kemudian stempel imigrasi Laos mendarat di paspor. Alhamdulillah! Ternyata bebas visa. Uang 30 dollar yang sudah saya persiapkan untuk visa saya kantongi kembali.Suasana di imigrasi Vientiane ini sangat bersih dan terawat. Terdapat beberapa angkutan umum yang sedang menanti penumpang di depan imigrasi. Saya pun mendatangi salah satu tuk-tuk dan menanyakan jumlah ongkos ke terminal bus. Akhirnya disepakati ongkos tuk-tuk sebesar 100 Baht.Bersama dengan beberapa penumpang lain, akhirnya tuk-tuk mulai meninggalkan imigrasi Laos. Jalanan di Kota Vientiane penuh dengan debu jalanan. Tak lama kemudian tuk-tuk tiba di terminal bus. Lama perjalanan ini adalah sekitar 20 menit.Saya memasuki terminal bus, dan bertanya kepada seseorang tentang bus tujuan Hanoi, Vietnam. Orang tersebut mengatakan bahwa bus tujuan Hanoi terdapat di terminal bus lain. Sedikit kecewa, Kemudian saya tanyakan kepada orang yang sama dimana keberadaan Morning Market. Ia menjawab letak Morning Market tepat di seberang terminal bus ini. Dekat sekali ternyata.Akhirnya saya pun menuju Morning Market untuk bertemu dengan pedagang Pakistan yang saya temui saat di terminal bus Nongkhai. Saya mulai bertanya kepada orang-orang yang ada di sekitar Morning Market. Wajah Pedagang Pakistan yang memiliki ciri khas arab memudahkan saya untuk menjelaskan ciri-cirinya kepada setiap orang yang saya tanyakan.Tak lama kemudian, toko kain milik pedagang Pakistan itu pun saya temui. Terlihat seorang wanita paruh baya di dalam toko tersebut. Setelah bertanya-tanya akhirnya saya mengetahui, ternyata wanita tersebut adalah istri sang pedagang Pakistan yang masih berada dalam perjalanan.Saya bersyukur bisa bertemu pedagang Pakistan tersebut di hari Jumat. Memudahkan saya untuk mendapatkan informasi masjid di kota Vientiane sehingga bisa menunaikan salat Jumat siang nanti dengan mudah. Istri pedagang Pakistan tersebut tiba-tiba berkata bahwa suaminya mengajak saya untuk salat Jumat bersamanya. Saya disarankan untuk menunggu di Morning Market satu jam sebelum salat Jumat. Benar-benar Jumat yang penuh berkah.
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan