Kearifan Lokal di Pasaran Pon Kalender Jawa

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Kearifan Lokal di Pasaran Pon Kalender Jawa

Pitut Saputra - detikTravel
Kamis, 07 Agu 2025 09:45 WIB
loading...
Pitut Saputra
1. Kearifan lokal di pasaran pon
2. Workshop kerajinan tempa besi
3. Proses kerajinan pisau dan arit
4. Aneka jenis pisau tertata sederhana di lapak Pak Bagong
5. Para pelanggan melihat langsung proses pengerjaan
Kearifan Lokal di Pasaran Pon Kalender Jawa
Kearifan Lokal di Pasaran Pon Kalender Jawa
Kearifan Lokal di Pasaran Pon Kalender Jawa
Kearifan Lokal di Pasaran Pon Kalender Jawa
Kearifan Lokal di Pasaran Pon Kalender Jawa
Klaten -

Setiap pekan ketika kalender Jawa menandai hari Pasaran Pon, tradisi pasar dadakan di Cokro Daleman, Tulung, kembali hidup. Warga menata gerobak, tikar plastik, dan meja kayu di pinggir jalan, menciptakan panggung ekonomi rakyat yang meriah.

Gerak langkah pedagang, derap kaki pembeli, dan deru tawar-menawar menyatu dalam harmoni sederhana yang memancarkan kearifan lokal. Sejak fajar, aroma kuliner tradisional yang hangat menggoda indera. Papan kayu penjual barang bekas berdampingan dengan tumpukan alat pertanian, membentuk palet warna serta tekstur yang kaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Obrolan ringan, tawa canda, dan rasa ingin tahu pengunjung memecah keheningan pasar tradisional, menuntun langkah ke penjaja oleh‐oleh lokal dan kerajinan tangan. Tak jauh dari sudut pasar, lapak sederhana milik Pak Bagong selalu berhasil mencuri pandangan.

ADVERTISEMENT

Tungku arang menyala, palu tempa beradu, dan cipratan api menari bak pertunjukan kecil. Lebih dari tiga dekade, Pak Bagong setia meneruskan tradisi menempa logam dari kakek dan saudaranya, menjadi penempa di sentra pandai besi Koripan, Delanggu, sebagai denyut nadi budaya lokal.

Besi tua pilihan dipanaskan dalam tungku hingga merah bercahaya sebelum ditempa palu demi palu di atas landasan besi. Setiap hantaman palu merapikan permukaan logam, meluruhkan ketebalan hingga memperoleh bentuk arit, pisau cekung, atau pisau dapur.

Setelah penempaan, bilah didinginkan secara bertahap dan diasah dengan batu tradisional hingga tajam. Tahap akhir, gagang kayu jati atau mahoni yang telah dipahat sesuai lekuk genggaman dipasangkan, menambah nilai ergonomi dan estetika.

Dari jenis arit tipis berujung runcing untuk menebas alang-alang atau tebu, pisau cekung kecil untuk mengupas umbi, buah, dan sayur, golok miniatur berhias ukiran sebagai koleksi seni dan banyak lagi tertata rapi di bengkel. Harga bergantung pada ukuran, jenis bilah, dan detail ukiran.

Setiap bilah disertai cerita tentang pembuatannya, menjadikannya warisan hidup yang dapat diceritakan turun-temurun. Usaha tempa Pak Bagong menyerap satu pekerja tetap dan memperkuat perekonomian rumah tangga di Koripan Delanggu. Uang hasil penjualan arit dan pisau kembali berputar di warung makan, toko kelontong, hingga ladang petani setempat.

Pesanan khusus mengalir, arit, pisau, dan bendo berhias ukiran, bahkan koleksi miniatur golok hias, menjaga sentra pandai besi tetap berdenyut. Heru Budi Santosa, Kepala Desa Tjokro, yang kebetulan juga menservice pisau bendo miliknya memuji keberadaan lapak tempa tersebut sebagai wujud pelestarian budaya lokal.

"Arit, pisau, dan bendo buatan tangan ini bukan sekadar alat, melainkan simpul antara pembuat, pengguna, dan sejarah Koripan Delanggu," ujarnya.

Ia menekankan integrasi kerajinan tradisional dengan pariwisata desa sebagai peluang membuka lapangan kerja baru dan memperkuat identitas regional. Ipunk, seorang pemandu wisata lokal, #ngantilalicaraneturu Tour Guide Community nampak terpesona oleh kesederhanaan proses tempa. Ia sedang berencana memesan arit cekung untuk berjaga saat gotong royong kampung dan merasakan kehangatan sapuan palu yang menyatu dengan alam desa.

Heru, menambahkan bahwa arit tempa tangan lebih awet dan nyaman menggantikan alat pabrikan. Pengalaman mereka menegaskan nilai fungsional dan emosional di balik setiap bilah.

Heru juga menyoroti perlunya pelatihan generasi muda, festival kerajinan, hingga promosi digital serta digital storytelling di media sosial guna mendokumentasikan kisah empu besi dan kearifan lokal desa yang bisa mengundang minat wisatawan baru, serta memperkuat identitas regional Bagi yang melintas dari arah Cokro menuju Taman Banyu Gemblindhing atau Umbul Ponggok, singgahlah di lapak Pak Bagong di pinggir Jalan Ngentak, Karanglo.

Nikmati wedang jahe hangat di angkringan Sardot sambil menonton lenturan palu dan cipratan bara api. Anda dapat mengajukan desain bilah, memesan ukiran, atau sekadar berbincang ringan dengan empu besi, merasakan denyut nadi budaya dan kearifan lokal yang kian langka.

Di balik setiap alat pertanian modern, tersimpan kisah sederhana tentang bara api yang menari dan palu yang beradu. Dukungan pembelian, rekomendasi di media sosial, dan partisipasi dalam agenda desa menjadi bagian dari pelestarian kearifan lokal.

Semoga bunyi palu tempa Pak Bagong terus berdentum dalam setiap Pasaran Pon, mengingatkan kita akan keindahan sederhana yang menuntun kehidupan desa. Pasaran Pon di Cokro, Daleman, Klaten bukan sekadar pasar tradisional, tetapi panggung bagi warisan budaya dan ekonomi kerakyatan.

Dengan melibatkan semua elemen, pedagang, pengrajin, pemerintah desa, dan wisatawan, kita menenun kisah masa lalu ke dalam benang masa depan. Mari bersama memelihara warisan ini agar terus menginspirasi generasi mendatang dan menjaga denyut nadi budaya Jawa tetap berdenyut dalam setiap palu tempa.

---

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikTravel, Pitut Saputra. Traveler yang punya cerita menarik saat traveling, bisa langsung berbagi di sini.

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads