Kisah Rambut Gimbal, Jimmy Komodo, dan Gili Trawangan
Jumat, 02 Nov 2012 17:50 WIB

Jakarta - Ini adalah perjalanan menuju pulau yang sering dibilang surga dunia, Gili Trawangan. Bertolak dari Balikpapan, melewati Surabaya dan singgah di Bali. Dipertemukan dengan Jimmy Komodo, seorang pria Lombok yang baik hati.Pada suatu siang di bulan April, cuaca di Padang Bai, Bali, cukup menyengat. Meski begitu, tetap saya susuri jalanan beraspal sambil terburu-buru membeli tiket kapal ferry di loket. Tujuannya adalah Pelabuhan Lembar, Lombok. Ah, betapa senangnya bisa melakukan perjalanan ke Lombok untuk pertama kalinya. Sendirian pula.Sebelum tiba di Padang Bai, perjalanan saya dari Balikpapan cukup mengasyikkan. Naik pesawat sampai Surabaya, lanjut naik kereta ke Banyuwangi, naik ferry ke Pulau Bali dan menghabiskan 3 hari 2 malam di Pantai Kuta. Menginap di hotel murah meriah yang saya lupa namanya, di Jl Poppies II. Kuta menjadi pilihan karena saya ingin belajar berselancar.Lanjut cerita, perjalanan dari Padang Bai ke Lombok memakan waktu 4 jam. Saya bingung, tengok kanan-kiri, tak tahu naik transportasi apa menuju Pantai Senggigi. Tak lama saya duduk di dermaga sambil cek GPS lewat ponsel, datanglah seorang tukang ojek."Mau ke mana, side?" tanyanya."Eee.. Ke Senggigi, berapa?" kata saya."Oh, Rp 100 ribu," jawabnya.Bukan main, kataku dalam hai. Ini ojek atau taksi? Mahal sekali! Setelah tawar-menawar, akhirnya saya diantar sampai Senggigi dengan biaya Rp 50.000.Sampai di Senggigi, saya bingung lagi. Saya merogoh semua kertas dalam saku, mencari satu kertas cetakan hotel yang dipesan via internet minggu lalu. Nama hotel itu Baleku. Rupanya memang jodoh, hotel itu cuma 100 meter dari tempatku berdiri setelah ditinggal abang ojek.Di Baleku, saya disambut dengan hangat. Awalnya mereka mengira, kertas yang saya bawa itu sudah termasuk pembayaran lewat agen perjalanan. Tapi setelah saya jelaskan kalau biaya penginapan belum dibayar siapa-siapa, mereka paham dan jadi lebih ramah lagi.Nah, di hotel inilah saya bertemu Jimmy Komodo. Salah satu pria Lombok yang baik hati!"Dari mana, side?" tanya Jimmy, sambil memetik gitar, mengalunkan lagu."Dari Balikpapan, Kaltim," kata saya, santai.Percakapan jadi panjang. Jimmy yang rambutnya gimbal sebahu dan berkulit sawo kelewat matang itu lucu sekali. Saat itu juga saya ketahui, dirinya serba bisa. Kalau pagi dia berjualan suvenir berupa kalung dan gelang, maka siangnya ia mengamen. Malamnya, jadi satpam di hotel."Tak habis pikir saya, side.. Cewek bule suka sama rambut saya yang gimbal..." kata Jimmy, nyengir.Jimmy doyan mengobrol. Dia cerita bagaimana kehidupan para pemandu lokal zaman dulu, tahun 1990-an. Katanya, pemandu zaman dulu badannya besar-besar dan jago gombal. Makanya banyak perempuan bule yang terpikat pemuda-pemuda lokal. Hal itu berbeda dengan para pemandu sekarang yang biasanya, kurang memperhatikan cara bicara dan hanya mengejar dollar.Waktu saya tanya, kenapa tidak jadi pemandu saja di Gili Trawangan? Dia bilang, "Aku orang tak punya, side.. Tapi kehidupanku sekarang di Senggigi sudah menyenangkan. Jadi tak perlu tinggal di surga, Gili Trawangan." Ah, sayangnya saya tak sempat mengabadikan potret kawan yang satu ini.Esok harinya saya melanjutkan perjalanan. Menyusuri Pantai Senggigi, kemudian ke Kota Mataram. Perjalanan berlanjut ke Pantai Kuta di ujung barat Lombok, dengan menyewa sepeda motor. Sekitar pukul 15.00 Wita, saya memutuskan kembali ke hotel untuk bersiap-siap ke Gili Trawangan.Rute yang saya tempuh menuju Gili Trawangan seperti ini: ke Pantai Senggigi, menemui para nelayan dan minta tolong diantar sampai ke Gili Trawangan. Perjalanan dengan kapal nelayan sungguh menegangkan. Kapal kecil yang saya tumpangi terombang-ambing dihantam ombak setinggi 2-3 meter. Maklum, di bulan April, cuacanya tak menentu.Setelah 2 jam yang mendebarkan, tibalah saya di Gili Trawangan. Ah, sulit membayangkan perjalanan saya berakhir di pulau sejuta umat-nya Rastafara, hahaha!Pantai, sunset, dan pesta di sini tak pernah usai. Sayup-sayup saya dengar lirik lagu 'Welcome to My Paradise' yang dinyanyikan Steven & Coconut Treez. Sungguh pengalaman yang luar biasa.
(travel/travel)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan
Sound Horeg Guncang Karnaval Urek Urek Malang