Jakarta - Menjadi awal persinggahan Imigran Cina di tanah Jawa, membuat Lasem dijuluki sebagai Tiongkok Kecil. Bangunan bergaya Cina dan motif-motif peranakan pada Batik Lasem menjadi bukti peninggalan Cina di daerah ini.Lasem yang berada di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, juga berada di jalur bersejarah. Daerah ini berada di Pantai Utara Jawa dan dilintasi Jalan Raya Pos (Grote Postweg) yang dibangun pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels.Sesuai petunjuk dari seorang kawan, untuk sampai di Lasem harus menumpang bus dari arah Semarang yang menuju Surabaya, lalu turun di Masjid Lasem. Udara panas dan debu khas Pantura langsung menyambut kedatangan kami.Rumah-rumah kuno bergayaΒ indischeΒ berdiri kokoh di pinggir Jalan Raya Pantura yang berdebu. Tapi, jika memasuki jalan-jalan kecil yang mengarah ke perkampungan di belakangnya, Anda akan melihat deretan tembok-tembok tinggi dengan cat putih yang telah memudar. Di balik tembok-tembok itulah berdiri rumah-rumah tua bergaya peranakan yang semakin menegaskan julukan Lasem sebagai Tiongkok Kecil.Sebagian besar rumah-rumah itu telah kosong dan dibiarkan tak terurus. "Penghuninya banyak yang sudah pindah ke kota besar, seperti Surabaya," ucap kusir andong yang kami tumpangi.Β Tempat ini mengingatkan pada Kampung Laweyan di Solo. Dan, sama seperti Solo,Β sejak dahuluΒ Lasem juga dikenal sebagai sentra pengrajin batik. Berawal ketika Syahdan, seorang putri dari Champa, bernama Na Li Ni mendarat di Pantai Regol, suatu daerah yang sekarang termasuk kawasan Lasem. Ia kemudian menetap dan mengajari putra-putrinya serta para pemudi di sana menari dan membatik. Riwayatnya tertuang dalam Serat Badra Santi yang berangka 1479. Orang-orang Lasem meyakini Na Li Ni lah yang berperan dalam mengembangkan batik Lasem pada mulanya.Kemudian, andong yang kami tumpangi singgah di Batikan Pusaka Beruang milik Pak Santoso Hartono. Sayang, Pak Santoso justru sedang menyambangi Jakarta untuk mengikuti pameran kerajinan tangan. Industri batik Lasem memang turut mencicipi "euforia" batik di Indonesia. Namun, batik Lasem sempat mati suri akibat kalah saing dengan batik printing. Pangsa pasar batik Lasem kini telah merambah Jakarta hingga luar negeri. Omzet Pusaka Beruang sendiri bahkan bisa mencapai Rp 200 juta per bulan.Setelah itu, kami diajak ke sebuah loteng berdinding bata merah, tempat dimana ibu-ibu paruh baya tengah mencoretkan malam (cairan lilin yang digunakan untuk membatik) di selembar kain. Di ruangan sebelah, kain-kain batik yang masih basah sedang dijemur. Di tempat ini, pengunjung bisa berbelanja batik, sekaligus melihat proses pembuatan batik yang rumit. Satu yang patut dihargai, pembatik di sini masih mempertahankan tradisi batik tulis.Corak khas batik Lasem adalah warna merah darah ayam yang konon tidak dapat ditiru oleh pembatik dari daerah lain. Motif latohan yang terinspirasi dari tumbuhan latoh (sejenis rumput laut) jamak ditemukan pada batik Lasem. Selain itu, terdapat motifΒ watu pecahΒ (batu pecah) yang menggambarkan kejengkelan penduduk setempat sewaktu pembangunan Jalan Raya Pos yang memakan banyak korban. Motif-motif peranakan, seperti burung hong dan naga juga turut memperkaya motif batik Lasem.Pengaruh budaya Tionghoa juga terlihat pada kelenteng-kelenteng yang berada di Lasem. Cu An Kiong adalah keleteng tertua di Pulau Jawa yang diperkirakan dibangun pada abad ke-15. Bagian mukanya nampak serupa dengan bangunan kelenteng pada umumnya, kecuali adanya dua patung singa yang menunjukkan pengaruh Eropa.Tapi, memasuki bagian dalam, Anda akan menyadari ini adalah salah satu kelenteng tercantik di Indonesia. Dindingnya dilapisi lukisan yang kusam karena termakan usia, tetapi kecantikannya tak pernah pudar. Langit-langit dan pilarnya terbuat dari kayu yang penuh dengan ukiran ornamen Cina. Konon, tukang-tukang dari Guangdong khusus didatangkan untuk membuat ukiran di kelenteng ini.Di altar utama kelenteng terdapat Makco Thian Siang Sing Bo yang merupakan Dewa Pelindung Laut. Kehidupan pesisir masyarakat Lasem ditunjukkan dengan penghormatan kepada Dewa Laut. Kami berkesempatan melihatΒ kio, tandu untuk membawa Makco Thian Siang Sing Bo dalam kirab yang diukir dengan sangat halus dan masih terawat baik. Sekadar informasi, pada 21-22 April 2012, kelenteng akan kembali menyelenggarakan Kirab Akbar.Agak menjauh dari keramaian lalu lintas Pantura, melewati hamparan lahan sawah yang diselingi perkebunan tebu di bawah kaki Pegunungan Lasem, Anda akan menemukan Desa Tuyuhan. Di desa ini Anda akan menemukan kuliner khas Lasem, lontong tuyuhan yang disajikan dengan opor ayam kampung. Pemerintah setempat juga membangun warung tenda permanen di pinggir perkebunan tebu sehingga pengunjung dapat nyaman menikmati kuliner khas Lasem ini.Β Menikmati lontong tuyuhan dengan segelas es kelapa, sembari menikmati pemandangan yang indah, tentu tak boleh dilewatkan sebagai penutup perjalanan Anda di Lasem.
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda