Mencari Jejak Sejarah Jepang di Palembang (Bagian 2)
Kamis, 22 Des 2011 16:25 WIB

Jakarta - EKSPEDISI KEEMPAT (Komplek Pertahanan Jepang) Selasa, (13/12/2011) kali ini perjalanan ekspedisi kami hanya berdua saja saya (Adrian Fajriansyah) dan Kgs. M. Habibillah. Tujuan kami hari itu adalah ke Jalan Pertahanan, Plaju, Palembang. Menurut informasi yang saya dapatkan di Jalan Pertahanan, Plaju, Palembang ini merupakan salah satu tempat ditemukannya sisa peninggalan tentara Jepang saat Perang Dunia Ke II.Perjalanan ekspedisi kali ini kami lalui dengan menggunakan transportasi umum BRT (Buss Rapit Transit) atau biasa dikenal Transmusi. Sesampainya di depan halte Jalan Pertahanan, Plaju kami langsung bergegas mencari komplek pertahanan tentara Jepang tersebut.Selama diperjalanan mencari komplek pertahanan Jepang tersebut kami selalu bertanya dengan penduduk setempat agar tidak tersesat di jalan. Info dari penduduk setempat mengatakan bahwa komplek pertahanan Jepang berada di Lorong Sikam yang masih berada di satu kawasan dengan Jalan Pertahanan, Plaju, Palembang. Setelah melewati beberapa lorong akhirnya kami sampai di komplek pertahanan Jepang tersebut. Sesampai kami di komplek pertahanan Jepang tersebut kami bertemu dengan seorang warga setempat yang bernama Iwan. Bapak Iwan merupakan penduduk setempat yang tinggal tidak jauh dari tempat sisa puing-puing komplek pertahanan tentara Jepang.Setelah berbincang beberapa saat akhirnya dengan suka rela bapak Iwan yang kurang lebih berusia 30 tahun ini dengan senang hati mengantarkan kami ke sisa-sisa komplek pertahanan Jepang yang ada di Lorong Sikam tersebut.Dengan jiwa berapi-api dan penuh semangat bapak Iwan menceritakan satu persatu fungsi dan nama dari bangunan-bangunan sisa komplek pertahanan Jepang tersebut. Pertama-tama kami diajak oleh bapak Iwan ke sebuah rumah, menurut bapak Iwan rumah yang sekarang dihuni oleh warga setempat dulunya berfungsi sebagai sebuah Barak Tentara Jepang. Barak Tentara Jepang itu memiliki dinding yang sangat tebal yang memungkinkan barak tersebut tahan dari gempuran serangan tentara Sekutu, dahulu Barak Tentara Jepang memiliki bangunan yang jauh lebih besar lagi namun sekarang salah satu sisi barak tersebut telah dirobohkan dan dijadikan rumah warga dengan bentuk bangunan baru.Ada satu kejadian konyol, saat saya ditawarkan oleh bapak Iwan untuk melihat bagian atas bangunan barak, saya yang penuh rasa penasaran tanpa pikir panjang tidak menolak tawaran itu, dengan ligat saya menaiki bagian atas barak, sesampai ke bagian atas ternyata bekas Barak Tentara Jepang tersebut penuh digenangi air sehingga saat saya mencoba untuk berdiri sangat lincin sekali karena banyaknya lumut dipermukaan lantai atas bangunan, maka akhirnya demi keselamatan saya dengan pasrah menginjakan kedua kaki ke genangan air tersebut tanpa melepas alas kaki terlebih dahulu, tak dihayal lagi sepatu saya basah digenangi air, dengan perasaan menyesal saya bergerutuk dalam hati “kenapa harus naik ke bagian atas dari barak tersebut padahal di atas tidak tedapat apa-apa?, ooh malangnya nasib saya”.Lanjut ke bangunan lain sisa Tentara Jepang, kali ini kami berdua dibawak bapak Iwan menujuh ke sebuah lorong yang tidak jauh dari bangunan barak, di lorong yang padat rumah penduduk tersebut di tengah-tenganya terdapat sebuah sisa bangunan yang dahulu merupakan Menara Bunker Anti Aircraft Artillery, fungsi dari Menara Bunker Anti Aircraft Artillery adalah sebagai menara pengintai pesawat udara musuh yang dilengkapi dengan senapa laras panjang sehingga memukinkan Tentara Jepang untuk menembak jatuh pesawat udara Sekutu yang terbang di atasnya. Sayang sekali Menara Bunker Anti Aircraft Artillery pertama (anggaplah sebagai yang pertama karena dikunjungi pertama kali) yang kami lihat di komplek pertahanan Jepang ini keadaannya sudah tidak utuh lagi karena dinding bagian atas dari bunker tersebut sudah dihancurkan warga setempat.Sekadar info Menara Bunker Anti Aircraft Artillery di komplek pertahanan Tentara Jepang, Lorong Sikam–Jalan Pertahanan–Plaju–Palembang ini hampir sama dengan bangunan Bunker yang kami lihat di Jalan Majahpahit–Kelurahan 1 Ulu–Kertapati–Palembang.Setelah itu bapak Iwan mengajak kami untuk melihat Menara Bunker Anti Aircraft Artillery ke dua yang ada di komplek pertahanan Tentara Jepang. Keadaan Menara Bunker Anti Aircraft Artillery ke dua ini tidak jauh lebih baik dari menara bunker pertama yang kami lihat karena hampir semua dinding bangunan telah hancur dan hilang, menurut bapak Iwan dinding bangunan itu banyak digunakan warga untuk menimbun tanah di rumahnya. Kemudian tidak jauh dari menara bunker yang ke dua kami melihat Menara Bunker Anti Aircraft Artillery yang ke tiga. Kali ini Menara Bunker Anti Aircraft Artillery ke tiga keadaannya jauh lebih baik dibandingkan yang pertama dan ke dua karena bantuknya yang masih utuh walaupun tidak terawat dengan baik karena banyak ditumbuhi oleh rumput dan ilalang. Tidak jauh dari menara bunker ke tiga terdapat sebuah bangunan tua berbentuk persegi panjang di dalamnnya banyak terdapat tumpukan sampah, menurut bapak Iwan bangunan ini dulunya adalah sebuah ruang tahanan dan tempat penyiksaan para romusha atau pekerja paksa dari warga Indonesia, salah satu info menarik dari bapak Iwan tidak jauh dari bangunan tua itu dulunya ada sebuah lorong yang menurut warga setempat lorong tersebut bila dimasuki akan ke luar di daerah Tegal Binangun daerah Jakabaring di mana di sana juga terdapat sisa bangunan Jepang yang diyakini warga sebagai Benteng Jepang.Selanjutnya tidak jauh dari bangunan tua yang diyakini sebagai ruang tahanan dan penyiksaan para romusha itu terdapat sebuah lagi Menara Bunker Anti Aircraft Artillery yang ke empat, kali ini fungsi bangunan menara bunker itu sudah dirubah oleh warga setempat sebagai tempat kadang ayam, bapak Iwan memberikan julukan tempat tersebut sebagai "benteng kandang ayam" karena banyaknya kandang ayam yang terdapat di sisa menara bunker tersebut. Sebenarnya masih ada dua lagi Menara Bunker Anti Aircraft Artillery milik tentara Jepang di komplek pertahanan ini, hanya saja satu buah menara bunker telah ditimbun sebagai rumah warga dan satu lainnya dijadikan kolam ikam oleh warga setempat, ke dua bangunan sisa menara bunker tersebut berada di halaman rumah warga sehingga tidak memungkinkan kami untuk melihatnya.Menurut bapak Iwan dahulu sering para arkeolog dari luar maupun dalam negeri yang berkunjung melihat bangunan sisa Tentara Jepang di komplek pertahanan tersebut.Secara keseluruhan menurut informasi dari bapak Iwan di komplek Pertahanan Tentara Jepang daerah Lorong Sikam, Jalan Pertahanan, Plaju, Palembang terdapat kurang lebih 6 buah Menara Bunker Anti Aircraft Artillery yang jarak dari menara bunker satu ke menara bunker lainnya kurang lebih 50 meter, satu buah Barak Tentara Jepang, satu buah Ruang Tahanan atau Tempat Penyiksaan para romusha, dan satu buah lorong bawah tanah. Kesemua tinggalan sejarah Tentara Jepang saat menduduki kota Palembang tersebut keadaannya jauh dari kata terawat atau bisa dinilai sangat memperihatinkan karena tidak adanya perhatian dan kepedulian pemerintah terhadap bangunan sejarah tersebut.Alamat Komplek Pertahanan JepangKomplek Pertahan Tentara Jepang, Lorong Sikam–Jalan Pertahanan–Plaju–Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia.EKSPEDISI KELIMA (Benteng Jepang)Selasa, (13/12/2011) ekspedisi ini sebelumnya tidak direncanakan, berawal dari informasi warga bahwa di daerah Tegal Binangun Jakabaring dekat SMA Negeri 19 Palembang terdapat sebuah bangunan yang diatasnya berbentuk seperti kawah tengkurep atau topi Jepang, warga sekitar menyebutnya sebagai Benteng Jepang karena bangunannya yang besar dan kokoh layaknya sebuah bentengUntuk menujuh ke Benteng Jepang itu kami berdua (saya Adrian Fajriansyah dan Kgs. M. Habibillah) terlebih dahulu singgah ke rumah saudara Almaarif PP (Alma) yang merupakan salah satu sahabat kami. Saudara Alma kami kunjungi dengan pertimbangan pertama beliau tau jalan dan lokasi dari Benteng Jepang, ke dua beliau memiliki kendaraan yang dapat mengantarkan kami menujuh ke lokasi Benteng Jepang tersebut.Benteng Jepang tersebut berada di dekat sekolahan yang notabene ibunda dari saudara Alma mengajar, ibunda saudara Alma merupakan seorang guru yang mengajar di SMA Negeri 19 Jakabaring, Palembang. Sesampai di rumah Alma kami disambut dengan sedikit kejutan, karena saudara Alma tak menyangka kami datang pada hari itu karena sebelumnya kami tidak mengabarkan akan berkunjung ke rumahnya. Setelah menceritakan niat kami ingin mengunjungi Benteng Jepang di Jakabaring saudara Alma dengan baik hati mau menjadi "guide" kami untuk menghantarkan kami berkunjung ke salah satu situs yang dianggap peninggalan Jepang tersebutDengan menggunakan kendaraan motor roda dua milik saudara Alma kami bergegas menujuh "TKP" tempat dari keberadaan Benteng Jepang tersebut. Setelah kurang lebih 15 menit perjalanan dari rumah Alma yang berada di Plaju akhirnya kami sampai di sisa puing bangunan Benteng Jepang dekat SMA Negeri 19 Jakabaring, Palembang.Ternyata bangunan kokoh yang dulu dijuluki oleh warga setempat sebagai Benteng Jepang bentunya sudah tak utuh lagi atau bisa dikatakan hancur lebur yang ada tinggal puing sisa-sisa tembok bangunan yang berserakan di tanah. Sangat menyedihkan, dahulu di atas puing tersebut berdiri sebuah bangunan megah yang dianggap warga sebagai Benteng Jepang ada juga warga yang berkata bahwa itu kuburan Jepang tapi sayang sekarang hanya tinggal kenangan karena bangunan itu sudah hancur entah karena apa. Menurut kesaksiaan saudara Alma beberapa waktu yang lalu bangunan ini masih berdiri dengan kokoh, bangunannya sangat unik dimana di atasnya berbentuk seperti sebuah kawah tengkurep, ada seorang bapak yang cobah mendekati kami pun membenarkan perkataan saudara Alma bahwa dahulu bangunan yang katanya Benteng Jepang ini bentuknya sangat menarik mirip sebuah Topi Jepang.Sekarang sangat disayangkan, bangunan yang katanya Benteng Jepang sudah tidak unik dan menarik lagi karena daya tariknya telah roboh berserakan di atas tanah, yang ada sekarang hanya cerita dan kisah dari warga yang pernah melihat langsung saat bangunan itu masih berdiri kokoh, sekarang siapa yang harus disalahkan? Siapa yang harus bertanggungjawab atas kehancuran bangunan ini? Generasi selanjutnya tidak akan pernah lagi tahu bagaimana bentuk dari "Benteng Jepang", generasi selanjutnya hanya akan dapat mendengarkan cerita bahwa dahulu di sini pernah ada "Benteng Jepang" namun tidak akan pernah bisa melihat bagaimana bentuknya. "Menyedihkan!"Selepas menyasikan puing-puing sisa “Benteng Jepang” kami kembali pulang ke rumah saudara Alma, namun malang tak bisa ditolak karena tiba-tiba saat berada di tengah perjalanan hujan turun dengan derasnya, terpaksa kami berteduh sejenak di sebuah pondok tua yang reok, tidak lama hujan sedikit meredah maka kami pun melanjutkan perjalanan pulang, namun beberapa saat kemudian hujan turun lagi dengan lebih deras, kali ini kami putuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan walaupun harus basah kehujanan. Setelah melalui perjuangan panjang di jalanan kehujanan kami sampai di rumah saudara Alma dengan keadaan basa kuyup, tidak ada satupun bagian tubuh kami yang terlihat kering. Akan tetapi hujan bukan soal karena banyak pelajaran yang didapat dari sebuah ekspedisi ini, perlajaran tentang sejarah bangsa yang tidak ternilai harganya. Setelah istirahat sejenak di rumah Alma, kami berdua (saya Adrian Fajriansyah dan Kgs. M. Habibillah) bergegas untuk pulang apalagi waktu telah menujukan pukul setengah enam sore. Kami pulang menggunakan kendaraan umum Transmusi, sesaat memasuki Transmusi hawah dingin langsung menusuk tubuh karena AC di dalam bus BRT itu sangat dingin apalagi kondisi cuaca saat itu gerimis ditambah lagi pakaian kami yang belum kering benar maka jadilah saat-saat di dalam Transmusi itu adalah sebuah “penderitaan” karena harus menahan rasa dingin yang begitu menusuk ke tubuh kurang lebih 1 jam lamanya. Setelah sampai dan keluar dari Transmusi rasanya sangat menyenangkan dan lega karena baru saja lepas dari "penderitaan" menahan dingin yang sangat luar biasa. Sekarang saya baru sadar bahwa benar kata orang bahwa bumi Indonesia adalah tempat tebaik untuk di tinggali di dunia karena cuacanya yang sangat pas ditubuh di mana cuaca di Indonesia tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas. Saya senang dan bangga tinggal di Indonesia.Alamat Benteng JepangBenteng Jepang, Daerah Tegal Binangun–Dekat SMA Negeri 19–Jakabaring–Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia.EKSPEDISI KEENAM (Bunker Utama Pertahanan Udara Jepang)Rabu, (14/12/2011) ekspedisi kali ini lagi-lagi hanya berdua saja saya (Adrian Fajriansyah) dan Kgs. M. Habibillah. Tempat tujuan kami kali ini adalah sebuah Bunker Utama Pertahanan Udara Tentara Jepang yang berada di samping RSK (Rumah Sakit Kristen) Charitas, Jalan Jendral Sudirman, Palembang.Saat kami akan menujuh ke Bunker Utama Pertahanan Udara Tentara Jepang terlihat banyak pemuda yang duduk diatas tangga menujuh ke bunker tersebut sehingga membuat kami harus menunggu sejenak pemuda itu pergi dari tempat tersebut, hal ini dikarenakan kami tidak ingin saat kami meliput tempat tersebut terlalu banyak orang yang tau sehingga nantinya membuat keramaian menjadikan ekspidisi ini tak nyaman lagi.Cukup lama kami munggu pemuda itu pergi, entah apa yang dilakukan para pemuda tanggung itu di atas tangga tersebut, bercerita menghabis-habisakan waktu cuma-cuma mungkin itu yang dilakukan oleh para pemuda tersebut. Saking lamanya kami berdua sampai sempat sarapan terlebih dahulu karena lapar menunggu para pemuda itu pergi. Setelah kurang lebih 1 jam lamanya menunggu akhirnya para pemuda tersebut pergi dari tangga menujuh ke bunker sebelah charitas.Kami berdua lalu bergegas menujuh ke bunker dengan menaiki anak tangga, lalu membuka pintu pagar di mana di dalamnya terdapat rumah penunggu tanah di daerah itu dan tidak jauh dari sana terdapat bunker peninggalan tentara Jepang yang kami ingin kunjungi.Sesaat setelah membuka pagar rumah tersebut tiba-tiba kami disambut dengan lolongan anjing si pemilik tanah dan rumah tersebut kontan saja saya shok dan ingin kabur dari tempat itu, namun sang anjing tiba-tiba dengan cepatnya langsung menghampiri saya, si Abi (Kgs. M. Habibillah) yang notabene berada di belakang saya berada di dekat pagar kontan langsung membuka pintu pagar bersiap untuk kabur sedangkan saya yang langsung berhadapan “empat mata” dengan anjing si pemilik rumah tidak dapat lagi untuk pergi ke mana-mana karena dalam hati saya berkata bila saya lari untuk kabur tentunya anjing ini akan lebih ganas dan mungkin akan mengigit saya maka akhirnya dengan perasaan takut dan pasrah saya hadapi anjing itu dengan sebuah tas ransel. Huus.. huus.. itulah kata-kata yang terucap dari mulut saya sambil gemetar saat anjing itu melolong dengan kerasnya, untung saja sang pemilik rumah mendengar lalu keluar dan menghampir saya, lalu sang anjing pun pergi, dalam hati saya berkata, "Selamat, selamat."Ika namanya adalah seorang gadis kecil anak dari pemilik rumah dan tanah di tempat itu, berusia kurang lebih 8 tahunan, telah menyelamatkan saya dari “keganasan” lolongan si anjing yang ternyata setelah berkenalan bernama eko. Kemudian kami diajak oleh Ika bertemu denga ibunya yang ternyata masih berdarah Palembang bergelar Raden, menurut cerita ibu pemilik rumah beliau terlahir dari keturunan langsung Sultan Mahmud Badaruddin II atau keturunan orang Palembang yang ada di Ternate tempat sang sultan di makamkan. Lalu kami berdua izin dengan ibu pemilik rumah untuk dapat melihat dan mendokumentasikan keberadaan Bunker Utama Pertahanan Udara Tentara Jepang yang ada di halaman tanah milik leluruhnya itu. Dengan ramah dan senang hati ibu pemilik rumah mengizinkan kami untuk melihat-lihat bagian luar bunker Jepang tersebut, beliau berkata kami sebenarnya bisa saja untuk melihat bagian dalam ruangan bunker namun karena ada sarang burung wallet di dalamnya sehingga untuk saat ini kami tidak bisa memasukinya kecuali saat panen datang.Dengan ditemani Ika anak dari ibu pemilik rumah kami berkeliling melihat tinggalan sejarah dari Tentara Jepang saat Perang Dunia Ke II tersebut. Kami diajak melihat bagian sisi luar dinding bangunan, kemudian pintu masuk bangunan, lalu kami juga diajak melihat bagian atap bangunan, dibagian atap bangunan bunker terdapat sebuah cerobong besar, menurut Ika dari cerobong itulah para burung wallet masuk menujuh ke sarangnnya dan dari cerobong itu juga kita dapat melihat bagian dalam ruangan bunker. Dari lubang cerobong terlihat bagian dalam ruang bunker sangat kokoh, dindingnya terlihat begitu tebal dan keras, hawa udara di dalam ruangan terasa begitu sejuk.Ika berkata bahwa di dalam bunker tersebut terdapat banyak ruangan seperti lorong yang berhubungan satu sama lainnya, kemudian ditengah-tengahnya terdapat sebuah meja besar yang terbuat dari beton, dengan berandai-andai saya membayangkan meja tersebut pastilah dulunya digunakan oleh para serdadu Jepang untuk merapatkan stratergi perang mereka.Kemudian Ika mengajak kami ke sebuah bangunan mirip bak besar namun di dalamnya terdapat sebuah tangga menujuh ke dalam tanah, sebuah ruang kecil menujuh dalam tanah tersebut terlihat sudah tergenang air sehingga tampak menyerupai sebuah sumur.Tidak terasa perjalanan kami mengelilingi Bunker Utama Pertahanan Udara Jepang tersebut juga ditemani oleh Eko si anjing, lama-kelamaan Eko menjadi akrab dengan kami sehingga tak ada rasa curiga lagi terhadap kami. Setelah kami puas mengelilingi dan mendokumentasikan bangunan bunker, kami lalu bercerita dengan sang Ibu pemilik rumah dan tanah di tempat itu, menurut sang Ibu di dalam ruangan dalam bunker juga terdapat sebuah lorong bawah tanah namun lorong tersebut sudah tidak bisa dimasuki karena bagian tengah lorong telah buntu akibat pembangunan pondasi dari Hotel Sandjaja Palembang mungkin saat Hotel tersebut meningkatkan tarafnya ke jenjang Internasional saat pembangunan gedungnya yang berlantai 7 ditahun 80an. Padahal menurut informasi yang saya dapat dahulu lorong bawah tanah yang terdapat di bawah Bunker Utama Pertahanan Udara Tentara Jepang di sebelah RSK Charitas tersebut terkoneksi langsung dengan lorong bawah tanah yang berada di pinggiran sungai musi, namun keberadaan lorong bawah tanah di sungai musi sampai sekarang belum diketahui. Diperkirakan lorong bawah tanah di bawah bunker sebelah charitas tersebut berfungsi sebagai tempat melarikan diri ketika pihak Jepang terdesak oleh serangan tentara Sekutu.Saya sempat menanyakan kepada ibu pemilik rumah apakah pernah mengalami situasi mistis selama tinggal berdampingan dengan sisa peninggalan Jepang tersebut, sang ibu menjawab tidak pernah sama sekali tapi menurutnya para satpam RSK Charitas sering mengalami pengalaman mistis yang diantaranya ada yang bercerita bahwa mereka sering bermimpi di kejar oleh tentara Jepang, lalu ada juga yang bercerita bahwa pernah suatu malam mereka mendengar langkah kaki segerombolan serdadu namun tidak penah terlihat siapa yang melakukannya dan masih banyak lagi pengalaman mistis yang dialami oleh para satpam di RSK Charitas namun tidak pernah sama sekali dialami oleh ibu dan penghuni rumah lainnya.Secara keseluruhan bangunan Bunker Utama Pertahanan Udara Tantara Jepang di Jalan Jendral Sudirman samping RSK Charitas ini keadaannya jauh lebih baik dari semua sisa peninggalan Tentara Jepang di Palembang. Keadaan bangunan masih kokok walaupun tidak terawat selain itu bangunan ini pun ruang di dalamnya masih terlihat dalam kondisi baik dan dapat dimasuki. Diperkirakan dahulu bangunan ini digunakan sebagai markas utama tentara Jepang dalam menghalau serangan udara tentara Sekutu ini dapat dibuktikan dari besarnya bangunan ini yang mengidikasikan bahwa tempat ini mungkin adalah markas utama.Puas mendapatkan cerita yang sangat bermanfaat dari ibu si pemilik rumah kami kemudian bersiap untuk pulang, namun saat bergegas pulang si ibu menyajikan kami minum terlebih dahulu dengan senang hati kami minum air yang telah disajikan oleh si ibu, lalu ibu itu pun dengan baiknya menawarkan kami untuk ikut masuk ke dalam bunker bila berminat saat panen wallet di lakukan sekitar tanggal 23-24 Desember 2011 mendatang, dengan senang hati kami menerima tawaran sang ibu. Sekarang dengan perasaan antusias dan penasaran kami menanti kesempatan masuk ke dalam Bunker Utama Pertahanan Udara Tentara Jepang tersebut tiba.Alamat Bunker Utama Pertahanan Udara JepangBunker Utama Pertahanan Udara Jepang, Jalan Jendral Sudirman–di Samping RSK Charitas–Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia.
(travel/travel)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol