Pesona Lombok dan Manusia
wisnu cahyadi - detikTravel
Senin, 12 Sep 2011 12:58 WIB
Jakarta - Jalan sendiri, terkadang orang menafsirkannya dengan pikiran yang macam-macam. Mulai dari tidak ada teman ngobrol, becanda, tukar pikiran, dan lain-lain. Namun, buat saya apa pun bisa dilakukan karena sudah dipersiapkan matang-matang untuk pergi ke Lombok-Bali sebagai single traveler.Keberanian ini memang sudah siap "diterjunkan" ke jalan, apa pun kata orang, walaupun sendiri pasti lebih mendapatkan pengalaman yang berharga.Lombok yang memiliki beragam kekhasan dari segi keindahan alam, menjadikan salah satu alasan saya untuk bertualang kesana karena rasa penasaran dan ingin menjadi seorang yang berani mandiri. Memang benar, ketika rasa was-was dan kesepian datang, saya mulai mencari-cari teman mengobrol. Awalnya hanya menanyakan "hendak kemana? dan dari mana?" sehingga awal pembukaan percakapan itu membuat saya tidak khawatir lagi dengan rasa takut yang dihadapi sesampainya di Pulau Lombok melalui jalan darat.Dari Lombok lah saya mulai berani untuk mengangkat pembicaraan lebih dahulu dan menghapus rasa malu. Karena awal yang baik terhadap orang tersebut, saya pun diajak ke rumah dia di daerah Lombok Barat. Sesekali untuk mengistirahatkan diri sejenak dan menumpang mandi. Kemudian saya diantarkan untuk mencari penginapan di daerah Kota Mataram tepatnya daerah Cokroaminoto.Β Hari berikutnya saya juga berkenalan dengan rekan mahasiswa UNRAM yang kebetulan akan menuju ke Gili Trawangan, berangkatlah kami bersama-sama sehingga saya tidak mengeluarkan biaya sedikitpun dari tempat menginap sampai ke pulau kecil nanindah di Barat Lombok, yaitu Gili Trawangan. Keakraban ini membuat saya kagum dan merasakan tidak hanya pulaunya yang eksotik tapi juga masyarakatnya yang ramah dan sangat menolong. Tiga hari menghabiskan waktu di Gili Trawangan dan sesekali mengunjungi Gili Air, dan Gili Meno. Memang indah sekali pantai dan lingkungannya, tak terkecuali juga alam bawah lautnya. Namun, amat disayangkan sekali ketika snorkling, terumbu karangnya mulai memutih karena dampak global warming.Hari berikutnya, ketika meninggalkan Pulau Gili yang pada saat itu sudah larut malam. Saya menyempatkan mampir di masjid untuk sekadar menjalankan ibadah. Lombok juga dikenal dengan 1001 masjidnya. Saat itulah saya bertemu dengan masyarakat yang ramah dengan senyuman yang hangat dan sesekali kami melakukan percakapan serius. Perjalanan ini sangat mengesankan dan saya masih ingat nama bapak itu Bapak Zainudin.Β Dari obrolan dengan Pak Zainuddin ternyata saya dapat menangkap masyarakat Lombok Barat masih belum bisa menempuh pendidikan tinggi berbeda dengan Masyarakat Lombok Timur.Β Hari-hari terakhir di Lombok saya menyempatkan diri untuk mendatangi pantai-pantai daerah selatan yang bentang alamnya mirip seperti daerah Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Pantai-pantai itu adalah Tanjung Aan, Kuta, dan Mawun. Melihat panorama yang indah dan garis pantai yang panjang, saya ingin merasakan hangatnya air pantai. Namun, sayang ketika itu saya tidak membawa pakaian ganti.Sekarang, saya merasakan kerinduan dan ingin kembali lagi ke sana. Bertemu dengan alam dan masyarakatnya.
(travel/travel)












































Komentar Terbanyak
Koster: Wisatawan Domestik ke Bali Turun gegara Penerbangan Sedikit
Ditonjok Preman Pantai Santolo, Emak-emak di Garut Babak Belur
Awal Mula PB XIV Purbaya Gabung Ormas GRIB Jaya dan Jadi Pembina