Keindahan yang Tersembunyi dari Malang
Selasa, 20 Sep 2011 14:39 WIB
Milla Septilia Serra
Jakarta - Selain hari Lebaran tiba, saat ini merupakan waktu liburan yang sangat menyenangkan, so excited. Alhamdulillah, cuti bersama tahun ini cukup panjang, hampir dua minggu. Aku sudah merencanakan liburan dari jauh-jauh hari, selain ingin bersilaturahmi dengan keluarga besarku di Kota Malang aku juga ingin berekspresi sambil ber-travelling ria. Aku ingin mengeksplor tempat-tempat indah di Malang dan sekitarnya.Aku banyak mendapat informasi dari keluargaku yang tinggal di sana tentang pariwisata yang ada di sana. Menjelang sore aku sudah meninggalkan kediamanku dan bergegas ke Bandara Soetta, Cengkareng. Setelah melakukan check in dan boarding saatnya pesawat take off meninggalkan Jakarta menuju Surabaya, Tidak lupa aku menyiapkan buku guna menemaniku di dalam pesawat. Buku bertajuk dan berisi motivasi adalah buku favoritku. Salah satu yang memotivasi untuk mengejar semua impian dengan berkeliling dan menjelajah indahnya alam adalah dengan membaca buku-buku berbobot itu.Pesawat pun mendarat dengan selamat, kini saat gema takbir berkumandang aku tiba di Surabaya. Dua jam menempuh perjalanan dari Surabaya ke Malang, akhirnya sampai juga di tempat tinggal saudaraku, "Lumayan tidak perlu menginap di hotel dan bisa mengirit."Hari yang telah dinantikan pun tiba, saling bermaafan dan menikmati indahnya kebersamaan bersama keluarga besarku adalah hal yang tidak mungkin aku lupakan. Berbagai rencana yang telah kita setting untuk menikmati indahnya kebersamaan itu, salah satunya dengan berlibur ke alam raya yang tidak pernah kita kunjungi di kawasan Jawa Timur ini.Keesokan harinya kita putuskan untuk makan siang dan langsung berkunjung ke spot yang telah di tentukan, yaitu ke Pantai Sendang Biru. Pantai ini terletak 30 km di bagian selatan Kota Malang tepatnya berada di selatan Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Pantai Sendang Biru merupakan objek wisata yang berpotensi sebagai wisata alam karena memiliki pemandangan alam yang indah untuk dinikmati, sehingga pengunjung yang datang bisa menikmati panorama alam dan laut yang indah baik dengan menggunakan perahu atau tidak menggunakan perahu. Berada di sekitar pantai ini terasa bukan berada di daerah tropis, walaupun di pinggir laut tapi hawa sejuk dan semilir angin sangat membuat kami merasa berada di derah subtropis yang mempunyai beberapa musim. Aku sangat senang sekali berada di sini. Kurang rasanya bila kita tidak menikmati makan siang selama berada di sini. Ada beberapa warung makan yang sudah buka, maklum tidak semuanya buka karena masih dalam suasana Lebaran saat itu dan yang terpenting makanan di lokasi ini harganya murah, lho. Dua ikan bakar cakalang yang per ekornya mempunyai berat sekitar 2 kg hanya dihargai sekitar Rp200.00,00 saja termasuk nasi putih, sambal, dan lalapan yang bisa dikonsumsi untuk empat belas orang.Tidak hanya pantai ini kawan! Tidak jauh dari Sendang Biru ternyata ada lagi kawasan pantai yang sangat sayang untuk dilewatkan pemandangan sunsetnya, rugi sekali kalau kami tidak mampir ke sana. Berjarak sekitar 3 km dari Sendang Biru kita akan menuju Pantai Bajul Mati. Pantai Bajul Mati ini memiliki banyak kelebihan, salah satunya adalah teluk-teluk pantai yang sangat indah dan memesona serta hawa sejuk yang sangat menyegarkan. Wisata ini juga cocok untuk lokasi berkemah, menginap bersama keluarga, dan teman-teman. Area wisata yang luas dan sejuk membuat hati menjadi tenang dan segar, seakan mampu menghipnotis kita untuk tinggal di sana selamanya.Tak terasa ini sudah malam dan kami bergegas untuk kembali ke Kota Malang. Rencananya kami akan melanjutkan perjalanan ke Gunung Bromo setelah santap makan malam selesai di Kota Malang. Iring-iringan dua mobil segera meninggalkan pantai yang sungguh indah dan tidak bisa digambarkan dengan kata-kata, patut dan harus dikunjungi bagi para pecinta wisata tanah air. Aku sangat bangga mempromosikan alam kita yang indah ini. Tiga jam sudah kita lalui untuk kembali di Kota Malang, saat itu menunjukan pukul 21.00 waktu setempat, kami semua having a late dinner, bakso Malang yang terkenal itu, merupakan makan malam yang sangat nikmat. Tidak mau rugi mumpung masih di Malang dan aku pikir aku harus nikmatin semua yang namanya asli.Pukul 01.00 dini hari kami tiba di Bromo. Keberadaan Gunung Bromo dengan lautan pasirnya yang fenomenal sudah cukup lama dikenal sebagai salah satu tujuan wisata terkemuka di Indonesia. Gunung Bromo merupakan salah satu gunung yang ada di Pegunungan Tengger. Dengan ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut, panorama elok terpancar saat memandang pesona alam yang tidak akan pernah ada habisnya. Gunung Bromo berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti Brahma atau seorang dewa yang utama dan terletak dalam empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang. So glad to hear all about this dari si Bapak supir hardtop kita yang sangat ramah memberi kita panduan dan obrolan yang sangat berarti. Oya, untuk menuju Puncak Bromo ini kita memang diharuskan menyewa mobil jep (hardtop) tarifnya antara Rp300.000,00-Rp400.000,00, tergantung kita bisa negosiasi dengan para sopirnya.Menyaksikan terbitnya matahari memang merupakan peristiwa yang menarik. Buktinya, para pengunjung rela menunggu sejak pukul 03.00 menghadap sebelah timur agar tidak kehilangan momen ini karena matahari sudah menunjukan dirinya dari pukul 04.00. Siapa pun tidak selalu bisa melihat peristiwa ini karena bila langit berawan, kemunculan matahari ini tidak terlihat secara jelas. Tapi, untungnya saat kita berada disana pemandangan indah itupun tidak terlewatkan sedetik saja. Sejarah terbentuknya Gunung Bromo dan gunung-gunung yang ada di sekitarnya berawal dari keberadaan Gunung Tengger (4.000 mdpl) yang merupakan gunung terbesar dan tertinggi saat itu.Β Kemudian terjadi letusan dahsyat yang menciptakan kaldera dengan ukuran diameter lebih dari 8 kilometer. Material vulkanik letusan gunung sekarang berubah menjadi lautan pasir, konon material tersebut pernah tertutup oleh air. Aktivitas vulkanik dengan munculnya lorong magma mengakibatkan terbentuknya gunung-gunung baru seperti Gunung Bromo, Gunung Widodaren, Gunung Batok, Gunung Watangan, Gunung Kursi dan Gunung Semeru.Β Dan yang tak kalah uniknya di lembah gunung-gunung ini terdapat pura yang masih tertata apik dan tertutup untuk umum saya kira. Konon waktu terjadi letusan gunung Bromo yang terakhir kira-kira sekitar 2 bulan lalu pura ini masih utuh dan tidak menunjukkan sedikitpunΒ kerusakan, itu adalah rahasia ilahi. Aku sempat menanyakan kenapa terdapat pura di lembah ini, dan aku baru mengerti bahwa penduduk dan suku di sekitar gunung ini adalah penganut agama Hindu, satu lagi pengetahuan yang belum tentu aku dapatkan bila aku tidak sedang berada di gunung Bromo.Untuk mencapai kaki Gunung Bromo, kita tidak dapat menggunakan kendaraan. Sebaliknya, kita harus menyewa kuda dengan harga Rp70.000,00-Rp100.000,00 atau bila kita merasa kuat, kita dapat memilih berjalan kaki. Tapi, patut diperhatikan bahwa berjalan kaki bukanlah hal yang mudah, karena sinar matahari yang terik, jarak yang jauh, debu yang beterbangan dapat membuat perjalanan semakin berat. Kita juga dapat melayangkan pandangan ke bawah, dan terlihatlah lautan pasir dengan pura di tengah-tengahnya. Setelah berlama-lama di puncak, kita sudah merasa kelaparan, di bagian bawah Bromo terdapat warung-warung yang menjajakan gudeg, mie instan, air mineral dan jajanan murah. Sarapan yang indah yang ngga akan pernah lagi kita lupakan. Di belahan bumi manapun kita tidak bisa menjumpai hal serupa ini, aku sekali lagi berterima kasih atas waktu dan kesempatan yang telah Tuhan berikan untuk kita sekeluarga masih diberi waktu menikmati indahnya pemandangan itu.Puas berada di sekitar kawah dan puas foto-foto tentunya, kita putuskan untuk kembali ke villa yang telah kita sewa dan lumayan murah juga untuk sewa villa yang terdapat empat kamar tidur, kamar mandi, ruang tamu dan dapur dihargai Rp400.000,00 saja. Kami dapatkan villa itu atas tawaran calo yang berada di sekitar pintu masuk gunung tadi sebelum kita naik dengan jep. Lumayanlah, dengan kapasitas 14 orang kita masih bisa beristirahat, walaupun aku tidak bisa sedetik saja pejamkan mata setelah melihat alam raya ini dari ketinggian gunung Bromo. Villa ini adalah kepunyaan dari warga sekitar, dan si yang punya villa ini sangat baik sekali, memberikan kita buah tangan hasil kebunnya di sekitar villa. Kentang dan daun bawang yang masih segar yang baru saja dadakan dia ambil dari pekarangan belakangnya.Sayang sekali aku harus meninggalkan indahnya pegunungan ini, waktu pun tak bisa mengelaknya. Kami pulang dengan segenap kegembiraan dan ketenangan jiwa dan raga setelah menyaksikan ciptaan Sang Maha Pencipta pada salah satu keindahan alam ini, rasa yang membebani sejenak hilang. Ya, kami kembali ke kota Malang. Seling beberapa jam beristirahat dan membicarakan topik yang tak jauh dari pemandangan yang sebelumnya sudah kami saksikan. Untuk menghilangkan rasa lelah di perjalanan dan menginginkan tidur yang nyenyak, kami rencanakan untuk pergi ke kota Batu. Rasanya belum ke Malang kalau tidak ke kota apel Malang, Batu.Jam sudah menunjuk di angka 5, setelah menempuh perjalanan selama tiga jam dari Gunung Bromo. Saatnya melanjutkan perjalanan ke Puncak Batu. Puncak ini berada di Kota Batu atau sekitar 15 km sebelah barat Kota Malang. Setelah sampai di Batu, tubuhku sudah mulai menggigil akibat terpaan cuaca dingin daerah pegunungan.Tempat ini merupakan tempat favorit warga Malang khususnya, dan Jawa Timur umumnya untuk menghabiskan waktu liburan. Terletak di ketinggian 680-1.200 meter dari permukaan laut dengan suhu udara yang rata-rata 15-19 derajat Celsius. Menjadikan Puncak Batu selalu berhawa dingin. Kita mampir di sebuah pemandian air panas yang berasal dari mata air belerang alami. Cukup murah untuk bisa masuk di pemandian yang bersih ini, hanya Rp15.000,00 per orang, dan kita bisa menikmati sepuasnya berendam di air panas itu.Dari beberapa cerita yang ada, Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut sebagai Kyai Gubug Angin yang oleh masyarakat setempat akrab menyebutnya dengan panggilan Mbah Wastu. Dari kebiasaan kultur Jawa yang sering memperpendek dan mempersingkat mengenai sebutan nama seseorang yang dirasa terlalu panjang, akhirnya lambat laun sebutan Mbah Wastu dipanggil Mbah Tu menjadi Mbatu atau batu sebagai sebutan yang digunakan untuk Kota dingin ini. Melihat sejarah ke belakang, Abu Ghonaim sendiri sebenarnya berasal dari JawaTengah. Ia adalah pengikut Pangeran Diponegoro yang setia, dengan sengaja meninggalkan daerah asalnya Jawa Tengah dan hijrah di kaki Gunung Panderman untuk menghindari pengejaran dan penangkapan dari serdadu Belanda.Lengkap sudah perjalanan ini, liburan dan berkumpul dengan keluarga besarku yang memang tinggal di kota Malang, sangat mengesankan, ingin mengulanginya bila masih ada waktu dan kesempatan. Keesokan harinya adalah jadwal kembali ke Jakarta melalui Surabaya dengan berjuta kenangan dan cerita yang wajib aku ceritakan sama teman-temanku dan pecinta wisata tanah air melalui tulisan ini.












































Komentar Terbanyak
Bupati Aceh Selatan Umrah Saat Darurat Bencana-Tanpa Izin Gubernur & Mendagri
Turis Asing di Kertajati Turun, Dedi Mulyadi: Penerbangannya Kan Nggak Ada
Temuan Kemenhut Soal Kerusakan Hutan Sumatera, Bukan Cuma Faktor Cuaca