Jakarta - Berawal dari sekadar iseng posting ajakan jalan ke Selo, Boyolali untuk menikmati keindahan alam yang berlatar belakang Gunung Merapi dan Merbabu. Racun disebar ke Wuntat, Wawis, dan Untung yang merupakan teman jalan sejak lama. Dalam perjalanan racun menyebar dengan cepat, sehingga Agung dan Widi dari Jogjapun tertarik untuk ikut. Perjalanan menuju Boyolali cukup dihiasi dengan perjuangan menembus macetnya arus balik Sabtu sore di sepanjang Jalan Solo-Semarang. Jalur yang seharusnya hanya untuk dua lajur berubah menjadi tiga lajur ditambah satu lajur jalan "acak adut" yang dilewati motor. Saya sebut acak adut karena memang beberapa kali jalur yang saya lewati tersebut hanya berupa jalan tanah, kadang berpasir kadang juga berbatu dan seringkali harus melewati penghalang alam berupa batang pohon. Sesampainya di Salatiga, perjalanan melewati Jalur Kopeng cukup lancar. Jalannya yang berliku-liku dan menanjak tampaknya kurang disukai para pemudik karena saya hanya berpapasan dengan sedikit mobil dan motor. Mungkin juga karena jarum jam sudah menunjukan pukul 22.00 WIB lebih sehingga hawa dingin dan gelapnya jalan mengurangi minat para pemudik untuk melewati jalan alternatif Salatiga-Magelang ini. Selepas Kopeng saya mengarahkan motor melewati jalan yang menuju ke Ketep Pass. Sepanjang jalan kurang lebih 9 km ini saya sama sekali tidak berpapasan dengan kendaraan lain. Namun, saya merasa beruntung karena cuaca saat itu cukup bersahabat. Kabut tipis yang sempat muncul dan membuat perasaan sedikit was-was berlangsung singkat dan masih cukup aman untuk jarak pandang. Sekitar 15 menit kemudian lampu-lampu Ketep Pass sudah mulai terlihat di antara kabut malam. Sayang, Untung tidak bisa ikut karena dalam menempuh perjalanan arus balik pemudik ke Jakarta, Wuntat juga pamit karena ibunya sedang sakit, sedangkan Wawis pamit karena mengantar saudara. Jadilah saya hanya ditemani oleh Agung yang juga menyempatkan diri membawa tenda lafumanya. Sebenarnya saya sudah berniat, kalau memang tidak bisa semua saya membatalkan keluyuran malam ke Selo ini. Tapi, karena sudah terlanjur ditunggu Agung di pertigaan Ketep maka jadilah kami berdua yang akan kelayapan malam ini. Niat awal di Solo saya batalkan dan memilih hanya menunggu di Ketep saja dengan beberapa pertimbangan, antara lain jalan yang cukup jauh ke Solo, kondisi malam yang berubah-ubah, kadang terdapat kabut tebal, dan juga karena banyak warung makan penjaja jagung yang masih buka sehingga bisa dipakai untuk basecamp. Paling tidak sekadar melepas penat, syukur-syukur bisa menumpang untuk bermalam di rumah-rumahannya. Jadilah malam itu kami melipir dan ngobrol-ngobrol sambil ditemani jagung bakar manis pedas dan juga kopi hangat yang masih mengepul di warung Mbah Samirah. "Biasane nipun kathah bintang mboten Buk?" (biasanya banyak bintang tidak bu?), kataku melihat langit yang seakan menyerupai kegelapan abadi."Kathah Mas sekedap maleh, biasane jam kalehwelas nopo jam setunggal bintange kathah sanget" (banyak mas, biasanya sekitar jam 12 atau 1-an bintangnya banyak sekali), balas Mbah Samirah. "Meriki niki anget-anget njih kathah Mas" (di sini yang "hangat-hangat" juga ada banyak mas), timpal Mbah Samirah."Nopo niku Buk?" (apa itu bu?) tanya Agung penasaran. Kalau sore katanya sering ada beberapa pasangan yang melakukan aktivitas yang bisa membuat hangat di sekitar tempat itu.Obrolan akrab dengan Mbah Samirah sesekali ditimpali tawa lepas. Seakan sedikit melupakan dinginnya udara malam pegunungan. Lampu-lampu di kaki Gunung Merbabu dan Merapi seakan mengobati hati yang masih gundah melihat langit yang belum juga menampakan tanda-tanda adanya bintang yang akan muncul. Kantuk dan pegal-pegal disertai dinginnnya udara pagi merupakan kombinasi yang cukup ampuh untuk tidur. Pukul 02.00 WIB kuputuskan untuk merebahkan badan dan berharap nanti bangun pukul 04.00 WIB dengan kondisi yang lebih baik.Sekitar jam empat kurang sedikit ketika Agung juga sudah terbangun dari tidurnya, udara masih dingin. Tapi, beruntung langit cukup cerah. Bintang yang bertebaran muncul di atas langit seakan menjawab doa sebelum tidurku tadi.
Komentar Terbanyak
Potret Sri Mulyani Healing di Kota Lama Usai Tak Jadi Menkeu
Keunikan Kontol Kejepit, Jajanan Unik di Pasar Kangen Jogja
Perjuangan Palestina Merdeka: 157 Negara Mendukung, 10 Menolak, 12 Abstain