Seminar dan Festival Internasional Keberagaman Mencari Alternatif Mengatasi Konflik

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Seminar dan Festival Internasional Keberagaman Mencari Alternatif Mengatasi Konflik

Warisan Indonesia - detikTravel
Senin, 21 Nov 2011 15:34 WIB
loading...
Warisan Indonesia
Jakarta - Sebagai negara yang diberi kekayaan banyak suku bangsa, keanekaragaman budaya bukanlah hal asing di Indonesia. Toh, masih banyak terjadi konflik di sejumlah daerah, yang penyebabnya adalah ketidakcocokan antaretnik."Penghargaan mengenai keanekaragaman budaya terkesan masih merupakan wacana sebagai legitimasi untuk mendukung otonomi daerah. Namun, di balik itu, khazanah kebudayaan daerah masih dianggap sepele dan tetap terpinggirkan," ujar Prof. Pudentia Maria Purenti Sri Sunarti, MA, pendiri dan Ketua Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).Di beberapa daerah di Indonesia, menurut Pudentia MPSS, masih ada wilayah budaya yang dianggap terasing, primitif, dan dianggap sebagai komunitas kecil berhadapan dengan dominasi budaya lain yang didukung oleh komunitas besar. "Padahal, dalam kenyataannya, komunitas kecil tersebut justru mampu menjaga dan melindungi kekayaan budayanya," tambah Pudentia MPSS, salah satu peneliti tradisi lisan dari Universitas Indonesia.Keprihatinan itulah yang mendorong ATL bergandengan tangan dengan Universitas Haluoleo (Kendari) menyelenggarakan seminar dan festival "Celebrating Diversity" (merayakan keberagaman) di Kendari pada 8-10 September 2011. Apalagi, Sulawesi Tenggara, yang di dalamnya terdapat lima etnik besar, yaitu Tolaki Mekongga, Muna, Buton, Moronene, Bugis-Makassar, ditambah Jawa dan Bali, yang berpotensi konflik.Tantangan Besar Dalam seminar tersebut, Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal mengakui, tradisi lisan dengan muatan berbagai nilai moral berperan penting membangun karakter bangsa. "Kita lupa, Indonesia gudangnya pluralisme yang dapat menjadi guru bagi bangsa lain mengenai keharmonisan," ujar Fasli Djalal. Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam juga menyambut hangat pertemuan yang melibatkan pembicara mancanegara yang mengisi diskusi bersama Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Kedudukan tradisi lisan sebagai bagian dari warisan budaya bangsa sudah ditetapkan di dalam Konvensi UNESCO sejak 17 September 2003."Dalam era teknologi dan informasi yang tumbuh pesat saat ini, kebudayaan daerah menghadapi tantangan yang sangat besar," ujar H. Nur Alam, dalam salah satu bagian sambutannya.Pertemuan ilmiah ini juga menghadirkan dialog dengan semua bupati di Sulawesi Tenggara, sebagai wakil dari berbagai etnik yang ada di Sulawesi Tenggara. Dialog ini menghasilkan deklarasi yang dibacakan oleh perwakilan berbagai etnik Indonesia, yaitu Buton, Tolaki, Toraja, Bajo, Jawa, Papua, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Madura, Sunda, Bali, Muna, Manado, Aceh, Makassar, Batak, Bugis, Flores, dan Banten. Isi deklarasi, antara lain, "Kita semua bersaudara, kita bersama di bawah satu langit, bersama-sama dalam keragaman untuk menjaga kedamaian". (WI/Rita Sri Hastuti)β€” Baca artikel lengkapnya di Majalah Warisan Indonesia Vol.01 No.10 β€” (travel/travel)

Hide Ads