Setiap tahunnya, ribuan wisatawan berbondong-bondong ke Afrika untuk menyaksikan langsung kehidupan satwa liar. Itulah yang membuat hewan berubah saat dekat wisatawan
Bagi sebagian besar dari mereka, melihat singa dan hyena di habitat alaminya adalah impian besar yang ingin diwujudkan. Taman Nasional Etosha di Namibia menjadi salah satu destinasi favorit, karena memberikan kesempatan terbaik untuk melihat predator ikonik ini dari dekat.
Wisatawan biasanya berkumpul di sekitar kubangan air buatan atau di sepanjang jalur utama taman, berharap dapat mengamati hewan-hewan yang sebelumnya hanya mereka lihat lewat layar televisi atau dokumenter alam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pernahkah kita berpikir bagaimana perasaan para predator itu terhadap keberadaan manusia yang terus-menerus mengamati mereka? Penelitian terbaru menunjukkan bahwa reaksi mereka mungkin tidak seperti yang kita bayangkan.
Predator Menyesuaikan Diri dengan Kehadiran Wisatawan
Mengutip Earth.com, Minggu (3/8/2025) sebuah studi yang dipimpin oleh Universitas Georgia (UGA) mengungkapkan bahwa singa dan hyena menunjukkan penyesuaian perilaku sebagai respons terhadap aktivitas wisata.
Penelitian tersebut menjelaskan keterkaitan kompleks antara kebiasaan predator, akses terhadap air, keberadaan jalan, dan kehadiran manusia.
"Pesan utama dari penelitian ini bukanlah bahwa pariwisata itu buruk. Hewan-hewan pemangsa besar membutuhkan ruang yang luas untuk berburu dan menjelajah, dan pariwisata justru menjadi penopang ekonomi utama di banyak negara," ujar Jim Beasley, salah satu penulis studi sekaligus profesor di Fakultas Kehutanan dan Sumber Daya Alam Warnell, UGA.
Dalam penelitian yang dilakukan selama delapan tahun, para peneliti melacak pergerakan 14 ekor singa dan 9 ekor hyena menggunakan kalung GPS. Mereka menganalisis pola pergerakan hewan-hewan ini dalam berbagai musim dan waktu.
Hasilnya menunjukkan bahwa faktor lingkungan seperti vegetasi dan ketersediaan air memiliki pengaruh lebih besar terhadap perilaku predator dibandingkan tingkat aktivitas wisatawan.
Singa, misalnya, lebih suka berkeliaran di area yang memiliki vegetasi rendah, meskipun mereka dikenal sebagai predator penyergap. Vegetasi yang terlalu lebat bisa justru menyulitkan perburuan karena menghalangi pandangan dan pergerakan.
![]() |
Sebaliknya, hyena lebih memilih wilayah hutan atau berumput lebat. Habitat seperti itu kemungkinan membantu mereka berlindung dari panas matahari dan tetap tersembunyi dari ancaman.
Singa dan Hyena Punya Strategi Berbeda
Ketika musim kemarau maupun musim hujan, singa tetap menunjukkan ketertarikan tinggi terhadap sumber air, baik untuk kebutuhan minum maupun peluang berburu. Sumber air menjadi titik pertemuan alami antara berbagai jenis satwa liar, termasuk mangsa mereka.
Hyena cenderung tidak bergantung pada air minum secara langsung. Mereka mampu memperoleh cairan dari mangsa yang mereka buru, sehingga tidak terlalu terpaku pada lokasi kubangan air.
Para peneliti menduga, hyena mungkin sengaja menghindari area tersebut untuk mengurangi kemungkinan bertemu atau bersaing dengan singa.
Perbedaan perilaku itu menunjukkan bahwa meskipun hidup di lanskap yang sama, setiap spesies memiliki strategi sendiri dalam menghadapi tekanan lingkungan dan interaksi antar-spesies.
![]() |
Menghindari Jalan Ramai saat Musim Kunjungan
Penelitian juga menemukan bahwa baik singa maupun hyena memanfaatkan jaringan jalan di taman nasional untuk berpindah tempat dengan lebih efisien. Namun, selama musim kemarau, ketika jumlah kendaraan wisata meningkat, kedua predator cenderung menghindari jalan-jalan utama.
Singa lebih sering terlihat di dekat jalan sekunder yang lebih sepi tetapi tetap memberikan akses ke sumber daya penting seperti air. Hyena yang dikenal lebih sensitif terhadap keberadaan manusia, juga menjauh dari jalur utama saat lalu lintas wisatawan sedang tinggi.
Menariknya, saat musim hujan tiba dan jumlah pengunjung menurun, singa dan hyena tampak lebih bebas menggunakan jalan utama dan sekunder.
Taman Nasional Etosha setiap tahunnya menerima lebih dari 200.000 pengunjung. Seiring waktu, sebagian satwa mulai menunjukkan tanda-tanda pembiasaan terhadap kehadiran manusia dan kendaraan.
Penelitian terdahulu di taman itu mencatat bahwa beberapa spesies seperti impala, gajah, dan hyena mulai menunjukkan toleransi terhadap manusia. Bahkan, ada singa yang tampak tidak terganggu sama sekali oleh wisatawan.
Namun, adaptasi ini bukan tanpa risiko. Satwa yang terlalu terbiasa dengan manusia bisa terdorong untuk keluar dari batas aman taman nasional, yang meningkatkan kemungkinan interaksi berbahaya di wilayah pemukiman atau pertanian.
Memahami pola dan perubahan perilaku tersebut sangat penting untuk membantu pengelola taman merancang jalur wisata, titik pengamatan, dan aturan kunjungan yang aman baik bagi manusia maupun satwa.
Menjaga Keseimbangan antara Wisata dan Konservasi
"Habitat alami predator besar ini adalah kawasan penting, baik dari sisi konservasi maupun ekonomi melalui pariwisata. Pariwisata menyumbang pendapatan yang sangat besar bagi banyak negara, dan banyak orang ingin menyaksikan langsung predator besar di alam bebas," kata Beasley.
Namun, ia menambahkan, meski pengamatan satwa liar menjadi daya tarik utama, penting untuk menyadari dampak tersembunyi dari aktivitas manusia di habitat alami.
Penelitian menunjukkan bahwa perilaku predator bukanlah hasil dari pergerakan acak. Pilihan tempat mereka berkeliaran mencerminkan keputusan yang kompleks, mempertimbangkan keamanan, ketersediaan makanan, serta gangguan dari manusia.
![]() |
"Karnivora besar sangat rentan terhadap tekanan yang berasal dari aktivitas manusia, yang kian meningkat di wilayah Afrika," tulis para peneliti dalam studi mereka.
"Dengan meningkatnya interaksi manusia dan satwa liar akibat pariwisata berbasis alam, pemahaman yang lebih mendalam terhadap pilihan habitat predator menjadi kunci dalam merancang strategi konservasi yang efektif," lanjutnya.
Komentar Terbanyak
Study Tour Dilarang, Bus Pariwisata Tak Ada yang Sewa, Karyawan Merana
Penumpang Pria yang Bawa Koper saat Evakuasi Pesawat Dirujak Netizen
Koper Penumpangnya Ditempeli Stiker Kata Tidak Senonoh, Transnusa Buka Suara