Bagi pendatang seperti saya, apalagi baru pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta, bangun di subuh buta itu benar-benar di luar kebiasaan. Tapi hari ini adalah hari yang tidak biasa. Saya bangun subuh-subuh supaya bisa sampai ke Muara Angke tanpa terjebak macet.
Macet. Saya mendengarnya seperti sebuah momok menakutkan yang harus dihindari. Saya membayangkan macet berjam-jam dan kepanikan ditinggal kapal menuju Pulau Pramuka. Mau jadi apa petualangan ini kalau kami terjebak macet? Syukur saya bisa bangun pukul tiga subuh, berangkat pukul empat dan tiba di Muara Angke pukul enam.
Meninggalkan kota Jakarta dengan jalan mulus dan gedung-gedung tinggi lalu kami disambut dengan pemandangan khas pinggiran : pasar ikan Muara Angke. Penjual dan pembeli ikan, pedagang asongan, penjual nasi uduk, mbok-mbok penjual jamu dan tukang becak lalu lalang di jalanan yang tergenang air berwarna coklat. Kios-kios reot yang dibangun seperlunya saja menempel di bangunan pasar menjadi pemandangan yang sangat kontras dengan bangunan-bangunan tinggi di belakangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kami menumpangi Kapal Radja Express. Saya pikir, kami akan menaiki kapal ferry yang besar. Rupanya kapal yang dimaksud adalah kapal kayu penumpang biasa yang memuat lebih kurang 30 orang. Pukul 7.25 kami berlayar dengan penumpang sudah siap tidur pulas di lantai.
Sepuluh menit meninggalkan dermaga, suara mesin kapal tiba-tiba tersendat. Kata Zaki ini adalah hal biasa yang terjadi karena ada sampah yang menyangkut di baling-baling mesin. Selama 20 menit kemudian saya pun menjadi terbiasa dengan pemandangan sampah-sampah plastik yang bertebaran di laut.
Pulau pertama yang kami lewati adalah Pulau Bidadari. Resort-resortnya dibangun di atas laut yang menghadap kota Jakarta dan...sampah yang mengapung. Melewati pulau Onrust dan Untung Jawa, kondisi laut mulai berombak-ombak, saya memutuskan untuk tidur daripada nanti saya mabuk laut.
Pukul 10.25, kami tiba di Pulau Pramuka. Seperti yang saya harapkan, laut berwarna biru dan hijau tosca jernih menyambut kami di Dermaga Pulau Pramuka. Ikan-ikan dan terumbu karang terlihat jelas dari atas dermaga. Rasanya ingin segera mencoba snorkling!
Kami disambut oleh Pak Rahmat, pria berperawakan gempal ini rupanya sudah menunggu kami. Beliau punya homestay yang sangat asri, dikelilingi pohon-pohon yang membuat suhu udara di dalamnya terasa hangat. Di tengah-tengah halamannya, dibangun sebuah bale-bale yang atapnya terdiri dari dua lembar kain yang diikatkan di pohon-pohon. Kalau di malam hari, lampu-lampu dinyalakan, sorotan lampu dari pohon-pohon di areal Ody Dive ini membuat suasana malam sangat rileks.
Kami duduk di bale-bale sambil membicarakan tentang rencana untuk mengunjungi beberapa pulau dan mencari solusi beberapa masalah yang menjadi kendala perjalanan kami. Pak Rahmat bersedia mengantarkan kami besok dan membantu kami untuk bisa masuk ke Resort Pulau Sepa. Setelah ngopi sebentar, kami diantarkan ke lokasi snorkling yang letaknya cuma tiga puluh meter dari homestay.
Ini yang saya tunggu-tunggu, snorkling! Terumbu karangnya lumayan bagus, sangat disayangkan masih ada sampah-sampah yang mengganggu pemandangan seperti kaleng minuman, plastik kresek dan tali kapal yang membelit terumbu karang. Dari cerita Pak Rahmat, ketika musim angin timur, sampah-sampah buangan Jakarta menumpuk di pulau-pulau. Ketika musim angin barat, sampah-sampah ditarik lagi ke daratan Jakarta.
Menurut saya kondisi seperti ini bisa dijadikan program pembersihan laut berkala oleh dinas kebersihan dan dinas-dinas terkait lainnya. Banyak program yang bisa dilakukan kalau saja pemerintah mau lebih aktif dan peduli dengan isu lingkungan saat ini. Apalagi untuk memajukan pariwisata di wilayah Kepulauan Seribu dan di Kota Jakarta itu sendiri.
Mungkin basi sekali jika saya menyarankan untuk menjaga kebersihan mulai dari diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Terlalu sering kita dengar hal seperti ini. Tapi cuma itu satu-satunya cara paling mudah untuk membantu orang lain untuk mau melakukan hal yang sama. Intinya, membantu diri sendiri juga membantu orang lain berbuat kebersihan adalah peduli pada lingkungan.
Ada beberapa program peduli lingkungan dan industri rumah tangga yang saya temukan di pulau ini. Program Pelestarian Penyu Sisik, Rumah Daur Ulang yang mendaur ulang sampah menjadi barang-barang yang bisa dipakai kembali. Saya juga melihat ada beberapa rumah yang menyediakan bibit mangrove. Jika mau lebih aktif lagi, kita bisa mencontoh program homestay yang dijalankan negara tetangga. Homestay di pulau pramuka mungkin bisa diisi dengan berbagai kegiatan tambahan seperti penanaman mangrove, pembersihan pantai dan terumbu karang atau membuat kerajinan tangan atau belajar pembuatan makanan khas lokal.
Saya rasa ini menarik sekali bagi jika bisa dilaksanakan. Homestay yang dikemas dalam sebuah paket. Selain dapat membantu perekonomian masyarakat lokal juga bisa membantu pelestarian lingkungan serta memberikan pengalaman yang berbeda bagi pengunjung. Semoga suatu saat nanti hal ini bisa terwujud.












































Komentar Terbanyak
Awal Mula PB XIV Purbaya Gabung Ormas GRIB Jaya dan Jadi Pembina
Fadli Zon Bantah Tudingan Kubu PB XIV Purbaya Lecehkan Adat dan Berat Sebelah
5 Negara yang Melarang Perayaan Natal, Ini Alasannya