Pantai Lagoi, Pantai Trikora dan Wihara Dharma Sasana

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Windarto|6150|KEP. RIAU|12

Pantai Lagoi, Pantai Trikora dan Wihara Dharma Sasana

Redaksi Detik Travel - detikTravel
Jumat, 22 Jul 2011 14:41 WIB
loading...
Redaksi Detik Travel
Indahnya pantai Lagoi di utara Pulau Bintan
Koral-koral di Pantai Trikora
Bukit Kerang ini merupakan sampah dapur masyarakat prasejarah, Kawal Darat
Senja di Sungai Carang, Tanjung Pinang
Wihara Konghucu di bagian depan Wihara Dharma Sasana, Senggara
Buddha dan Kwan Im di Wihara Dharma Sasana, Senggara
Pantai Lagoi, Pantai Trikora dan Wihara Dharma Sasana
Pantai Lagoi, Pantai Trikora dan Wihara Dharma Sasana
Pantai Lagoi, Pantai Trikora dan Wihara Dharma Sasana
Pantai Lagoi, Pantai Trikora dan Wihara Dharma Sasana
Pantai Lagoi, Pantai Trikora dan Wihara Dharma Sasana
Pantai Lagoi, Pantai Trikora dan Wihara Dharma Sasana
Jakarta -
Selasa, 28 September 2010. Hari ke dua penjelajahan kami di Kepulauan Riau, masih di Pulau Bintan dan masih di Resort Bintan Lagoon. Setelah main sebentar di Pantai Lagoi kami langsung cek out jam 9 pagi.
Rasanya masih ingin menceburkan diri di Pantai Lagoi, karena sore sebelumnya hujan dan belum sempat bersenang-senang di pantai nan Indah ini. Pantai Lagoi memang indah, pantai yg cukup panjang ini pasirnya putih, ombaknya tenang juga airnya jernih, pantas saja diminati wisatawan asing karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dengan Singapura dan Johor di Malaysia sehingga seluruh transaksi yang berhubungan dengan uang pun menggunakan Dollar Singapura.
Dengan menyewa mobil untuk satu hari, kami menuju Tanjung Pinang untuk mengunjungi beberapa tempat menarik lainnya, diantaranya Bukit Kerang, Pantai Trikora, Dihara Dharma Sasana, Kota Lama, dan Museum Sultan Badrul Alamsyah.
Perjalanan dengan mobil sangat lancar, karena di sepanjang jalan jarang dijumpai kendaraan lain, mungkin hanya satu atau dua motor warga setempat yang bersliweran, mirip Jakarta waktu lebaran. Tapi yang membedakan adalah bahwa disini udara masih segar, karena di samping kanan dan kiri jalan hanya ada hutan dan perkebunan sawit, belum lagi jalanannya yang naik turun mengikuti kontur tanah yang naik turun bukit, mirip bukit teletubbies.
Sekitar jam 10.30 kami sampai di Pantai Trikora, sebuah pantai nan cantik di timur Pulau Bintan. Di pinggir jalan sepanjang bibir pantai terlihat jejeran ikan teri yang sedang dijemur nelayan setempat, sementara pantai wisatanya sendiri sekitar 300 meter dari pemukiman lokal.
Pada hari libur sekolah pantai ini akan ramai dikunjungi wisatawan. Tapi kali ini memang berkah, wisatawannya hanya kami jadi seperti punya pantai pribadi. Selain pasirnya yang putih, pantai ini juga memiliki batu-batu koral yang cukup besar. Ada yang di bibir pantai ada juga yang di tengah laut.
Puas berenang menuju koral-koral di tengah laut Pantai Trikora, perjalan kami lanjutkan dan tujuan berikutnya adalah Bukit Kerang di Kampung Kawal Darat. Tidak ada transportasi umum menuju Bukit Kerang karena letaknya di tengah perkebunan kelapa sawit, dari jalan utama pun masih harus masuk jauh dan jalannya pun masih tanah merah kadang ada lubang-lubang genangan air, khas jalan-jalan di perkebunan sawit. Tanpa warga setempat yang menunjukkan jalan, mungkin kami akan tersesat ditengah belantara sawit.
Bukit kerang tepat berada di perkebunan kelapa yang di kelilingi perkebunan sawit. Dipagari kawat berduri yang dibuat oleh dinas pariwisata setempat dan diluarnya terdapat papan keterangan mengenai Bukit Kerang. Bukit ini tidak begitu tinggi, mungkin hanya sekitar 5 meter dengan diameter 6 meter. Dari namanya pun orang sudah dapat menduga kalau bukit ini berasal dari kerang, hanya saja jarang sekali orang yang mengetahui lokasi bukit ini, sehingga terlihat tidak terawat karena tidak begitu diperhatikan oleh dinas setempat. Menurut keterangan pada papan yang dipasang di sisi bukit, cangkang-cangkang kerang tersebut adalah tumpukan sampah dapur orang-orang purba sekitar 3000 tahun lalu. Kalau sekarang mungkin istilahnya tempat sampah. Menurut penuturan Pak Masrukin, warga setempat yang mengantarkan kami ke bukit ini, pemerintah setempat sudah akan menyiapkan transportasi berupa sebuah "speed boat" yang akan melintasi sungai didekat lokasi untuk mempermudah akses ke tempat ini, sehingga tanah-tanah disekitar kawasan ini pun nantinya akan di beli pemerintah setempat untuk pengembangan kawasan ini.
Ada cerita yang unik di Bukit Kerang, menurut pak Masrukin. Belum lama ini ada proses penggalian Bukit Kerang oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab karena mengira di dasar bukit ini tersimpan harta karun peninggalan Jepang. Tapi baru menggali lubang sebesar pintu rumah dan sedalam kurang lebih 2 meter, orang yang menggali tersebut sakit dan akhirnya meninggal dunia. Sehingga proses penggalian tidak dilanjutkan dan sekarang bekas penggalian tersebut terlihat seperti pintu masuk bunker maut di lereng Gunung Merapi.
Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Beberapa tempat wisata masih banyak, sementara kami baru sampai setengah perjalanan. Sementara untuk mencapai Senggarang, dimana terdapat Vihara Dharma Sasana harus ditempuh sekitar 1 jam.
Sampai di Senggara, kami langsung masuk ke Vihara Dharma Sasana. Pada pintu masuk Vihara terdapat bangunan Gerbang khas Tionghoa yang didominasi warna kuning dan merah dengan tembok pagar yang dihiasi patung-patung hewan yang mewakili 12 shio dalam kepercayaan orang Tionghoa. Di lokasi ini terdapat beberapa bangunan persembahyangan bagi 2 umat. Tiga bangunan Vihara yang ada di bagian depan merupakan rumah ibadah bagi penganut Konghucu, sementara 1 bangunan Vihara yang terletak lebih tinggi dari 3 Vihara di bagian depan merupakan tempat persembahyangan pemeluk Buddha. Disamping kiri Vihara Buddha ini terdapat patung Buddha sedang duduk bersila yang cukup besar, setinggi kurang lebih 5 meter sementara di belakangnya ada patung Dewi Kwan Im dengan tangan-tangannya yang cukup banyak dengan tinggi yang kurang lebih sama dengan patung Buddha di depannya.Vihara ini ramai dikunjungi peziarah ketika perayaan Imlek dan perayaan ulang tahun Konghucu. Sementara yang beribadah disini pun tidak hanya masyarakat setempat, tapi ada juga orang dari Riau, Medan, Jakarta, Batam, Singapura, bahkan Malaysia.
Tujuan selanjutnya dari Senggarang adalah kota Tanjung Pinang. Dari Senggarang sendiri untuk menuju Tanjung Pinang harus memutar jauh sekitar 45 menit perjalanan, karena 2 kawasan ini dipisahkan oleh semacam teluk yang disebut Sungai Carang. Sementara dengan menggunakan transportasi laut mungkin hanya sekitar 10 sampai 15 menit. Sebelum sampai di kota Tanjung Pinang, kami mampir sebentar ke Jembatan yang baru dibangun dan belum selesai dibangun di belakang Rumah Sakit provinsi yang juga belum selesai dibangun. Jembatan ini membelah Sungai Carang. Tapi karena kami tiba di lokasi ini sudah magrib, sehingga penyusuran Sungai Carang untuk mengulik sejarah kerajaan Johor Riau pun kami tunda, karena sudah gelap dan tidak memungkinkan untuk menyewa pompong (perahu) sehingga kami putuskan untuk langsung cek in di Panorama Hotel di Kota Tanjung Pinang.
Sebenarnya untuk mengeksplorasi tempat wisata dari pantai Trikora hingga ke Senggarang dan Tanjung Pinang butuh setidaknya 2 hari. Apalagi ditambah penyusuran Sungai Carang, yang dulunya terdapat kerjaan Johor Riau, banyak pelajaran yang dapat diambil dari situs-situs bersejarah tersebut.
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads