Β
Berjalan beberapa meter setelah turun dari speedboat, gereja indah menyambut kami di depan perkampungan. Jalan kecil yang bersih di TapinBini banyak dilewati anjing-anjing yang sedang bermain-main. Anjing memang bebas berkeliaran di desa yang mayoritas penduduknya kristen ini.
Β
Saya dan teman perjalanan saya, Yuga dan pendamping kami, Gary akan menghabiskan malam ini di TapinBini. Jangan bayangkan kami akan bermalam di penginapan komersil. Tidak ada penginapan di TapinBini, sehingga kami harus menginap di rumah warga. Kami pun akan bermalam di rumah pasangan Kakek Henoch dan Nenek Miar. Pasangan ini memang terbiasa menerima wisatawan, baik asing maupun wisatawan lokal bermalam di rumah mereka.
Β
Mereka menyediakan kasur yang ditempatkan di ruang tamu rumah. Setelah menaruh barang-barang pada pukul 16.00 WIB, kami-pun berkeliling TapinBini. Jalanan2 kecil yg berada disini sungguh bersih. Setiap melewati warga, mereka pasti dengan ramah bertanya tentang tujuan kami,dan dengan semangatnya menjawab semua pertanyaan yang kami ajukan.
Β
Setelah beberapa jam kami berkeliling melihat-lihat rumah panjang, adat Suku Dayak, dan bermain di riam sungai Lamandau yang airnya sungguh menyejukkan, kami kembali ke tempat nenek dan kakek untuk mencharge barang2 elektronik kami. Yup, di TapinBini, listrik hanya menyala pada pukul 18.00-24.00 WIB.
Β
Sambil 'bergelut' dengan barang2 elektronik, kami mengobrol dengan pasangan ini. Kakek yang sudah berusia 74 tahun namun masih terlihat segar, ternyata dulunya seorang guru sekolah dasar selama 40 tahun, sedangkan nenek bekerja
di ladang menanam padi. Mereka menceritakan semua sejarah TapinBini kepada kami, bagaimana adat istiadat disana serta kehidupan masyarakat.
Β
Sungguh takjub saat mendengar cerita mereka mengenai adat, ritual dan sejarah Kalimantan, tak ada satupun pertanyaan kami yang tak dapat dijawab oleh kakek-nenek ini.Perbincangan kami berakhir saat akhirnya listrik kembali mati pada pukul 24.00 WIB.
Β
Saat mentari telah bersinar pada Rabu,13 Oktober 2010, nenek menyiapkan sarapan berupa roti hangat buatannya dan segelas teh panas. Sungguh baru pertama kali saya merasakan roti hangat buatan tangan yang paling enak. Keramahan mereka-pun ditambah dengan tak menetapkan harga untuk membayar biaya kami menginap. Nenek Miar hanya berkata 'Terima kasih sudah memberi, dan Terima Kasih jika tidak memberi'
Mungkin di TapinBini tidak ada penginapan bintang 5, namun kami menemui banyak 'hati' ramah berbintang 5 dari warganya.












































Komentar Terbanyak
Awal Mula PB XIV Purbaya Gabung Ormas GRIB Jaya dan Jadi Pembina
Fadli Zon Bantah Tudingan Kubu PB XIV Purbaya Lecehkan Adat dan Berat Sebelah
5 Negara yang Melarang Perayaan Natal, Ini Alasannya