Bulan Mei 2011 kemarin saya melakukan perjalanan ke Pulau Miangas. Pulau ini hanya memiliki luas 3KM persegi dan bagian dari provinsi Sulawesi Utara. Letak pulau ini lebih dekat ke filipina (sekitar 50 Mil laut), sementara jarak terdekat dengan pulau di Indonesia sekitar 150 Mil Laut.
Pada jaman penjajahan belanda, terjadi sengketa antara Belanda dengan Amerika Serikat (yang saat itu menguasai Filipina). Namun setelah di bawa ke Mahkamah Internasional tahun 1925, maka diputuskan Miangas adalah bagian dari Hindia Belanda. Pihak Amerika Serikat menerima keputusan tersebut. Pada tahun 1976 Filipina dan Indonesia membuat protokol perjanjian ekstradisi yang memperkuat status Pulau Miangas yang menjadi bagian dari negara Indonesia.
Untuk sampai ke pulau kecil ini saya harus berlayar dua malam dari Pelabuhan Bitung, Manado menggunakan Kapal Motor. Saya beruntung karena saat itu cuaca sedang bersahabat dan ombak tidak terlalu besar. Saya sempat berbincang dengan ABK (anak buah kapal) yang menceritakan pelayaran ke Miangas saat ombak sedang tidak bersahabat: "kalau ombaknya sedang tinggi biasanya piring-piring beterbangan, TV pernah juga terbanting, sayapun sampai terjungkal dari kasur saat saya tidur, ini sih ngga ada apa-apa nya, mbak ". Hati saya berceletuk: "cuaca bagus begini saja goyangan kapalnya sudah membuat saya 2x mabuk laut...ckckck..."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjuangan yang cukup besar untuk sampai ke Pulau ini terbayar dengan pemandangan yang mempesona. Belum turun dari kapal, saya sudah disuguhi warna laut yang sangat indah, lautnya berwarna biru-unik, mungkin pantulan pasir putih yang berasal dari dasar laut.
Dekat dengan dermaga, terdapat Monumen Santiago (Monumen NKRI). Monumen yang baru saja diresmikan tahun 2009 menggambarkan Raja Santiago, Raja dari KerajaanΒ Manganitu, Sangihe pada tahun 1670. Beliau adalah pahlawan yang paling keras menentang VOC. Karena keberanian tersebut, beliau dihukum--kepalanya dipancung di depan rakyatnya sendiri. dibagian bawah Monumen ini bertuliskan kata-kata beliau "Biar saya mati digantung. Tidak mau tunduk kepada penjajah"
Setelah menghabiskan waktu di dermaga dan Monumen Santiago, saya menyusuri Pantai sebelah barat yang menghadap langsung ke Filipina. Menurut masyarakat setempat, pantai ini memiliki pemandangan yang paling indah dibanding bagian lain di Pulau ini. Benar sekali!Saya amazed dengan pemandangan pantai ini. Pantai dengan pasir putih...sangat putih! Warna laut yang dhiasi gradasi tiga warna: Bening-kristal, biru muda (pada bagian dangkal), dan biru tua di bagian laut yang lebih dalam. Tidak berlebihan saya 'menobatkan' pantai ini sebagai pantai terindah yang pernah saya kunjungi. Konon kabarnya jika cuaca cerah pada malam hari, masyarakat bisa melihat kerlap-kerlip lampu dari negara tetangga. Oh iya, di Pantai ini juga dibangun dua tuguΒ lainnyaΒ yang bersebelahan dan memiliki tema sama: Nasionalisme, lengkap dengan Lambang Garuda Indonesia, dan Peta Indonesia.
Setelah dari pantai barat, saya menyusuri jalan di dalam Pulau ini untuk kembali ke Dermaga. Dalam perjalanan, ada bangunan yang mengalihkan pandangan saya. Republic of The Philippines: Border Crossing Section, dengan hiasan bendera filipina dan Indonesia berdampingan di halamannya.
(travel/travel)












































Komentar Terbanyak
Awal Mula PB XIV Purbaya Gabung Ormas GRIB Jaya dan Jadi Pembina
Fadli Zon Bantah Tudingan Kubu PB XIV Purbaya Lecehkan Adat dan Berat Sebelah
Wisata Guci di Tegal Diterjang Banjir Bandang, Kolam Air Panas sampai Hilang!