Pengancam yang Cantik di Papandayan

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Yulastriany|12707|JABAR|16

Pengancam yang Cantik di Papandayan

yulastriany - detikTravel
Jumat, 10 Jun 2011 13:30 WIB
Jakarta - Kami menyebutnya wisata deg-degan. Bagaimana tidak? Kami berwisata ke gunung berapi yang masih aktif!

Gunung Papandayan termasuk gunung berapi yang unik, karena kawahnya tidak terletak di puncak melainkan terletak di lereng gunung. Terhitung ada 5 kawah besar yang masih aktif dan terus bergolak sepanjang hari. Kawah-kawah tersebut menyebarkan aroma belerang yang tajam. Selain 5 kawah besar, masih ada lagi kawah-kawah kecil yang jumlahnya sangat banyak. Dua diantara kawah besar itu bernama kawah Emas dan kawah 2002. Kawah 2002 juga disebut kawah Baru. Gunung Papandayan meletus terakhir kali pada tanggal 12 November 2002. Abu memutihkan seluruh wilayah di sekitar gunung dan 10.000 penduduk harus diungsikan.

Berada dalam wilayah cagar alam, Gunung Papandayan memiliki luas yang mencapai 6.807 hektare. Di cagar alam ini juga terdapat Taman Wisata Gunung Papandayan seluas 255 hektare. Gunung Papandayan berada dalam wilayah kabupaten Garut, dan terletak 36 km di sebelah Barat laut kota Garut, dengan ketinggian mencapai 2665 m dpl.

Mungkin karena posisinya yang tidak terlalu tinggi dan mudah dicapai, membuat Gunung Papandayan termasuk dalam obyek wisata yang banyak pengunjungnya. Sumber airpun mudah ditemukan di gunung ini. Yang paling menarik di Gunung Papandayan adalah ada begitu banyakΒ tanaman edelweis tumbuh di sekitarnya. Sungguh indah edelweis-edelweis itu, lambang keabadian yang tidak pernah luntur sejak dulu hingga kini.

Akses jalan menuju pemberhentian terakhir ke obyek wisata Gunung Papandayan tidak bisa dibilang mulus. Jalanannya rusak, berlobang dan berkelok-kelok. Sayang sekali bila pemerintah daerah tidak segera memperbaiki kondisi jalan karena dalam kunjungan kami ke Gunung Papandayan terlihat banyak wisatawan domestik dan mancanegara yang ikut menikmati salah satu obyek wisata andalan Garut ini.

Parkirannya sangat luas dengan warung-warung kecil yang menjual aneka makanan dan minuman di salah satu sisinya. Yang lebih penting lagi adalah kamar mandi umumnya berfungsi dengan baik dan air melimpah-ruah. Kamar mandi umum ini sangat penting karena lokasi parkiran sangat jauh dari kompleks perumahan penduduk dan banyak anak muda yang berkemah di sekitar Gunung Papandayan.

Dari tempat parkir kami ditawari jasa guide untuk menemani tidak saja hingga ke puncak melainkan juga ke sungai yang terletak di kaki tebing yang kami daki. Ada sekitar 23 orang guide di objek wisata ini yang rata-rata adalah pemuda setempat. Asril, yang akhirnya menjadi guide kami, bercerita bahwa mereka sangat bersyukur karena dengan adanya objek wisata Gunung Papandayan ini mereka jadi punya pekerjaan. Paling tidak dengan keterbatasan tingkat pendidikan yang dicapai, mereka tidak jadi berandalan di kota.

Ada tiga paket yang ditawarkan, daily, long trip dan accross land. Paket daily adalah yang paling pendek, hanya sampai ke kawah lama. Waktu tempuh diperkirakan sekitar 1-2 jam. Paket long trip bisa mencapai 4 jam karena melewati kawah baru yang meletus 2002 lalu kemudian kembali dengan melewati rute yang berbeda tetapi tetap pada sisi yang sama. Sedangkan paket accross land adalah paket yang paling lama. Butuh persiapan khusus karena selain melewati seluruh kawah, Anda akan diajak mendaki sampai ke puncak kemudian turun melewati sisi yang berbeda. Butuh lebih dari satu hari untuk ini.

Paket dengan rute dan waktu tempuh terpendek yang kami pilih, yakni daily trip. Perjalanan ke tepi kawah Papandayan cukup melelahkan. Jika Anda tidak terbiasa mendaki gunung maka jangan memaksakan diri untuk segera tiba di tepi kawah. Hal itu akan berakibat buruk bagi pernapasan dan jantung. Belum lagi aroma belerang yang sangat menyengat dan mencekik tenggorokan. Perlahan saja melangkah asalkan Anda bisa mengatur pernapasan dengan baik agar tidak terlalu ngos-ngosan. Sepanjang jalan menuju kawah tanah di sekitar ditumpuki batu-batu berbagai ukuran yang nampaknya adalah jenis batuan beku asam.

Mendekati kawah, suara gemuruh perlahan terdengar. Semakin ke atas, suara itu semakin keras terdengar. Ya, itu adalah suara pergolakan yang terjadi di kawah-kawah Gunung Papandayan. Aroma belerang menusuk indera penciuman dan asap putih semakin tebal terlihat seiring suara gemuruh terdengar.

Turun menuju ke kawah lama, selain melawan asap belerang, kami juga harus berhati-hati menapakkan kaki di batuan yang rapuh. Belum lagi asap yang tiba-tiba mendesis dari dinding yang kami lewati. Juga air panas di sela-sela batuan. Berada di tempat ini seperti menyerahkan diri bulat-bulat ke dalam wajan penggorengan raksasa. Rasanya sebagai manusia kita memang tidak berdaya!

Sebelum kami mabuk belerang, perjalanan deg-degan ini terpaksa kami akhiri dan harus segera naik melewati jalur yang sama menuju tepi kawah lagi, untuk kemudian turun. Dari sini pemandangan yang tersuguh sulit diungkapkan dengan kata-kata. Bebatuan, tebing, gemuruh kawah, asap, aroma belerang hingga dataran hijau di kejauhan sana... kapan lagi kami bisa berada di tempat sebagus ini? Kami berharap segera.. (travel/travel)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads