Desa Tiong Bu'u, Long Apari

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Halida Agustini|1508|KALTIM 2|22

Desa Tiong Bu'u, Long Apari

Redaksi Detik Travel - detikTravel
Senin, 02 Mei 2011 10:45 WIB
loading...
Redaksi Detik Travel
lamin adat Long Apari
SMP satu-satunya yang terdapat di desa ini
SD satu-satunya yang tedapat di desa ini
TK satu-satunya juga yang terdapat didesa ini
Desa Tiong Buu, Long Apari
Desa Tiong Buu, Long Apari
Desa Tiong Buu, Long Apari
Desa Tiong Buu, Long Apari
Jakarta - Kami telah mengumpulkan tenaga setelah melalui perjalanan sungai selama kurang lebih 8 jam dalam speed boat untuk berkeliling desa Tiong Bu'u, kecamatan Long Apari. Kebanyakan dari mereka adalah keturunan suku dayak Panihing atau sering disebut juga dayak Ouheng karna berasal dari sungai Kapuas yang sering disebut sungai Uheng. Konon katanya awal mula mereka berpindah tempat ke hulu sungai Mahakam ini adalah karna desakan dan juga sering disakiti oleh suku-suku dayak lain yang tinggal di Kapuas. Mereka berpindah tempat dengan mengumpat-ngumpat di hutan hingga akhirnya tiba di hulu akhir sungai Mahakam, Long Apari. Dulunya mereka terkenal sebagai dayak primitif yang ketika menemukan suku lain dalam wilayahnya maka mereka akan saling membunuh, namun lama kelamaan pemikiran mereka berkembang dan semakin maju. Desa ini sudah terbilang modern tapi tetap tidak meninggalkan budaya lamanya. Sebagian dari mereka berkerja di ladang brladang, mengolah kayu Gaharu, dan menambang emas di sungai pada musim kemarau.

Β 

Sistem pertanian di sini berbeda dengan daerah lainnya. Sebelum mereka memulai masa penanaman, mereka akan mengadakan sebuah ritual khusus penyambutan penanaman padi yang diadakan sekitar bulan Agustus hingga September selama sebulan penuh. Setelah itu dilakukan penebasan pohon-pohon yang ada di ladang yang ingin dipakai, kemudian dilakukan pembakaran -konon katanya dengan membakar lahan sebelum penanaman akan membuat tanah semakin gembur-, kemudian lahan tersebut dibersihkan kembali sampai akhirnya mereka dapat menanam padi atau tumbuhan lainnya dan biasanya mereka akan melakukan ritual panen juga pada bulan Febuari. Untuk sekedar catatan, sawah-sawah mereka tidak diberikan perairan, hanya ketika hujan turun lah mereka menjadi basah. Dulu beras-beras mereka sering dikirim ke luar daerah di Kalimantan Timur, tapi sejak mem-boom-ing nya penambangan emas, senagian warga beralih profesi, walau ada juga sebagian yang tetap bekerja di ladang. Hingga akhirnya mereka membeli beras dari wilayah lain. Sekitar tahun 2007-2008, harga beras disini melonjak drastis, dari harga Rp 200.000/karung menjadi Rp 500.000/karung.

Β 

Warga disini senang sekali berolah raga. Banyak lapangan-lapangan olah raga yang sengaja dibuat, kebanyakan adalah voli dan badminton.Mereka berolah raga saat sore hari, ketika mereka pulang dari seharian beraktivitas. Setelah pukul 6 sore, desa ini sudah terlihat sepi, tidak banyak orang yang keluar rumah. Listrik hanya mengandalkan Jenset sentral sumbangan peerintah. Hanya dari pukul 6 sore hingga pukul 10 malam, selebihnya desa ini akan terasa sepi dan gelap sekali seperti hutan. Ada beberapa rumah yang memanfaatkan tenaga aki untuk menyalakan lampu rumah, sebagian juga ada yang memiliki jenset sendiri. Selain itu, disini benar-benar tidak terdapat sinyal, karena memang disini tidak ada tower provider satupun . Jadi ketika listrik mati, lampu mati, handphone pun tidak lagi bisa menjadi pemecah kesepian seperti biasanya. Untuk berkomunikasi dengan sanak keluarga atau kerabat yang tinggal di luar desa, mereka sering menggunakan jasa wartel(warung telepon). Sedangkan untuk biaya telepon, akan dikenai Rp 250- Rp750/9 detik sesuai daerah yang dituju. Untuk menelepon ke Jakarta selama sebelas menit seperti yan saya lakukan sore kemarin, dikenai biaya sekitar Rp 30.000. mahal bukan ?

Hide Ads