Savanajaya, Desa yang Menyimpan Rapat Sejarah Politik

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Nico Wijaya|10980|MALUKU 1|31

Savanajaya, Desa yang Menyimpan Rapat Sejarah Politik

Nico Wijaya - detikTravel
Senin, 09 Mei 2011 13:00 WIB
loading...
Nico Wijaya
Kantor Desa Savanajaya di Pulau Buru.
Bapak Wasimun, Sekretaris Desa yang menyambut kami dengan hangat.
Bekas Gedung Kesenian yang digunakan untuk pembinaan para tahanan politik.
Savanajaya, Desa yang Menyimpan Rapat Sejarah Politik
Savanajaya, Desa yang Menyimpan Rapat Sejarah Politik
Savanajaya, Desa yang Menyimpan Rapat Sejarah Politik
Jakarta -

Siapa yang mengira desa yang dahulunya adalah tempat pembuangan tahanan politik sekarang berubah menjadi lumbung padi? Ya, itu pertanyaan saya ketika pertama kali tiba di desa Savanajaya, 1 jam perjalanan dari kota Namlea Pulau Buru.

Untuk menuju Savanajaya, hanya ada 1 jalan untuk mengaksesnya kesana. Jalan yang berkelok-kelok menaiki dan menuruni bukit-bukit Kayu Putih di Pulau Buru. Saya bersama Mahe dan Ayus menuju ke Savanajaya dengan menggunakan mobil sewaan. Transportasi umum dari Namlea-Savanajaya cukup sulit untuk ditemukan. Sehingga paling mudah dan cepat bagi kami adalah dengan menyewa kendaraan sendiri.

Setibanya di Savanajaya, suasana hening memenuhi siang yang terik. Tidak ada hiruk pikuk keramaian kota, yang ada hanyalah senyap pedesaan. Kami berputar sebentar untuk melihat-lihat apakah ada bekas bangunan yang kami curigai sebagai bekas ruang tahanan dan sebagainya. Tapi nihil yang kami temukan, sehingga kami mampir sejenak ke Kantor Desa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Desa Savanajaya, bagian dari Kecamatan Waepao Kabupaten Buru ini dipimpin oleh Kepala Desa Heri Sutopo. Hanya saja ketika kami berkunjung, kami tidak menjumpai Pak Heri Sutopo karena yang bersangkutan sedang ke Jawa. Kami disambut hangat oleh Sekretaris Desa Bapak Wasimun Suwardi.

Pak Wasimun menjelaskan kepada kami bahwa dari 302 Kepala Keluarga yang ada di Savanajaya, hanya sekitar 30 orang saja yang dahulunya adalah tahanan politik di pulau Buru. Sedangkan sisanya adalah pendatang transmigran dari pulau Jawa yang didatangkan sejak tahun 1970. Sehingga tak heran jika Savanajaya saat ini menjadi lumbung padi karena transmigran di sini adalah petani padi.

Ketika saya bertanya apakah masih ada bekas-bekas penjara, barak dan sebagainya ketika pada masa pembuangan tapol, Pak Wasimun menjawab bahwa sudah tidak ada lagi. Semua sudah dihancurkan, atau kayu-kayunya dijadikan kayu bakar. Satu-satunya yang tersisa adalah Gedung Kesenian yang digunakan untuk pembinaan para tapol. Gedung ini terletak di tengah-tengah desa, di pinggir lapangan. Seakan menjadi saksi bisu, gedung dari kayu ini masih dipertahankan oleh penduduk Savanajaya.

Desa ini mungkin menjadi sejarah politik masalalu yang tergerus waktu. Menjadi sejarah juga di kemudian hari dalam sastra Indonesia. Menyimpan banyak rahasia yang seakan semakin terpendam jauh di bawah lumbung-lumbung padi.

Hide Ads