Pelukan Arfak

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Nadine Chandrawinata|59559|PAPUA BARAT|51

Pelukan Arfak

Redaksi Detik Travel - detikTravel
Senin, 21 Mar 2011 10:50 WIB
loading...
Redaksi Detik Travel
Pelukan Arfak
Pemandangan sepanjang perjalanan
Tempat tinggal suku Manikom dan Hatam
Pelukan Arfak
Pelukan Arfak
Pelukan Arfak
Jakarta -

Kampung Testega, Peg. Arfak. Manokwari

Semakin hari semakin susah bangun tapi semakin seru bertualang Indonesia. Saya dan Riri rekan petualang ACI saling membangunkan tapi tidak ada yang mau angkat badan untuk keluar dari tempat tidur. Akhirnya Dadang datang ke kamar, dan berteriak ” Arfak time!”, langsung loncatlah kami berdua. Hahaha…

Dari pusat Manokwari  jalanan sudah teraspal dengan baik. Sebelum kami naik ke lokasi yang tinggi, kami berhenti dahulu di terminal Warmare. Dipenuhi warung sekaligus jadi tempat tinggal,  kamipun membeli cemilan dan isi bensin. Sepanjang jalan, kira kanan dipenuhi pohon sawit yang penuh dengan parasit. Setelah 15 menit, badan saya mulai geser kiri kanan berarti sudah tahap berliku ditambah dengan tanjakan tinggi. Udara diluar mulai dingin dan meniup kearah dalam. Memang cantik pemandangan pegunungan Arfak, selain masih alami, saya bisa menghirup udara segar tanpa polusi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Semakin menantang menghadapi roda berputar diatas bebatuan. Sempat saya keluar lewat jendela, menengok kabarnya 2 Petualang ACI, Riri dan Dadang plus ayah dan Kiri di bak belakang. Walaupun terombang ambing, terlihat pancaran sirna ekspresi senang dan riang layaknya anak kecil dapat permen.

Tidak ada kata bosan membaca nama kampung yang susah diingat di setiap lokasi yang kami lewati seperti Duibey, Imbentin, Snaimboy. Selain nama yang unik, tempat tinggal suku Manikom dan Hatam ini juga tidak kalah istimewa, yakni Rumah Kaki Seribu.

Memiliki ciri khas dari banyaknya kayu yang ditanam sebagai pondasi serta dinding kayu dipaku kembali membingkai badan luar rumah. Tentunya sangat hangat berada di dalam situ, dan juga bisa ditempati lebih dari 2 kepala keluarga. Sepanjang jalan, sengaja saya buka kaca selebar-lebarnya, membiarkan angin menyentuh mukaku, menangkap kerindangan hutan, dan luar biasa, tidak habis-habisnya dari awal sampai sekarang, masyarakat berteriak sambil angkat tangan “Agreso..” atau “Abires..”  yang berarti selamat. Keramahan dan kekeluargaan tampak sangat kuat bagi antar kampung dan pendatang luar.

Akhirnya kami sampai juga di kampung Testega, kabupaten distrik Anggi, yang terkenal akan danau Giji (Lelaki) dan danau Gita (Perempuan). Sayangnya, kami hanya bisa menikmati luasnya danau Giji,sebab selain langitnya mendung, memakan 1 jam lebih melewati gunung untuk bisa capai danau Gita. Tangan Tuhan sedang bekerja. Air tenang dijaga oleh pinggiran danau yang berkelok,seakan-akan danau dinaungi oleh gunung-gunung tinggi. Gunung pun menjadi warna biru oleh diselimuti awan putih. Aura santun yang terpancar dari kampung Testega memberi arti lebih dalam.

Untuk saat ini, diawali perkenalan dengan pasangan danau di Anggi, nantinya saya akan kembali menjadi sahabat danau.

Sweet,
Nadine Chandrawinata

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads