Al Hoota adalah satu-satunya gua di Semenanjung Arab yang terbuka dan disiapkan untuk umum. Terletak di kaki gunung Jabal Shams, gunung tertinggi di Oman, gua ini menyimpan ekosistem berbagai spesies yang jarang ditemukan.
Terbentuk secara alami selama berjuta-juta tahun, Al Hoota Cave terbentang sepanjang 4,5 kilometer. Stalaktit dan stalagmit seperti beradu berlomba menyusun keindahan yang paripurna bagi manusia. Ada yang mirip kepala gajah, singa, wajah dan lain-lain.
Gua ini seperti kejutan dari dalam bumi Oman yang terletak di jazirah Arab. Konon, gua ditemukan sekitar tahun 1960 oleh seorang penggembala yang kehilangan kambing, lalu menemukannya kembali di kaki Jabal Shams.
Di bawahnya terdapat lubang yang besar dan panjang dan belum terjamah manusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cerita ini disampaikan oleh pemandu wisata resmi yang menemani para pengunjung. Tetapi ada kabar lain juga yang mengatakan gua ini sudah lama dipakai untuk menyelamatkan diri saat ada kekacauan di tengah masyarakat. Wallahu'alam mana yang benar kisahnya, tetapi gua ini nyatanya telah menjadi bagian dari keseimbangan alam Oman selama dua juta tahun sejak terbentuknya secara alami.
Sebelum masuk ke area gua, ada gedung untuk ticketing, ruang tunggu, restoran, arena wall climbing untuk anak-anak, museum dan toko cinderamata. Tiket berlaku untuk wisata gua dengan pemandu dan museum.
Harga tiketnya 7 OR, lumayan mahal jika dibandingkan tempat wisata lain di Oman yang malah sebagian besarnya gratis. Disediakan kereta menuju gua, tetapi saat kami ke sana sedang tidak beroperasi karena protokol kesehatan selama pandemi.
Jadi, kami berjalan kaki sekitar 300 an meter menuju lokasi gua. Pengunjung akan dibagi per kelompok, untuk mengatur jumlah orang yang berada di dalam gua. Terlalu banyak manusia di dalam gua tentu akan mengganggu kehidupan alami gua.
Satu kelompok besar, sekitar 20 orang pengunjung akan dipimpin seorang pemandu lokal. Ada empat titik pemberhentian di mana pemandu menjelaskan sejarah dan fakta-fakta ilmiah mengenai gua, pembentukannya, keadaannya pada saat banjir, dan menjawab pertanyaan para pengunjung.
Di luar empat titik itu, pemandu memimpin pengunjung untuk berjalan menyusuri gua melalui tangga dengan cukup cepat. Kelompok lain mulai masuk ketika kelompok sebelumnya sudah berada di pemberhentian kedua.
Diperlukan sekitar 45 menit untuk berjalan menyusuri gua, berfoto dan mendengar informasi yang lengkap dari pemandu wisata pemberhentian keempat adalah yang paling menarik karena pengunjung diajak untuk turun dengan tangga untuk melihat danau yang panjangnya sekitar 800 m.
Al Hoota cave menjadi habitat banyak spesies yang jarang ditemukan. Salah satu yang paling terkenal adalah ikan yang telah beradaptasi dengan gelapnya gua sehingga buta total.
Namanya Bu Naseh, tentu bukan temannya Bu Tejo ya. Bu Naseh ini adalah satu-satunya blind cave fish di jazirah Arab. Di dalam gua, cahaya dibuat remang-remang untuk menjaga binatang-binatang penghuni gua agar tidak terganggu dan tidak ada suara musik yang mengurangi suasana alami dalam gua.
Pemandu pun menjelaskan tanpa pengeras suara, karena semua pengunjung dapat mendengarkan dengan jelas suaranya. Suasana gua hening, pengunjung pun berusaha berbicara dengan suara perlahan, anak-anak pun tertib dan tenang, mereka banyak bertanya pada pemandu.
Setelah selesai di pemberhentian ke empat, pengunjung kembali ke gedung di awal tadi, untuk mengunjungi museum. Berbagai macam display pecahan stalaktit, stalagmit, batuan dari gua-gua dari banyak negara di tata dengan apik di museum. Juga terdapat beberapa layar yang mensimulasikan pembentukan gua, peta dunia, dari jaman ke jaman.
Berbagai binatang dan tumbuhan yang hidup di gua juga menjadi suguhan pengetahuan yang menarik untuk anak-anak. Mereka pun betah berada di sini, seakan menyelami isi buku pengetahuan alam yang sering mereka baca di rumah.
Nah, di Indonesia, di mana ya, gua yang dilengkapi dengan museum seperti ini? Selain bisa menyediakan pengetahuan, museum juga bisa jadi sumber pendapatan negara, lho.
Sebetulnya, jika kita iseng membandingkan dengan gua-gua di Indonesia, Al Hoota cave ini mungkin tidak terlalu istimewa. Kita punya Gua Luweng Jaran di Pacitan, Jawa Timur yang bahkan belum ditemukan ujungnya.Penelitian tahun 2013 silam menyatakan panjangnya 25 kilometer.
Gua Pindul di Gunung Kidul, DIY juga sangat menarik wisawatan karena menyuguhkan wisata cave tubing dengan celah sempit di tengahnya. Sedikit ketegangan membuat cave tubing di gua ini menjadi favorit jiwa petualang.
Ada juga Gua Gong di Pacitan, yang kalau kita pukul stalaktit atau stalagmitnya akan menimbulkan bunyi seperti gong, menarik ya?
Namun terkadang tempat wisata kita kurang terjaga kebersihan dan kenyamanannya. Sampah bungkus makanan, minuman atau bau kurang sedap akibat pengunjung yang buang air sembarangan, atau tulisan-tulisan di dinding gua.
Peringatan untuk membuang sampah di tempatnya sudah ada, tempat sampah pun ada, entah mengapa masih saja kurang efektif untuk menertibkan pengunjung. Sayang sekali ya, padahal kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi?
---
Artikel mengenai perjalanan ke Al Hoota Cave ini merupakan kiriman pembaca detikTravel, Ade Wulandari. Traveler bisa mengirimkan artikel perjalanan juga melalui link ini.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum