Ngabuburit Bermanfaat di Perpustakaan Apung Palangkaraya

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Ngabuburit Bermanfaat di Perpustakaan Apung Palangkaraya

Ida Setianingsih - detikTravel
Minggu, 10 Apr 2022 15:40 WIB
loading...
Ida Setianingsih
Mengantar Buku ke Pelosok dengan Menaiki Kapal Kayu
Foto: detik
Foto: Latihan menari detik
Tari Dayak oleh komunitas Ransel Buku
Foto: Menari Dayak detik
Bermain Gamelan
Belajar gamelan
Ngabuburit Bermanfaat di Perpustakaan Apung Palangkaraya
Ngabuburit Bermanfaat di Perpustakaan Apung Palangkaraya
Ngabuburit Bermanfaat di Perpustakaan Apung Palangkaraya
Ngabuburit Bermanfaat di Perpustakaan Apung Palangkaraya
Ngabuburit Bermanfaat di Perpustakaan Apung Palangkaraya
Jakarta -

Ini adalah catatan perjalanan Ngabuburit sembari berwisata literasi di Perpustakaan Apung, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Seperti apa kisahnya?

Ramadhan, lebaran, dan liburan adalah rentetan agenda yang saling susul. Nah, jika Anda memiliki jiwa petualang sekaligus ingin ngabuburit sembari mengintip perkembangan dunia literasi nun jauh di pelosok negeri, maka pilihan mengunjungi Ransel Buku adalah salah satu alternatifnya.

Tidak ada salahnya jika ingin mengisi Ramadhan dengan kegiatan unik yang tak kalah dengan ngabuburit ala anak di kota. Yuk, ngabuburit di Ransel Buku.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ransel Buku adalah sebuah perpustakaan sederhana dan sangat unik yang berdiri di atas sungai besar Rungan, kelurahan Pethuk Katimpun, Palangkaraya. Jaraknya sekitar 16 km dari Palangkarya atau 30 menit dari pusat kota.

Jangan membayangkan seperti perpustakaan di kota yang fasilitasnya membuat betah berlama-lama, di Ransel Buku tidak demikian. Jalan menuju ke sana sudah cukup menantang.

ADVERTISEMENT

Begitu kaki kita menapak tanah setelah berkendara, maka kita wajib berjalan kaki menyusuri jembatan kayu. Ia berada tinggi dari tanah yang menyatu dengan sungai Rungan.

Namun, beruntunglah karena terbuat dari kayu jika terbuat dari kaca seperti jembatan kaca di China, bisa dipastikan Anda akan berkeringat dingin.

Jembatan kayu sederhana selebar 1,5 meter itu tidak dilengkapi pegangan di kanan dan kirinya. Cukup menantang bukan?

Saat saya ke sana, sungai sedang surut sehingga menampakkan deretan rumah kayu sederhana yang berada setinggi 10 meter di atas tanah. Rumah sederhana, kehidupan sederhana, tapi tidak sesederhana semangat anak-anak komunitas perpustakaan Ransel Buku.

Berkali-kali ujung sepatu hak tinggi hitam yang saya kenakan melesak di antara kayu rapuh jembatan. Ia disanggah oleh tiang kayu ulin setinggi kira-kira 7 meter serta membentang sepanjang bantaran sungai Rungan.

Angin dari arah sungai yang sedang menyusut, ditambah cuaca terik yang mewarnai kegiatan kami saat itu, menambah lengkap tantangan manis perjalanan kami menuju perpustakaan apung Ransel Buku.

Namun, seratus meter kemudian tatkala mata saya bertumbukan dengan wajah kanak-kanak nan lugu dan polos yang duduk membentuk lingkaran di lantai kayu, seketika mata saya mengembun.

Seorang anak muda bernama Fery Irawan menyambut kami di depan perpustakaan sangat sederhana yang dikelolanya. Kita bisa membayangkan betapa berat impian anak muda ini. Membangun semangat literasi anak-anak pinggir sungai dengan fasilitas sangat sederhana.

Bahwa seharusnya sebuah fasilitas umum dibangun di tengah suasana indah dan menyenangkan. Apalagi yang menyangkut urusan membaca, tentu kita ingin berada di tempat nyaman. Tidak perlu kita sangkutkan dengan rendahnya minat baca orang Indonesia. Bahkan perpustakaan yang senyaman apa pun jika tidak disertai minat baca, maka semua akan sia-sia.

Saya mendapat informasi bahwa beberapa bulan sebelumnya air sungai meluap hingga merendam perpustakaan tersebut setinggi lutut orang dewasa. Tunggang langgang pengelola perpustakaan menyelamatkan buku, sementara alat elektronika diungsikan ke kota.

Kedatangan kami disambut oleh tiga gadis kecil dengan baju tari adat Dayak. Mereka telah bersiap menyambut rombongan kami. Saat mereka menari, lagi-lagi mata saya mengembun menahan haru.

Para penari cilik itu adalah anggota komunitas baca Ransel Buku. Mereka tinggal di rumah-rumah kayu sederhana di bantaran Sungai. Nah, menari adalah salah satu kegiatan ngabuburit yang bisa dilakukan para pengunjung. Jika Anda berminat bisa nimbrung menari Dayak bersama mereka.

Selain itu, di sana sesekali diputarkan film motivasi dan pengetahuan. Sore itu terdapat sepuluh anak yang duduk rapi di lantai kayu menyaksikan film tentang puasa.

Jika menari dan menonton film tidak cukup memuaskan Anda dan anak-anak, maka jangan ragu untuk bergabung bersama komunitas Ransel Buku untuk bermain musik. Di sana telah tersedia seperangkat gamelan dan alat musik pianika. Sangat menyenangkan menanti berbuka puasa sembari bermain musik di atas sungai lebar di Kalimantan.

Ratusan koleksi buku yang menarik juga menjadi bagian ngabuburit yang akan menemani Anda. Koleksi buku di sana contohnya 40 kisah pengantar tidur, kisah-kisah dari seluruh Nusantara, dan buku komik kesehatan.

Kegiatan seru lainnya yang penuh tantangan adalah menemani Fery sang pejuang Ransel Buku yang juga peraih penghargaan Nugra Jasadharma Pustakaloka 2021 dari Perpusnas. Kita bisa menikmati perjalanan menantang mengarungi sungai besar Kalimantan Tengah demi menyalurkan buku-buku ke pelosok desa.

Di atas kapal kayu kelotok kecil itu, Fery membawa satu karung besar buku-buku. Sungguh petualangan yang tak hanya memuaskan raga tapi juga jiwa kita tentunya. Mentari kian bergulir, saya harus menyudahi perjalanan kali ini.

Sebagai oleh-oleh saya menyempatkan diri membeli ikan kering yang dijual penduduk pinggir sungai. Berbagai jenis ikan kering sungai seperti ikan gabus dan saluang dihamparkan di halaman rumah mereka. Membeli langsung dari tangan pertama sungguh menyenangkan apalagi menatap senyum bahagia mereka.

Hide Ads