Welcome d'travelers !

Ayo share cerita pengalaman dan upload photo album travelingmu di sini. Silakan Daftar atau

ADVERTISEMENT

Senin, 26 Des 2022 11:45 WIB

D'TRAVELERS STORIES

Jelajah Bumi Sriwijaya, Makan Pempek Hingga Jelajah Pulau Kemar

Dwi Handriyani
d'Traveler
Menikmati mie celor dan berbagai jenis pempek untuk makan siang
Menikmati mie celor dan berbagai jenis pempek untuk makan siang
Lezatnya semangkok tekwan model, sepiring pempek, dan segelas es jeruk di Kampung Pempek
Lezatnya semangkok tekwan model, sepiring pempek, dan segelas es jeruk di Kampung Pempek
Jembatan Ampera yang ikonik di kota Palembang
Jembatan Ampera yang ikonik di kota Palembang
Menyusuri sungai Musi menuju pulau Kemaro
Menyusuri sungai Musi menuju pulau Kemaro
Puncak Pagoda menembus langit
Puncak Pagoda menembus langit
detikTravel Community -

Menjajaki Bumi Sriwijaya pertama kalinya merupakan momen yang ditunggu-tunggu selama 16,5 tahun bekerja. Penugasan ke kota Pempek, Palembang pada akhir bulan November 2022 lalu menjadi kebahagian tersendiri untuk saya. Mengapa? Karena saya sangat menyukai sekali makanan khas dari Palembang itu.

Akhirnya, saya bisa merasakan langsung dari kota asal pempek. Di sini sudah pasti masyarakat bisa mencicipi berbagai varian pempek dicocol dengan kuah cuko kental yang pedas, manis, dan kecut. Di Palembang ini, saya dan 2 orang rekan kerja sempat mencicipi mie celor, pempek, dan tekwan model, kuliner khas yang menggoyang lidah ini.

Setelah selesai bertugas, kami pun sempat mendatangi Sentral Kampung Pempek di Pasar 26 Ilir. Persaingan dagang yang sehat di antara warung pempek begitu terasa. Di sepanjang jalan tersebut, berjejer warung pempek dan para pedagang begitu getol menawarkan pempek kepada para pengunjung yang datang.

"Kakak, pempeknya kakak. Bisa dikirim kak," promo seorang pedagang di sana kepadaku saat berkeliling untuk membeli oleh-oleh pempek. Perang tarif pun kentara di Sentra Pempek itu dimana para warung penjaja pangan olahan berbahan ikan tenggiri menempelkan harga di etalasenya. Pempek kecil dihargai mulai dari Rp 900 - hingga Rp 1.500.

Lezatnya semangkok tekwan model, sepiring pempek, dan segelas es jeruk di Kampung PempekLezatnya semangkok tekwan model, sepiring pempek, dan segelas es jeruk di Kampung Pempek Foto: detik

Begitu banyak warung pempek di sana dan cukup membingungkan untuk memilih yang mana ya. Akhirnya, pilihan saya tertuju di warung pempek "Edy 26" di dekat gapura sentra itu. Di keesokan harinya, diri ini masih penasaran dengan ikon kota Palembang ini yang begitu tersohor yaitu Jembatan Ampera yang menyerupai Golden Gate Bridge di San Fransisco, Amerika Serikat.

Dengan berjalan 2,5 km dari tempat menginap di Hotel Santika Radial, kami pun bisa melihat dan berfoto-foto ria di jembatan Ampera untuk kenang-kenangan yang tak terlupakan. Pulang kembali dari jembatan Ampera, kami memilih menggunakan LRT sebagai moda transportasi untuk menuju penginapan.

"Kalo siang hari ini sudah kelar kerjaannya. Kita ke pulau Kemaro yuk dari bawah jembatan Ampera tadi naik perahunya," ujar Mbak Susi di LRT, surveyor yang membantu pekerjaanku.

"Wih, apa itu pulau Kemaro, mbak? Kupikir yang terkenal dari Palembang itu jembatan Ampera dan benteng Kuto Besak, mbak?" tanyaku penasaran.

"Aku ajah yang Wong Kito Galo sini, belum ke sana. Haha. Katanya di sana ada pagoda. Aku penasaran neh", ungkap Mbak Susi.

Okeh lah kalau begitu. Kami bertiga pun sepakat akan ke pulau Kemaro setelah selesai bekerja dan makan siang. Menuju ke pulau Kemaro, saya dan Mbak Susi tawar-menawar untuk biaya perahu yang digunakan dengan bapak-bapak di pelabuhan di bawah Jembatan Ampera.

"Berapa pak biaya ke pulau Kemaro?" tawar Mbak Susi dengan bahasa Palembangnya. "300 ribu PP, yu. Karena sekalian ditunggu 2 jam," jawab bapak tua yang mengemudikan perahu kayu biru.

"Kami gak akan selama itu, pak. Paling cuma setengah jam saja. Gimana 200 ribu PP ya, pak?" pintaku sembari menawari dan bapak tua itu pun menyetujuinya. Akhirnya, dengan perahu kayu biru bermesin menyusuri sungai Musi sekitar setengah jam dari pelabuhan ke Pulau Kemaro.

Arus sungai Musi menggoyangkan perahu sederhana ini menuju ke pulau dengan pagoda sembilan lantai yang hits itu. Alhamdulillah, saya tidak mabok sungai walaupun deg-degan juga selama perjalanan bertemu kapal-kapal besar. Tibalah kami ke pulau Kemaro yang asri nan hijau.

Tidak ada biaya masuk ke pulau itu. Sepi dan bersih, itulah kesan pertama saya. Mungkin karena kunjungan kami bukan di hari libur sepertinya ya. Berkeliling pulau kecil di tengah sungai Musi dengan mengamati pemandangan sekitarnya, cukuplah untuk healing sejenak dari hiruk-pikuk pekerjaan.

Di sana kami bisa melihat pagoda sembilan lantai di kompleks kelenteng/vihara Hok Cing Bio. Ada pohon besar dan patung Buddha untuk bersembahyang umat Budha. Di pulau Kemaro juga ada beberapa warung makan dan souvenir bagi wisatawan yang ingin cemal-cemil maupun membeli oleh-oleh kaos, gantungan kunci. 30 menit berkeliling pulau untuk sekedar mengamati dan melihat, kami pun kembali menuju pelabuhan bawah jembatan Ampera.

Konon katanya Pulau Kemaro dinamakan sebagai pulau anti kemarau (atau pulau yang tidak pernah tenggelam meski sungai Musi sedang pasang. Ah, lelah juga yah dari Pulau Kemaro dan panas juga karena kami berpanas-panas ria bepergian ke pulau Kemaro di siang hari yang terik. Terima kasih Palembang telah memberi pengalaman unik dan menarik.

Semoga saya bisa berkesempatan kembali ke sana ya, apalagi saya belum pergi ke Benteng Kuto Besak dan beberapa destinasi wisata lainnya.

BERITA TERKAIT
BACA JUGA