Rek ayo rek mlaku mlaku nang Tunjungan. Demikian lagu yang saya putar di kepala saat melewati kawasan Old City di Jalan Tunjungan Surabaya.
Sebagai orang luar Surabaya, tadinya Jalan Tunjungan hanya identik dengan Tunjungan Plaza Surabaya, sebuah mall terbesar dan termasyhur di Surabaya.
Lagu itu menurut saya bisa dijadikan pertanda bahwa Jalan Tunjungan itu dulunya pernah menjadi kawasan ikonik di Surabaya. Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, dalam benak saya hanya identik dengan wisata belanja dan kuliner saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi pada perjalanan saya kali ini, saya menemukan wajah Surabaya yang baru, yaitu kawasan wisata Old City. Izinkan saya menyebutnya dalam bahasa Inggris agar kita berada dalam satu bahasa yang sama, agar tidak tertukar dengan kota tua yang identik dengan Museum Fatahilah di Jakarta, ataupun dengan Kota Lama di Semarang.
Sejak dua tahun terakhir Surabaya mempunyai magnet wisata baru. Masih berada di sekitar Jalan Tunjungan itu, Pemkot Surabaya menyulap bangunan lama di kawasan itu menjadi kawasan yang nostalgik namun mengusung napas kekinian.
Hotel Yamato saat ini dikenal dengan Hotel Majapahit, Gedung Siola, Toko Tjantik, dan Locaahands bangunan yang dulunya adalah toko kain dan buku itu kini masih difungsionalkan untuk berbagai keperluan baik hotel, kantor pemerintahan, area komersial dan tentu saja museum.
Bayangkan sebuah kawasan yang memadukan dua jalan ikonik Malioboro di Yogya dan Braga di Bandung menjadi satu. Itulah arti Jalan Tunjungan sekarang bagi saya.
Bangunan lama yang punya arsitektur khas kolonial itu dipermak dan dimodernisasi sedemikian rupa, sehingga membuat pecinta arsitektur dan kenangan seperti saya sangat terhibur.
Anda akan segera tahu bahwa anda memasuki jalan Tunjungan ketika anda melihat sebuah bangunan berwarna merah berhias kisi-kisi warna putih, itulah gedung Siola.
Gedung itu saat ini masih digunakan sebagai Museum Surabaya, kantor pemerintahan, juga sekaligus sentra bisnis UMKM yang dibina oleh Pemkot Surabaya.
Sahabat saya merekomendasikan sebuah toko kopi yang berada di Jalan Tunjungan. Toko itu bernama Kedai Kopi Padma.
Kedai kopi itu sama seperti halnya banyak kedai lain yang beroperasi di sekitar Jalan Tunjungan, menempati sebuah bangunan lama bertulisan kata cantik dalam ejaan lama di atas tokonya.
Bangunan berikutnya yang menarik bagi saya adalah Gedung Locaahands yang berada di sebelah kiri jalan menuju Jalan Genteng Besar. Selain arsitekturnya yang unik mata anda akan segera tersergap dengan atapnya yang lengkung dan interior rak-rak yang disusun vertikal bak wine chiller raksasa dari luar.
Menurut saya dibanding DKI Jakarta dan Semarang, Surabaya adalah contoh restorasi dan mengalih fungsikan Old City terbaik dari sisi jumlah bangunan yang difungsionalkan.
Memang masih ada beberapa kekurangan, seperti jalanan yang padat hingga sulit menyeberang jalan, tempat parkir yang kurang representatif, tempat penyeberangan jalan yang tidak efektif dan tidak adanya pemandu atau panduan yang bisa membantu wisatawan menikmati secara menyeluruh kawasan itu.
Tapi tanpa hal-hal di atas masih sangat bisa menikmati jalan itu. Istilah ngumbah moto atau cuci mata itu betul terealisasikan.
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol