Hari itu, Selasa (22/8/22023), baru dua hari saya di kampung halaman. Kampung halaman saya berada di kaki Gunung Slamet di Kabupaten Tegal.
Pagi itu suasana begitu sejuk, matahari tidak terlalu panas, bahkan awan terlihat hitam tanda akan turun hujan. Tetapi saya bertekad bahwa hari itu saya akan melakukan ziarah ke makam Ki Gede Sebayu yang merupakan pendiri Tegal.
Jam 10.00 saya berangkat dari rumah naik motor, saya tidak seorang diri, ditemani ibu dan adik bungsu yang masih balita.
Jalur makam Ki Gede Sebayu
Ada dua jalur yang bisa ditempuh untuk menuju ke makam Ki Gede Sebayu jika dari rumah saya. Pertama melalui Jalan Jejeg-Bumijawa, Jalan Bumijawa-Bojong, Jalan Bojong-Yomani.
Kedua melalui Jalan Jejeg- Banjaranyar, Jalan Banjaranyar-Danawarih. Atas dasar mepertimbangkan jarak dan waktu, saya memilih jalur kedua. Begitu saya mengeluarkan motor, cuaca langsung berubah, langit tak lagi mendung.
Perjalanan saya menuju ke makam Ki Gede Sebayu tidak ada hambatan sama sekali. Perjalanan pun tak terasa melelahkan, sebab kanan kiri penuh dengan pemandangan, mulai dari sawah, bukit, pepohonan hijau, dan sungai.
Jam 11.00 saya sampai di makam Ki Gede Sebayu, saya memarkirkan motor saya di luar komplek makam. Hari itu sepi, tidak ada peziarah, hanya ada beberapa orang yang nampaknya pengurus makam.
Makam Ki Gede Sebayu terletak di Desa Danawarih, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal. Makamnya dekat dengan Bendungan Kali Gung.
Kalian tak perlu khawatir dari jalan besar ada plang penunjuk jalannya kok menuju makam Ki Gede Sebayu. Komplek makam Ki Gede Sebayu dikelilingi pagar tembok, pintu masuknya terletak di utara, dekat pintu masuk terdapat musala.
Dari pintu masuk kita cukup berjalan beberapa langkah menuju ke makam Ki Gede Sebayu yang berada di bangunan berbentuk joglo. Di depan bangunan joglo, saya mengucapkan salam dan berdoa sebelum masuk, selesai berdoa saya langsung mencium aroma minyak wangi.
Awal mula perjalanan Ki Gede Sebayu
Sekitar satu jam saya berada di makam Ki Gede Sebayu. Ki Gede Sebayu Pendiri Tegal Ki Gede Sebayu merupakan tokoh yang berjasa besar di Tegal, ia merupakan pendiri Tegal.
Ia merupakan keturunan dari Batara Katong (Adipati Wengker Ponorogo), ayahnya bernama Pangeran Onje yang merupakan Adipati Purbalingga. Diperkirakan Ki Gede Sebayu lahir sekitar tahun 1530-an.
Sejak kecil Ki Gede Sebayu diasuh oleh kakeknya Ki Ageng Wunut, setelah dewasa mengabdikan diri di Kesultanan Pajang di bawah kepemimpinan Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir).
Ketika Kesultanan Pajang dipimpin oleh Arya Pangiri, terjadi pertempuran antara Pangeran Benowo (Putra Jaka Tingkir) yang dibantu oleh Sutawijaya dari Mataram, Ki Gede Sebayu ikut turut serta dalam perang tersebut bergabung dengan Pangeran Benowo dan Jaka Tingkir.
Awal mula nama Tegal
Setelah perang usai, pada tahun 1587 ia bersama dengan para pengikutnya mengembara ke arah barat. Kemudian sampai di Desa Taji (Salah satu desa di Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, di sana ia disambut oleh Ki Gede Karanglo.
Ki Gede Sebayu lalu melanjutkan perjalanan menuju Banyumas untuk ziarah ke makam ayahnya yaitu Adipati Onje. Dari Banyumas berjalan ke utara melewati Gunung Slamet, sampai di Desa Pelawangan.
Ki Gede Sebayu Kemudian melanjutkan perjalanan menyusuri Pantai Utara ke arah barat, lalu sampai di Kali Gung di Padepokan Ki Gede Wonokusumo. Di sana ia disambut baik oleh Ki Gede Wonokusumo yang merupakan sesepuh dan penanggung jawab makam Mbah Panggung.
Ia membantu Ki Gede Sebayu untuk menata dan menempatkan pengikutnya sesuai dengan keahliannya masing-masing di sepanjang Kali Gung. Ki Gede Sebayu takjub dengan tanah subur penuh ilalang di sepanjang Kali Gung yang bermuara di Pantai Utara.
Kemudian dibabatlah menjadi Tegalan (sawah yang mengandalkan air hujan). Kemudian daerah tersebut dinamakan Tegal.
Daerah tersebut semakin ramai dan berkembang. Sementara itu karena mengandalkan air hujan hasil panen kurang maksimal. Kemudian Ki Gede Sebayu ditemani oleh dua pengikut setianya Kiai Sura Lawayan dan Kiai Jaga Sura berjalan sepanjang tepi Kali Gung ke selatan sampai di pinggir Gunung Selapi.
Munculah ide untuk membuat bendungan di Kali Gung untuk mengairi sawah-sawah. Ia bersama dengan pengikutnya berhasil membuat bendungan yang diberi nama Bendungan Danawarih yang memiliki arti memberi air.
Selain itu ia juga membuat beberapa bendungan juga yaitu Kali Jembangan, Kali Bliruk, dan Kali Wadas yang dikenal dengan sebutan Grujugan Curug Mas yang terletak di Dukuh Kemanglen.
Ki Gede Sebayu juga membangun masjid dan pondok pesantren di Desa Kalisoka. Ketika Pangeran Benowo diangkat menjadi Sultan Pajang, Ki Gede Sebayu diminta untuk menjadi patih, namun ia menolaknya.
Lalu oleh Pangeran Benowo diangkat menjadi Demang atau sesepuh Tegal pada 15 Safar tahun 988 H, bertepatan dengan malam Jumat Kliwon 12 April 1580 M.
Pada Rabu Kliwon tanggal 12 Rabiul Awal 1010 H, bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal 1010 H, Ki Gede Sebayu diangkat menjadi juru demang atau setara dengan Tumenggung oleh Panembahan Senapati (Sutawijaya) Penguasa Mataram Islam.
Tanggal tersebut diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Tegal.
Ki Gede Sebayu memiliki 2 orang putra, pertama Raden Ayu Giyanti Subalaksana yang menikah dengan Pangeran Purbaya, yang merupakan putra dari Panembahan Senapati.
Kedua, Pangeran Hanggawana yang melanjutkan perjuangan dari Ki Gede Sebayu. Ia wafat sekitar tahun 1625 M dan dimakamkan tidak jauh dari bendungan yang ia bangun. Makamnya terletak di Desa Danawarih, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal.
(msl/msl)