Kota Palu di Sulawesi Tengah pernah luluh lantak diterjang gempa, tsunami, dan likuifaksi. Jejak bencananya membuat kita bergidik membayangkan betapa dahsyat kekuatan semesta.
Masjid terapung adalah salah satunya. Awalnya, masjid yang bernama Masjid Arqam Baburahman ini dibangun di pesisir Teluk Palu, di dekat Pantai Talise, pada tahun 2011 dan mulai digunakan pada tahun 2012.
Meskipun diterjang tsunami pada tahun 2018, Masjid ini masih berdiri dengan kokohnya. Struktur bangunannya masih utuh, tidak runtuh seperti bangunan-bangunan lain di sekitarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada saat saya berkunjung ke sana, masjid ini memang tak lagi digunakan untuk beribadah, tetapi justru lebih ramai dikunjungi orang sebagai tujuan wisata.
Sebenarnya saya berkunjung ke Palu bukan untuk berwisata, tetapi dalam rangka kuliah lapangan untuk studi risiko bencana alam.
Kebetulan Palu adalah satu-satunya wilayah di Indonesia yang mengalami tiga jenis bencana alam sekaligus dalam waktu yang hampir bersamaan, yaitu gempa bumi, tsunami dan likuifaksi.
Masjid terapung menjadi salah satu lokasi yang dipilih untuk melakukan observasi lapangan selain Petobo dan Balaroa yang terimbas langsung likuifaksi.
Siang itu Teluk Palu terlihat sangat tenang, kontras dengan pesisirnya yang dipenuhi banyak orang. Awalnya saya ikut berdiri di sana, namun begitu tahu bahwa kedalaman Teluk Palu mencapai 600-850 meter, rasanya ngeri juga.
Apa lagi Teluk Palu merupakan perairan dengan frekuensi tsunami tertinggi di Indonesia, bahkan di dunia. Dari data yang tercatat saja sudah enam kali tsunami terjadi yaitu tahun 1921, 1927, 1938, 1968, 1996 dan yang terbaru terjadi tahun 2018.
Masjid terapung masih dapat diakses dari bibir pantai pada saat air laut surut. Tetapi pada saat pasang, seluruh pondasinya terendam air sehingga terlihat seperti bangunan yang muncul begitu saja dari dasar laut.
Menakjubkan! Karena saya tiba di sana menjelang tengah hari, cuaca sangat panas. Wajar saja karena Palu memang termasuk wilayah dengan curah hujan terendah sehingga udaranya membuat gerah.
Beberapa nelayan tampak menambatkan kapal kayunya di sebelah masjid dan beristirahat sejenak sambil memperbaiki jala. Bau ikan menyeruak, khas aroma pesisir.
Dengan latar belakang Teluk Palu berair tenang serta barisan bukit hijau kebiruan yang memagarinya dari kejauhan, memandang masjid terapung hari itu membangkitkan perasaan haru.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum