Jejak Sejarah Perkeretaapian dan Tokoh Bangsa Kawasan Cikini

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Jejak Sejarah Perkeretaapian dan Tokoh Bangsa Kawasan Cikini

Qonita Hamidah - detikTravel
Senin, 15 Des 2025 18:43 WIB
loading...
Qonita Hamidah
Jalan di kawasan Cikini.
Jalan di kawasan Cikini yang tampak lengang saat sore hari.
Deretan bangunan lama di Cikini
Bangunan lama di Cikini
Kawasan Taman Ismail Marzuki di kawasan Cikini.
Jejak Sejarah Perkeretaapian dan Tokoh Bangsa Kawasan Cikini
Jejak Sejarah Perkeretaapian dan Tokoh Bangsa Kawasan Cikini
Jejak Sejarah Perkeretaapian dan Tokoh Bangsa Kawasan Cikini
Jejak Sejarah Perkeretaapian dan Tokoh Bangsa Kawasan Cikini
Jejak Sejarah Perkeretaapian dan Tokoh Bangsa Kawasan Cikini
Jakarta -

Kawasan Cikini, Jakarta Pusat memiliki jejak sejarah penting yang masih bisa kita saksikan hingga hari ini. Salah satunya adalah stasiun kereta yang berdiri sejak 1918.

Bukan sembarang stasiun, tetapi Stasiun Cikini menjadi bagian awal perkembangan jaringan perkeretaapian di Batavia. Stasiun ini dibangun di pusat jalur perlintasan agar masyarakat dapat dengan mudah mengakses transportasi sekaligus menjadi ruang interaksi publik, tempat orang-orang datang dan pergi setiap harinya.

Pada masa awal pembangunannya, jalur kereta api dikembangkan secara bertahap. Setelah Batavia, jalur diperluas menuju wilayah seperti Jatinegara, Jayakarta, hingga Bandung, lalu diteruskan ke Surabaya. Jalur ini menjadi salah satu urat nadi penting mobilitas di Pulau Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak heran jika pembangunan kereta api pada masa itu dianggap sebagai proyek besar yang menandai kemajuan infrastruktur kolonial. Ciri khas stasiun-stasiun lama dapat dikenali dari desain bangunannya yang kokoh dan penggunaan warna-warna tertentu.

Warna-warna ini bukan sekadar estetika, tetapi juga memiliki fungsi praktis, yakni membantu penumpang tetap waspada dan tidak mengantuk. Warna biru, merah, dan kombinasi lainnya digunakan sebagai penanda visual yang mudah dikenali, terutama pada masa ketika perjalanan kereta masih memakan waktu panjang.

ADVERTISEMENT

Seiring waktu, sejumlah stasiun dan jalur kereta api ditetapkan sebagai cagar budaya. Penetapan ini bertujuan untuk melindungi nilai sejarah dan arsitektur bangunan agar tidak berubah sembarangan.

Cagar budaya sendiri memiliki tingkatan, mulai dari tingkat daerah, provinsi, hingga nasional. Semakin tinggi statusnya, semakin ketat pula aturan perubahan bangunan, termasuk pengecatan dan renovasi yang harus mendapat izin pemerintah terkait.

Tak jauh dari kawasan stasiun, terdapat bangunan bersejarah yang pernah menjadi rumah Ahmad Subardjo, Menteri Luar Negeri pertama Indonesia sekaligus salah satu tokoh penting dalam peristiwa Proklamasi Kemerdekaan.

Ahmad Subardjo dikenal sebagai sosok yang lebih banyak bekerja di balik layar, meski perannya sangat krusial. Ia termasuk dalam kelompok "Tiga Serangkai" bersama Soekarno dan tokoh pergerakan lainnya.

Menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945, Ahmad Soebardjo turut berperan sebagai penghubung penting. Karena adanya larangan pertemuan malam hari oleh Jepang, perumusan naskah Proklamasi akhirnya dilakukan di rumah Laksamana Maeda, yang kini dikenal sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Setelah itu, pembacaan Proklamasi dilakukan di rumah Soekarno. Rumah Ahmad Subardjo juga pernah menjadi tempat singgah tokoh besar lainnya, Tan Malaka. Ia menginap selama beberapa hari untuk melihat langsung kondisi Indonesia pasca kemerdekaan.

Seiring berjalannya waktu dan naiknya harga tanah, bangunan ini sempat berpindah kepemilikan dan kini dialihfungsikan sebagai ruang pertemuan, pameran, hingga lokasi pernikahan, tanpa menghilangkan nilai sejarahnya.

"Ini misalnya cagar budaya. Provinsi DKI Jakarta. Berarti kalau ada perubahan, pengecetan apapun. Harus sesuai dengan izinnya gubernur. Kalau cagar budaya nasional. Berarti harus seizin dengan kementerian. Jadi gak boleh berubah apapun," jelas Muti, guide walking tour Cikini.

Nama Cikini sendiri berasal dari unsur alam. Dalam bahasa Sunda, "ci" atau "cai" berarti air. Dahulu, kawasan ini dilalui sungai dan kanal, dengan banyak pohon kuini yang tumbuh di sekitarnya. Penamaan wilayah di masa lalu kerap merujuk pada kondisi geografis atau vegetasi yang dominan, sehingga menjadi identitas kawasan hingga kini.

"Penamaan sungai daerah itu menggunakan peponium. Jadi peponium itu ada struktur tanah," kata Mutia, guide yang menemani detikTravel dalam walking tour Cikini bersama Disparekraf DKI, Sabtu (13/12/2025).

Hingga sekarang, Cikini tetap dikenal sebagai kawasan bersejarah sekaligus pusat aktivitas budaya dan kuliner. Keberadaan bangunan cagar budaya, jalur kereta api bersejarah, serta cerita para tokoh bangsa menjadikan kawasan ini bukan sekadar ruang kota, melainkan saksi perjalanan panjang sejarah Indonesia.

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads