Sumatera Utara memiliki kawasan yang bikin traveler serasa berada di Paris. Tempat Sinyo dan Noni melepas penat pada masa lalu.
Pernah tiga kali singgah di Medan, baru pada Rabu dan Kamis (14-15/6/2023) saya punya waktu leluasa untuk blusukan ke sejumlah titik bersejarah di kota itu. Salah satunya kawasan Kesawan, kota tua seperti di Glodok, Jakarta.
Kawasan Kesawan dan sudut lainnya di Kota Medan tengah menjalani peremajaan sejak tahun lalu. Wali Kota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution berambisi menjadikan kawasan heritage Kesawan sebagai pusat kuliner untuk mewujudkan 'Medan The Kitchen of Asia'. Pada masa Belanda, Medan sempat dijuluki sebagai Parijs van Sumatera seperti halnya Bandung, yang populer dengan Parijs van Java.
Selepas mengunjungi Tjong A Fie Mansion dan salat Zuhur di Masjid Lama Gang Bengkok, yang dibangun Tjong A Fie pada 1885, saya singgah ke Restoan Tip Top. Restoran legendaris di Jalan Jenderal Ahmad Yani ini sudah berusia sekitar 90 tahun. Lokasinya cuma terpaut dua bangunan di seberang Tjong A Fie Mansion.
Teman semasa kuliah yang besar di Medan mewanti-wanti agar saya mencicipi kue-kue dan es krim di Restoran Tip Top. "Di situ ada kue-kue yang enak. Langganan aku dan keluarga," kata Rina H. Tandjung melalui chat WA.
Tiap weekend, dia melanjutkan, bersama keluarganya biasa jajan kue dan es krim ke Tip Top. Begitu pun bila ada anggota keluarganya yang berulang tahun selalu beli kue dari Tip Top. "Kalau mau es krim yang lebih kekinian, di Fountain," imbuh perempuan yang berparas seperti penyanyi Dina Mariana itu.
"Siap, nanti disempatkan," saya membalas tak kalah antusias.
Suasana restoran tua tapi terawat begitu terasa sejak melangkah masuk Tip Top. Mulai etalase di dinding yang menampilkan foto-foto suasana pada masa kolonial hingga deretan kursi rotan dan meja makan yang bernuansa lawas.
Perintis restoran ini adalah seorang Tionghoa, Jangkie. Dia semula mendirikan toko dengan nama dirinya di Jalan Pandu pada 1929. Kala itu dia cuma menjual kue dan roti olahan sendiri, seperti mooerkop (kue berbalut cokelat), bitterbalen (seperti kroket dengan isi keju atau daging), dan saucyse brood (roti berlapis sosis).
Tapi, sejak pindah ke Kesawan yang lebih luas pada 1934, Jangkie menambah menu jualan dengan makanan berat. Selain makanan Eropa dan China, ia menambah dengan es krim olahan sendiri yang memiliki rasa khusus. Para pegawai Belanda serta sinyo dan noni-noni Belanda tentunya kerap menjadikan Tip Top sebagai tempat hang out mereka.
"Itu merupakan minuman favorit orang-orang Belanda yang merasa gerah dengan cuaca Kota Medan," tulis leaflet yang melengkapi buku menu.
Sambil menunggu seorang teman, saya meminta rekomendasi menu favorit dari seorang pelayan. Untuk es krim, dia menyebut Carmen Ice (es krim buah) dan Ystaart (es krim berlapis cake dan susu) sebagai menu yang banyak digemari. Juga ada Ice Java (berlapis cake dengan rasa moca), Es Johor, dan lainnya. Rata-rata harganya Rp 30-45 ribu, yang disajikan dalam mangkok stainless.
Kalau untuk makanan berat, harga di buku menu tertulis Bistik Lidah Lembu sebagai menu termahal, Rp 91 ribu. Lainnya di kisaran Rp 58-85 ribu. Karena sudah makan siang, saya cuma memesan Carmen Ice dan sepotong Black Forest.
Teman saya, Habib Rifai, yang datang, kemudian memesan nasi goreng spesial dan kopi Sidikalang. Dia terkejut begitu menu pesanannya datang. Di atas piring tersaji telor ceplok, tiga potong ayam goreng lengkap dengan emping dan acar di piringnya. "Wah, sedap banget," ujarnya sambil menyeruput Sidikalang yang pekat.
Cuaca Medan yang terik menyengat siang itu membuat Carmen yang saya pesan terasa begitu menyegarkan. Apalagi saya menyantap di ruangan yang dipenuhi foto-foto jadul, yang membawa ke suasana seolah bernostalgia membayangkan masa lampau.
Dari tekstur, es krim di restoran Tip Top terlihat sama dengan es krim kebanyakan, tapi tidak rasanya. Es Krim Tip Top terasa lebih bersalju dan padat. Tidak mudah cair walaupun didiamkan cukup lama. Rasa manisnya pas dan tidak membuat rasa haus. Es krim yang ditawarkan restoran ini tidak menggunakan bahan pengawet apa pun. Hal ini dilakukan sebagai langkah untuk menjaga kualitas serta cita rasa yang telah dimiliki oleh restoran legendaris ini.
"Es krim yang kami jual masih memakai slagroom (sekarang dikenal dengan whip cream) sebagai bahan dasar. Juga susu murni dan tanpa pengawet," kata seorang pelayan perempuan yang lebih senior.
Kalau untuk roti dan kue-kue, dia melanjutkan, Tip Top masih menggunakan tungku kayu buatan 1934. Begitu juga mesin pembuatan es krim yang masih dipakai sampai saat ini. "Seperti itu, Pak," ujarnya seraya menunjuk sebuah foto besar yang terpasang pada dinding.
Kalau untuk kokinya sekarang sudah orang lokal semua. Tapi saat masa masih dikelola langsung oleh Jangkie, Tip Top pernah melibatkan koki orang Belanda. "Pas zaman Jepang, mereka disuruh pulang," ujarnya.
Simak Video "Menikmati Pemandangan Menakjubkan dari Langit di Lombok "
(jat/fem)