Ada Ritual Kematian di Toraja

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Toraja International Festival

Ada Ritual Kematian di Toraja

- detikTravel
Selasa, 12 Agu 2014 09:51 WIB
Rambu Solo (Rachman/detikTravel)
Toraja - Beberapa suku di dunia memiliki ritual kematian. Tidak perlu jauh ke luar negeri, traveler cukup ke Toraja untuk melihat ritual sejenis itu, namanya Rambu Solo. Ngeri atau tidak ya, penasaran kan?

Salah satu adat istiadat dan kebudayaan Tana Toraja yang hingga sekarang masih terjaga kuat dan tetap dijalani adalah upacara kematian atau yang biasa disebut Rambu Solo. detikTravel berkesempatan menyaksikan upacara adat tersebut di Desa Nanggala, Toraja Utara, Senin (11/8/2014)

Sebagai informasi, upacara adat Rambu Solo adalah salah satu ritual adat kematian di Tana Toraja yang bermakna mengantarkan arwah yang meninggal hingga ketujuannya yakni alam roh. Ritual ini terbilang menjadi magnet yang sangat kuat bagi para wisatawan lokal dan mancanegara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada awalanya, agama yang dianut oleh masyarakat Toraja adalah kepercayaan Aluk To Dollo atau yang lebih dikenal dengan sebutan animisme. Oleh karena itu adat istiadat masih sangat kental dan dipercayai oleh masyarakat Toraja.

Dalam kebudayaan Aluk To Dollo di Tana Toraja itulah yang sangat menyakralkan arti sebuah kematian. Maka dari itu ritual untuk orang yang mati selalu dilakukan upacara adat yang bernama Rambu Solo.

Upacara tersebut biasanya digelar oleh masyarakat yang terbilang mampu, cukup tersohor atau keturunan raja atau orang yang berpengaruh dalam adat tersebut. Pesta yang digelar terbilang sangatlah mewah, karena dalam pelaksanaannya memakan waktu yang berhari-hari.

"Kebetulan ibu kami ini masih ada keturunan dari raja yang pernah ada di desa ini. Namanya Helena Musu (Nek Ippo) yang menginggal pada usai 98 tahun," tutur salah satu sang anak di lokasi upacara.

Nenek dari 11 anak kandung dan 4 anak angkat ini meninggal sejak 1,5 tahun yang lalu. Namun karena hasil rembuk keluarga besar, akhirnya disepakati pada Agustus tahun 2014 inilah prosesi upacara penguburan atau Rambu Solo dihelat di salah satu lapang di Desa Nanggala.

Acara Rambu Solo itu digelar selama 5 hari mulai dari 11-15 Agustus 2014 secara berturut-turut. Dalam acara tersebut ditargetkan dengan 50 ekor kerbau dan ratusan babi yang akan diikut sertakan dalam rangkaian acara yang memakan biaya yang tak sedikit. Pemotongan kerbau dan babi itu tentunya diiringi dengan nyanyian yang berisi syair kedukaan (Ma'badong).

Dari hasil penelusuran, total biaya yang dihabiskan untuk seluruh prosesi acara Rambu Solo Nenek Helena Musu itu sekitar Rp 3 Miliar. Mulai dari pembangunan Tongkonan, pembelian Kerbau bule (Tedong Bonga), babi dan pemberian makan untuk para tamu selama upacara 5 hari.

"Acara ini mengandung makna akan penghormatan kepada para keluarga, rekan-rekan semua warga dunia yang hadir dalam acara Rambu Solo. Serta untuk mempertahankan adat istiadat yang baik sehingga bisa berdampak bagi dunia pariwisata lokal Toraja ini," ujar Wamen Parekraf, Sapta Nirwandar di lokasi.

Wamen berkesempatan untuk menyaksikan secara langsung acara rambu solo yang salah satu acara didalamnya terdapat prosesi menebas leher kerbau. Menurut kepercayaan masyarakat Toraja, ketika seseorang meninggal dunia tapi belum melaksanakan ritual upacara adat rambu solo, maka orang yang meninggal itu dianggap masih hidup, atau dianggap sebagai orang sakit karena statusnya masih 'sakit'.

Maka tak heran bila orang yang sudah meninggal tadi harus dirawat dan diperlakukan layaknya orang yang masih hidup, seperti menemaninya, menyediakan makanan, minuman dan rokok atau sirih. Hal-hal yang biasanya dilakukan oleh arwah, harus terus dijalankan seperti biasanya layaknya seperti masih hidup dan bisa berjalan sendiri.

(ptr/fay)

Hide Ads