Istana yang bernama lengkap Istana Asserayah Hasyimiah atau Istana Matahari Timur ini punya ciri khas, yaitu warna catnya yang kuning gading. Dinding luarnya dari bata, sedangkan dinding dalamnya dari kayu ulin yang disambungkan dengan pasak, bukan paku. Istananya pun menghadap Sungai Siak dengan jarak sekitar 100 meter.
Terdiri dari dua lantai, dihubungkan dua tangga putar berbahan besi tempa dengan 36 anak tangga buatan Belanda. Lantai bawah dibagi menjadi enam ruang, di antaranya ruang pertemuan, ruang makan, dan ruang menunggu tamu. Sedangkan di lantai atas ada enam ruang, empat di antaranya adalah ruang tidur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Istana mulai dibangun pada 1889 dan rampung 1893. Luas bangunan sekitar 1.000 meter persegi di tengah lahan seluas 32.000 meter persegi, dengan ciri khas Melayu, Eropa, India, dan Timur Tengah. Arsiteknya didatangkan Sultan dari Jerman.
Istana ini digunakan pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim dan Sultan Syarif Kasim II (1892-1968), Sultan Siak XII. Bentuk aslinya masih dipertahankan hingga kini. Renovasi pun hanya untuk mengecat ulang dan mengganti lantai yang lapuk di lantai 2.
Sebelumnya istana sempat berpindah-pindah. Misalnya pada masa Sultan Siak IX dan X, pusat pemerintahan di Istana Melintang yang terletak persis di tepi Sungai Siak. Seiring waktu, istana yang sepenuhnya dari kayu itu terkena abrasi sungai dan ambruk.
Di Istana Asserayah Hasyimiah juga disimpan koleksi Kerajaan Siak, seperti arsip-arsip kerajaan, cinderamata dari berbagai negara, dan gendang nobat yang dibunyikan saat penobatan raja.
Sebelum masuk istana, arahkan pandangan ke pucuk enam buah tiang di sudut-sudut bangunan istana. Di situ terpasang masing-masing satu patung elang hitam dengan sayap terbuka. Hewan ini lambang Kejayaan Kerajaan Siak.
Siak punya cerita tentang elang yang dipercaya hingga kini. Sementara elang umumnya terbang pada siang hari, konon, ada delapan ekor elang yang terbang di sekitar istana tiap malam. Jumlahnya selalu delapan ekor, tak pernah bertambah atau berkurang.
Begitu melewati teras, dapat dijumpai ruang tempat Sultan menerima tamu. Sejumlah manekin diletakkan di posisi-posisi tertentu yang menunjukkan posisi duduk Sultan dan para petinggi kerajaan saat menerima tamu.
Di ruang ini diletakkan patung dada Sultan Syarif Hasyim buatan Jerman, tahun 1899. Patung berbobot 120 kilogram itu dibuat dari pualam dan matanya seakan hidup. Patung dada ini awalnya diletakkan di meja console berbahan kayu, tapi karena bobotnya terlalu berat bagi meja, patung pun dipindah ke sisi lain dan diberi kaki sendiri.
Ke dalam lagi di ruang pertemuan, terdapat meja panjang dikelilingi kursi-kursi kayu. Cermin-cermin besar dipasang tinggi-tinggi di empat sisi dinding. Satu tempat lilin besar digantung tepat di atas meja.
Lampu gantung dengan desain rumit itu diimpor dari Ceko, berbahan bakar minyak tanah dan menggunakan sumbu. Pemandu yang bernama Suryadi bercerita, begitu satu demi satu sumbu disulut, ruang pertemuan akan terang benderang.
Karena walau berasal dari satu benda, tapi cahayanya dipantulkan cermin-cermin di sekeliling ruang, jadi terangnya berkali-kali lipat. Brilian sekali idenya. Sekarang, chandelier tak difungsikan lagi sebagai penerang ruangan, berganti lampu neon yang lebih praktis.
Jika sedang liburan ke Riau dan mau mampir, istana ini dapat dicapai lewat jalur darat atau melalui Sungai Siak dari Pekanbaru menggunakan kapal cepat dengan waktu 2-3 jam.
(rdy/rdy)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum