Membicarakan Jakarta akan lebih pas kalau mencari tahu asal muasal nama dan sejarahnya. Selama ini orang tahu nama Fatahillah dan Pangeran Jayakarta. Tapi bagaimana dengan Pangeran Achmed Djaketra?
Selama ini warga ibukota mengenal asal muasal nama Jakarta yang berasal dari nama Pangeran Jayakarta atau Fatahillah. Walau beliau memiliki andil besar dalam memajukan Jakarta, namun ternyata tidak begitu adanya.
Berdasarkan berbagai literatur dan investigasi tim detiknews tahun 2013, sejarah mencatat kalau nama awal Jakarta diambil dari Jayakarta, kata dengan makna kemenangan yang diucapkan oleh Fatahillah setelah menaklukkan Sunda Kelapa dari tangan Portugis dan Kerajaan Hindu Padjajaran pada 22 Juni tahun 1527. Hari bersejarah itu diperingati sebagai hari ulang tahun Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usai Pangeran Sungerasa Jayawikarta memimpin, tampuk kepemimpinan diserahkan pada Pangeran Achmed Djaketra yang merupakan putranya. Namun masih terdapat kontroversi, apakan nama Pangeran Jayakarta merupakan sebutan untuk Pangeran Achmed Djaketra atau istilah lain bagi penguasa Jakarta.
(Randy/detikTravel)
Di bawah kepemimpinan Pangeran Achmad Djaketra, Jakarta maju dan tumbuh dengan sangat pesat. Hal tersebut membuat serikat dagang VOC milik Belanda tertarik dan berkeinginan merebut Kota Jakarta. Akhirnya Belanda berselisih dengan Pangeran Jayakarta pada tahun 1616-1619.
Sempat terpukul mundur, Belanda di bawah komando Jan Pieterszoon Coen kembali melawan pasukan Jayakarta dan Banten yang berakhir dengan mundurnya Pangeran Jayakarta ke daerah Jatinegara. Sayang, Jayakarta diduduki oleh Belanda pada 12 Maret 1619, sekaligus mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia.
(Randy/detikTravel)
Kemudian ia dan pasukannya menetap di daerah yang kini menjadi Jatinegara Kaum hingga akhir hayatnya. Peninggalannya dapat dilihat pada Masjid Jami Assalafiyah dan makamnya yang telah menjadi situs cagar budaya oleh Pemprov DKI pada tahun 1999.
Menelusuri jejaknya, detikTravel singgah ke makam Pangeran Achmed Djaketra di Jl Jatinegara Kaum No.49, Pulo Gadung pada Senin lalu (5/10/2015). Di sana tampak lima nisan batu yang berada pada sebuah pendopo tepat di samping Masjid Jami Assalafiyah yang juga dibangun oleh Pangeran Achmad Djaketra.
(Randy/detikTravel)
Makam Pangeran Achmad Djaketra ada di sisi kiri, dan tampak pula empat makam lainnya yang diketahui memiliki hubungan kekerabatan. Antara lain Pangeran Lahut yang merupakan putra Pangeran Achmad Djaketra, Pangeran Soeria bin Pangeran Padmanegara, serta pasangan suami istri Pangeran Sageri dan Ratu Rupiah.
detikTravel pun sempat berbincang dengan salah satu peziarah bernama Odie yang datang dari Depok. Saat itu Odie mengaku sedang melakukan ziarah. Ia pun mengatakan sudah berziarah ke sana sejak sekitar tiga tahun yang lalu.
"Sudah 3 tahun, kalau saya antara Senin atau Jumat, sesempatnya saya," ujar Odie.
Odie menjalankan kegiatan ziarah yang umumnya dilakukan dalam agama Islam. Dia mengingatkan, tidak boleh meminta sesuatu kepada orang meninggal, yang dia lakukan adalah mendoakan almarhum yang berjasa besar bagi Jakarta.
"Pada intinya kalau meminta kepada beliau memang tidak diperbolehkan, hanya saja beliau kan keturunan Cirebon, beliau ini salah satu orang kepercayaan dari Sunan Gunung Jati Cirebon," tutur Odie
Karomah Pangeran Achmad Djaketra sebagai salah satu keturunan Sunan Gunung Jati memang dianggap sakral oleh para peziarah. Selain berkarisma, Pangeran Achmad Djaketra juga terkenal lihai dan sulit ditangkap oleh para penjajah Belanda saat itu.
(Randy/detikTravel)
Fakta unik lainnya, keberadaan makam tersebut baru terungkap pada tahun 1956, lebih dari tiga abad sejak Pangeran Achmad Djaketra meninggal. Hal itu diketahui dari buku wartawan senior pemerhati sejarah Alwi Shahab yang berjudul 'Betawi Queen of The East.'
Dalam buku itu tertulis, kalau Pangeran Achmad Djaketra meminta anak keturunannya untuk merahasiakan identitas dan kuburannya kepada siapapun selama Belanda masih berkuasa.
Hingga kini masih banyak peziarah maupun traveler yang berziarah ke makam Pangeran Achmad Djaketra, khususnya pada hari tertentu dan ulang tahun Jakarta. Terlepas dari perdebatan sejarawan soal keaslian makam ini, sekiranya makam bersejarah memang perlu dijaga dan tidak boleh dilupakan. Sudah tidak penasaran bukan dari mana asal muasal nama Jakarta?
(aff/aff)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan