Potongan Sejarah & Perjuangan di Balik Nasi Lemeng Khas Banyuwangi

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Potongan Sejarah & Perjuangan di Balik Nasi Lemeng Khas Banyuwangi

Putri Akmal - detikTravel
Sabtu, 11 Feb 2017 14:24 WIB
Nasi lemeng khas Banyuwangi yang penuh nilai historis dan perjuangan (Putri Akmal/detikTravel)
Banyuwangi - Nasi Lemeng termasuk kekayaan kuliner khas Banyuwangi. Di balik kelezatannya, ternyata tersimpan kisah perjuangan dan juga kepingan sejarah di masa penjajahan.

Ada sejarah dan perjuangan di balik nikmatnya nasi lemeng khas Desa Banjar, Banyuwangi. Keterbatasan bahan makanan ketika dalam pengungsian dan perlawanan rakyat saat melawan penjajahan Belanda menjadi cikal bakal terciptanya nasi lemeng khas Desa Banjar.

Ketua Adat Desa Banjar, Lukman Hakim menceritakan tentang secuil sejarah nasi lemeng khas desa tempat lahirnya. Saat jaman penjajahan Belanda, warga Desa Banjar banyak yang mengungsi ke daerah-daerah pedalaman untuk menyelamatkan diri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantaran bahan makanan yang serba terbatas, mereka hanya bisa membawa bekal berupa beras dan bumbu ala kadarnya. Lauk pauk yang bisa mereka pun bawa hanya sebatas ikan asin.

Karena tidak ada perabotan dapur, warga pengungsian mencari bambu yang kemudian digunakan untuk memasak. Bekal beras yang mereka bawa itu mereka bubuhi garam dan dimasukkan ke dalam bambu. Setelah itu bambu berisi beras tersebut dibakar diatas perapian ala kadarnya. Proses inilah yang dinamai suku using dengan sebutan 'ngelemeng'.

"Pengungsi-pengungsi itu mencari bambu. Beras yang ditaburi garam dimasukkan kedalam bambu dan di bakar. Nah proses bakar dalam bambu itulah namanya nglemeng," papar Lukman ketika berbincang dengan detikcom di Desa Banjar, Kecamatan Licin, Sabtu (11/2/2017).

Lukman Hakim, Ketua Adat Desa Banjar, Banyuwangi (Putri Akmal/detikTravel)Lukman Hakim, Ketua Adat Desa Banjar, Banyuwangi (Putri Akmal/detikTravel)


Lukman menjelaskan, setelah Indonesia merdeka, proses nglemeng berangsur meredup. Sedikit demi sedikit mulai memudar dan digerus era milenium. Kemudahan menanak nasi dengan alat modern menggeser pola tradisi bakar beras tradisional tersebut.



"Sekarang masa merdeka sudah tidak ada lagi, yaaa... terlupakan, jarang sekali orang nglemeng karena sudah era modern banyak kemudahan," imbuhnya.

Namun karena kepedulian warga setempat untuk nguri-nguri adat, budaya dan tradisi, kuliner yang telah tersisih lebih dari 70 tahun itu kembali dilestarikan. Diawali melalui Festival Banjar yang digelar swadaya oleh masyarakat sekitar setahun lalu, warga Desa Banjar mulai beramai-ramai mengangkat nasi lemeng sebagai kuliner khas desanya.

Nasi lemeng yang dimasak di dalam bambu (Putri Akmal/detikTravel)Nasi lemeng yang dimasak di dalam bambu (Putri Akmal/detikTravel)


Tampilan dan cita rasa nasi lemeng pada saat masa penjajahan dan masa kini diakuinya telah berubah. Pria berpakaian adat using itu mengaku, inovasi itu dilakukan untuk memperkaya citarasa supaya lebih diterima oleh masyarakat secara luas.

"Setelah hampir 70 tahun di tinggalkan, mulai diangkat lagi sekitar setahun lalu. Lalu kuliner ini di modifikasi supaya rasanya itu lebih diterima lidah orang sekarang. Kalau dulu kan cuma dibumbui garam saja, sekarang sudah lebih enak rasanya," pungkas pria berkulit sawo matang tersebut.

Perjuangan dan kekompakan warga setempat untuk nguri-nguri proses nglemeng itu sekarang mulai membuahkan hasil. Seiring semaraknya Banyuwangi Festival dan peningkatan kunjungan wisatawan, Desa Banjar yang dulu tak pernah dikenal kini mulai bangkit. Kuliner, tradisi dan adat budaya Desa Banjar kembali dikenal masyarakat luas.

"Tugas kita sebagai adat adalah mengangkat nglemeng lagi, nguri-nguri kembali. Seiring adanya Banyuwangi Festival ini, Desa Banjar terangkat kembali," tandasnya. (wsw/wsw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads