Sungai Dayu adalah sebuah sungai kecil di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sungai ini nantinya bergabung dengan aliran sungai yang lebih besar, yaitu Sungai Cemoro di Sragen, untuk kemudian mengalir bersama-sama ke Sungai Bengawan Solo dan akhirnya bermuara di lautan.
Meski aliran sungainya kecil, tetapi ada yang menarik di sana. Dahulu di sungai ini kehidupan purba sudah mulai berkembang ratusan ribu tahun sebelum kita ada sekarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Situs PCTS (Pucung Tanah Subur) (Wahyu/detikTravel) Foto: Wahyu/detikTravel |
Rombongan kami diantar oleh Sukadi, pemuda asli kelahiran Dayu. Ayah Sukardi, yaitu Pak Tukimin almarhum yang pertama kali menemukan fosil Sangiran-17 (S-17) pada tahun 1969, di sekitar Sungai Dayu.
Fosil S-17 menjadi tonggak sejarah dalam dunia penelitian arkeologi di Indonesia. Itu karena fosil S-17 memiliki profil tengkorak terlengkap dibandingkan dengan penemuan-penemuan fosil sebelumnya. Dari fosil S-17 inilah, wajah manusia purba bisa direkonstruksi ulang oleh seniman bernama Elisabeth Daynes.
Menyusuri Sungai Dayu (Wahyu/detikTravel) Foto: Wahyu/detikTravel |
Di kanan dan kiri sungai, terdapat bekas pengambilan sampel tanah. Sampel tanah ini diambil untuk mengetahui profil tanah dan berapa usia dari lapisan tanah tersebut. Dari hasil analisis, para peneliti mendapati bahwa lapisan tanah di Sungai Dayu ini adalah Lapisan Kabuh yang terbentuk 730 ribu tahun yang lalu.
Bekas pengambilan sampel tanah di tepi Sungai Dayu (Wahyu/detikTravel) Foto: Wahyu/detikTravel |
Sekitar 20 menit menyusuri tepian sungai, akhirnya kami sampai juga di Situs PCTS. Situs ini terdiri dari sebuah bangunan kecil yang difungsikan sebagai museum mini, serta gudang alat-alat. Situs penggaliannya sendiri terletak di belakang bangunan tersebut, berjarak sekitar 100 meter.
"Ini Situs PCTS, Pucung Tanah Subur. Namanya seperti itu karena ini berada di atas tanah milik Pak Subur," jelas Sukadi.
Situs PCTS berada di kebun jati milik Pak Subur (Wahyu/detikTravel) Foto: Wahyu/detikTravel |
Di Situs PCTS ini dilakukan sejumlah penggalian dan penelitian oleh para arkeolog. Hasilnya ditemukan fosil gajah purba Stegodon sp, berupa gading dan sejumlah tulang lainnya. Kemudian ditemukan juga sejumlah alat serpih batu, serta fragmen fosil lainnya.
Dokumentasi saat penggalian gading gajah Stegodon sp. (Wahyu/detikTravel) Foto: Wahyu/detikTravel |
Menurut Sukadi, tahun depan di Situs PCTS akan dilakukan penggalian arkelogi lagi. Tetapi tidak di titik yang sama, tetapi bisa bergeser di sebelahnya, tak jauh dari titik semula. Penemuan fosil memang tidak bisa diprediksi, bisa jadi di satu titik yang berdekatan, justru tidak ditemukan fosil yang sama.
Bekas pengambilan sampel tanah di Situs PCTS (Wahyu/detikTravel) Foto: Wahyu/detikTravel |
Traveler bisa melihat Situs PCTS ini bila kebetulan sedang berkunjung ke Cluster Museum Dayu, Karanganyar, Jateng. Pak Sukadi bisa mengantarkan sampai ke lokasi, juga ke lokasi dimana ayahnya dulu menemukan fosil S-17. Berkunjung ke lokasi ini sedikit bisa memberika gambaran tentang kehidupan purba ynag berlangsung ratusan ribu tahun silam.
Kini bekas penggalian Situs PCTS dibiarkan kosong (Wahyu/detikTravel) Foto: Wahyu/detikTravel |












































Situs PCTS (Pucung Tanah Subur) (Wahyu/detikTravel) Foto: Wahyu/detikTravel
Menyusuri Sungai Dayu (Wahyu/detikTravel) Foto: Wahyu/detikTravel
Bekas pengambilan sampel tanah di tepi Sungai Dayu (Wahyu/detikTravel) Foto: Wahyu/detikTravel
Situs PCTS berada di kebun jati milik Pak Subur (Wahyu/detikTravel) Foto: Wahyu/detikTravel
Dokumentasi saat penggalian gading gajah Stegodon sp. (Wahyu/detikTravel) Foto: Wahyu/detikTravel
Bekas pengambilan sampel tanah di Situs PCTS (Wahyu/detikTravel) Foto: Wahyu/detikTravel
Kini bekas penggalian Situs PCTS dibiarkan kosong (Wahyu/detikTravel) Foto: Wahyu/detikTravel
Komentar Terbanyak
Kisah Tragis Model Cantik Belarusia: Diculik-Dibunuh di Myanmar, Organ Dijual
Benarkah Harimau Takut Kucing? Ini Penjelasannya
Menyusuri Kemang Raya, Kawasan Elite yang Masuk Daftar Kawasan Terkeren di Dunia