Rowo Bayu menjadi saksi perang terdahsyat menurut Belanda. Sebab dalam perang yang disebut sebagai perang Puputan Bayu. Puputan memiliki arti penghabisan, sementara Bayu adalah lokasi perang, yang kini menjadi salah satu desa di Kecamata Songgon.
Penyebab terjadinya Puputan Bayu ini lantaran warga Blambangan geram dan tak tahan dengan aturan penjajah Belanda yang mencekik kehidupan mereka. Belanda mempekerjakan paksa warga dan tidak menyediakan makanan bagi mereka. Kesengsaraan, kelaparan, serta serba hidup kekurangan yang kemudian memicu penyakit dan berakhir pada kematian yang sangat tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sepeninggal Wilis, kesewenang-wenangan VOC terhadap rakyat Blambangan semakin menjadi-jadi. Kondisi ini membuat banyak warga pergi dari kampungnya untuk menyelamatkan diri. Yang menjadi tempat tujuan adalah suatu daerah bernama Bayu (sekarang termasuk wilayah Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi) yang terletak di lereng Gunung Raung. Pangeran Jagapati juga datang ke tempat ini bersama para pengikutnya yang masih tersisa.
Mendengar Pangeran Jagapati berada di Bayu, semakin banyak rakyat Blambangan yang berdatangan ke tempat itu. Mereka yakin, Pangeran Jagapati mampu melanjutkan perjuangan Wong Agung Wilis untuk menghentikan kekejian Belanda.
"Yang paling menyeramkan bagi Belanda adalah sebelum perang Puputan Bayu. Masyarakat Blambangan itu keji. Mereka tak segan memenggal kepala tentara Belanda yang tertangkap kemudian diarak keliling kampung. Kepala itu kemudian di letakkan di pinggir jalan menuju Desa Bayu. Hal ini lah yang membuat mereka kemudian menyerang warga yang bersembunyi di Bayu," tambahnya.
![]() |
Di bawah komando Pangeran Jagapati, rakyat Blambangan sepakat untuk melakukan perang puputan atau pertempuran habis-habisan. Mereka memilih gugur di medan laga ketimbang harus menyerah kepada VOC.
Pada 18 Desember 1771, kata Budi Setianto, seperti dituliskan Lekkerkerker dalam catatannya yang menjadi rujukan utama dalam penulisan sejarah tentang Puputan Bayu, ribuan prajurit Blambangan bergerak menuju arena pertempuran. Ini merupakan puncak dari peperangan yang sudah berlangsung sejak awal Agustus 1771.
Dan terjadilah Puputan Bayu, perang besar-besaran di tanah Banyuwangi. Serangan pejuang Bayu yang mendadak, membuat pasukan VOC terdesak. Saat itulah pasukan VOC banyak yang terjebak dalam jebakan yang dinamakan sungga (parit yang di dalamnya dipenuhi sunggrak) yang telah dibuat oleh pejuang Bayu. Pasukan VOC yang terjebak dan dihujam dari atas.
![]() |
"Belanda menyatakan serangan ini sebagai de dramatische vernietiging van Compagniesleger (kehancuran dramatis pasukan kompeni). Sersan Mayor van Schaar, komandan pasukan VOC, Letnan Kornet Tinne dan ratusan serdadu Eropa lainnya tewas dalam perang itu. Hanya beberapa serdadu yang tersisa. Sementara, warga Blambangan harus kehilangan pemimpinnya. Pangeran Jagapati gugur satu hari kemudian, 19 Desember 1771, karena terluka akibat perang," ujar Budi.
"Akibat perang ini sekitar 60.000 rakyat Blambangan (Banyuwangi) gugur, hilang, ataupun menyingkir ke hutan untuk menyelamatkan diri dari VOC. Angka tersebut dianggap sangat besar karena jumlah penduduk Blambangan waktu itu 65.000 orang," tambahnya.
Tanggal terjadinya peperangan ini, 18 Desember, pada akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Banyuwangi karena menjadi cikal bakal terbentuknya wilayah tersebut.
"Kabupaten Banyuwangi menetapkan tanggal 18 Desember sebagai kebangkitan rakyat Blambangan menyerang VOC. Ini ditetapkan dan di sahkan DPRD Banyuwangi pula," pungkasnya.
(bnl/bnl)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Hutan Amazon Brasil Diserbu Rating Bintang 1 oleh Netizen Indonesia