M Bloc Space dan Budaya Jalan Kaki di Jakarta

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

M Bloc Space dan Budaya Jalan Kaki di Jakarta

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Rabu, 27 Nov 2019 13:20 WIB
Budaya jalan kaki di M Bloc Space (Foto: Instagram/Istimewa)
Jakarta - M Bloc Space memiliki kawasan dengan luas 7 hektare. Tak ada tempat parkir, otomatis bikin traveler yang datang harus berjalan kaki atau naik kendaraan umum. Ada alasan khusus di baliknya.

Tapi hal itu tak menurunkan minat para traveler mendatanginya. Ya, M Bloc Space memang hendak turut berkontribusi dalam usaha menggalakkan budaya jalan kaki di Jakarta.


"Ketika saya mengelola banyak ruang publik ada satu pengalaman mendatanginya dengan jalan kaki, yakni badan jadi lebih segar. Pengamatan saya, jalan kaki itu mengukur keseriusan orang untuk datang. Jerih payah jalan kaki dan kalau senang dia akan senang sekali," kata pencipta M Bloc Space yang juga pemilik Filosofi Kopi, Handoko Hendroyono, di Jakarta, Selasa (26/11/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita senang melihat budaya jalan kaki yang nggak rutin dan nggak mudah didapat kini ada di Jakarta," imbuh dia.

M Bloc Space memiliki konsep ruang publik yang tak meninggalkan kesan lawas. Bahkan, di destinasi baru itu kini ada serangkaian diskusi seperti yang ada di Taman Ismail Marzuki.


"Kita ingin mereka yang datang merasa ke sebuah rumah yang sudah dikonservasi dipertahankan yang lama. Karena di sini ada juga diskusi-diskusi soal seni dan harusnya TIM mempertahan itu," kata Handoko.

"Kalau mau disamakan dengan TIM bisa saja. Banyak program di sana dulu dan sekarang habis," tegas dia.

Tantangan M Bloc Space, kata dia, adalah soal bisa tidaknya menangkap perubahan zaman. Sekarang, semua hal berjalan sangat dinamis dan yang kreatif itu sangat dekat dengan pariwisata.


M Bloc Space sebagai rumah merek lokalM Bloc Space sebagai rumah merek lokal (Foto: Instagram)

Seperti diketahui, M Bloc Space memang dijadikan tempat para pemilik produk lokal untuk unjuk gigi. Pendirinya tak ingin produk internasional mejeng di situ, Starbucks contohnya.

"Kita swadana membangun dan mengajak investor. Kita modal Rp 5 miliar dan kolaborasi dari multidisiplin itu dengan pegiat film, kopi dan lain-lain," ujar Handoko.

"Musuh kami brand asing. Ini bukan membenci tapi keberpihakan ke brand lokal. Sesimpel publik mengharapkan. Mereka mencintai asal usulnya. Mereka ingin tahu asal kopi dan siapa penanamnya. Itu yang nggak dimiliki brand asing," imbuh dia.





(msl/krs)

Hide Ads