Menilik Kisah Ki Ageng Mangir dan Watu Gilang Kotagede

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Menilik Kisah Ki Ageng Mangir dan Watu Gilang Kotagede

Kristina - detikTravel
Selasa, 21 Jul 2020 13:29 WIB
Watu Gilang
Foto: Kristina/detikcom
Yogyakarta -

Kotagede atau yang dulunya bernama Alas Mentaok, tempat bertahtanya Panembahan Senopati menyimpan banyak cerita di setiap peninggalannya. Tepat di sisi selatan Makam Raja Mataram itu terdapat benda peninggalan sejarah yakni Watu (batu) Gilang.

Jika diamati, pada salah satu sisi Watu Gilang terdapat cekungan yang besarnya seukuran dahi orang dewasa. Menurut penuturan juru kunci situs sejarah tersebut, adanya cekungan akibat benturan kepala Ki Ageng Mangir yang pada saat itu melakukan sembah sungkem kepada Panembahan Senopati.

Sungkem tersebut dilakukan atas permintaan istrinya, yakni Ni Pembayun. Namun, Panembahan Senopati tidak menerima sungkem dan justru membenturkan kepala Ki Ageng Mangir ke sisi Watu Gilang. Diketahui akibat benturan yang terjadi, Ki Ageng Mangir tewas seketika.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Watu GilangWatu Gilang. Foto: Kristina/detikcom

"Sela menika kangem pelenggahanipun Gusti Panembahan Senopati. Wulan riyatin, (Pembayun) ngajak sungkem wonten Mataram Nagri, nembe sungkem ngeten lajeng pun benturaken ngantos dumugi sedanipun (Batu ini sebagai singgasana Panembahan Senopati. Saat hari raya Lebaran, Pembayun mengajak sembah sungkem di Kerajaan Mataram, ketika sedang sungkem lalu (kepalanya Ki Ageng Mangir) dibenturkan hingga meninggal dunia),"kata Barta juru kunci situs saat ditemui detikcom.

Selain Watu Gilang, terdapat pula Watu Gatheng dan Watu Genthong. Watu Gatheng berjumlah 3 buah dengan ukuran yang berbeda. Beratnya dari yang paling kecil sekitar 5 kilogram, kemudian yang besar 20 kilogram lalu yang paling besar 25 kilogram. Pada zaman dahulu, Watu Gatheng digunakan untuk bermain oleh Raden Rangga yang tak lain adalah Putra Panembahan Senopati.

ADVERTISEMENT
Watu GilangWatu Gilang. Foto: Kristina/detikcom

Sementara itu, Ki Juru Martani, Patih Panembahan Senopati biasa minum dan berwudhu menggunakan air genthong. Batu cekungan yang berwarna hitam tersebut terletak bersebelahan dengan Watu Gatheng. Hingga saat ini kondisi Watu Genthong masih utuh.

Ketiga situs sejarah Kraton Mataram 1509 tersebut biasa dikunjungi pada hari Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Namun, jika akan berkunjung di hari lain tetap dilayani oleh juru kunci karena memang dibuka untuk umum dan tidak terbatas waktu.

"Jumah kliwon lan Seloso kliwon. Menawi sami badhe tindak mlebet saged manggih kula. Sakwanci-wanci menawi enten tamu nggih kula bukakaken. (Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon. Jika ada yang mau masuk bisa menemui saya. Sewaktu-waktu jika ada tamu ya saya bukakan)," pungkas juru kunci yang memiliki nama kraton Hastono Suprapto.




(pin/ddn)

Hide Ads