Keindahan Pantai Pangandaran yang memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, ternyata sudah terkenal sejak zaman kolonial.
Semenanjung dengan dua sisi pantai di bagian barat dan timur itu sudah lama menjadi tujuan wisata. Eksplorasi potensi wisata pantai Pangandaran berkaitan dengan pembangunan jalur kereta api Banjar - Cijulang di awal tahun 1900-an.
Merujuk kepada sejumlah literasi dan catatan sejarah, pembangunan jalur kereta api ke wilayah Pangandaran oleh Belanda sendiri berkaitan dengan kepentingan ekonomi kolonial. Pangandaran memiliki hasil bumi dan hasil laut yang melimpah, sehingga Belanda memutuskan untuk membangun jalur kereta api ke wilayah ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu bukti pantai Pangandaran sudah menjadi destinasi wisata sejak jaman kolonial adalah ditemukannya jejak literasi dan peninggalan hotel pertama yang berdiri di Pangandaran.
Hotel pertama di Pangandaran itu bernama hotel Pesanggrahan yang terletak di pantai barat Pangandaran. Hotel itu dibangun oleh perusahaan kereta api jaman kolonial Staatspoorwegen sekitar tahun 1911, berbarengan dengan pembangunan jalur kereta api Banjar - Cijulang.
Salah seorang pegiat literasi Pangandaran Andi Nuroni mengatakan jejak literasi keberadaan hotel Pesanggrahan termuat dalam pemberitaan koran De Sumatra Post edisi 26 Agustus 1915 yang memberitakan kunjungan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Alexander Willem Frederik Idenburg. Berita itu menjelaskan bahwa Gubernur Jenderal Hindia Belanda bermalam di Pangandaran.
"Lalu ada pula pemberitaan koran Het Nieuws Van Den Dag, edisi 10 Mei 1925," kata Andi, Rabu (22/7/2020).
Tulisan di koran itu merupakan laporan perjalanan dari Bandung menuju Pangandaran. "Penulis mengisahkan meski tak mudah menempuh perjalanan Bandung - Pangandaran, tapi terbayar oleh keindahan pantainya," kata Andi.
![]() |
Penulis mengisahkan dia berangkat dari Bandung pagi hari dan sampai Banjar pukul 10. Kemudian dilanjutkan menumpang kereta api Banjar - Cijulang dan tiba di Pangandaran pukul 2 siang. Penulis juga mengisahkan keindahan sepanjang perjalanan kereta api menuju Pangandaran indah, di sisi kanan pegunungan di sisi kiri lautan.
Penulis itu juga mengulas hotel Pesanggrahan yang memiliki 6 kamar besar dan teras yang luas. Dia menyebut pelayanannya memuaskan.
Tarif menginapnya 4,5 gulden/malam, tergolong murah bagi warga Eropa. Digambarkan pula lokasi hotel yang begitu dekat dengan pantai. Tapi dia juga mengeluhkan banyaknya nyamuk di kamar hotel.
Seiring dengan masa kemerdekaan, kepemilikan aset-aset tersebut kemudian diambil alih oleh pemerintah Indonesia, tepatnya milik PT. Kereta Api Indonesia. Hotel Pesanggrahan kemudian dibangun kembali lalu berganti nama menjadi hotel Pananjung Sari. Hotel ini sempat berjaya sampai tahun 80-an di tengah mulai menjamurnya hotel-hotel lain di Pangandaran.
Baca juga: Menelisik Makna Pantai Batukaras Pangandaran |
Memasuki dekade 90-an pamor hotel Pananjung Sari ini kian redup, karena bersaing dengan hotel-hotel yang dikelola pihak swasta. Sebelum akhirnya luluh lantak disapu tsunami di tahun 2006.
Kini setelah Pangandaran menjadi daerah otonom baru, areal eks hotel tersebut dibangun menjadi pasar wisata Nanjung Sari. Walaupun kepemilikan lahannya masih tetap milik PT. KAI. Beruntung jejak nama Pesanggrahan masih "terselamatkan" karena diabadikan menjadi nama jalan dan nama sebuah restoran yang terletak di samping pasar wisata Nanjung Sari.
(rdy/ddn)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Hutan Amazon Brasil Diserbu Rating Bintang 1 oleh Netizen Indonesia