Ternyata, Orang Papua Bisa Masak Ikan Presto Sejak Zaman Prasejarah

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Ternyata, Orang Papua Bisa Masak Ikan Presto Sejak Zaman Prasejarah

Hari Suroto - detikTravel
Minggu, 01 Agu 2021 17:20 WIB
Keladi di Papua jadi bumbu masak
Foto: Masak ikan di dalam gerabah (Hari Suroto/Istimewa)
Sentani -

Pengetahuan tentang kuliner ikan yang dimasak duri lunak atau presto ternyata sudah dikenal sejak masa prasejarah di kawasan Danau Sentani, Papua.

Penelitian Balai Arkeologi Papua di Bukit Khulutiyauw, Kampung Abar, Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura berhasil menemukan artefak batu berbentuk bundar pipih. Artefak batu ini berdiameter sekitar 10 cm.

Artefak batu yang ditemukan di Bukit Khulutiyauw itu, pada masa lalu berfungsi untuk memasak presto ikan dalam gerabah. Artefak batu ini ditemukan bersama pecahan-pecahan gerabah yang banyak dijumpai di hampir seluruh permukaan Bukit Khulutiyauw.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam tradisi Sentani dikenal kuliner ikan kuah hitam atau hebehelo. Kuliner hebehelo, berupa presto ikan danau dengan wadah gerabah dengan bumbu daun dan batang keladi.

Cara memasaknya yaitu batang dan daun keladi diasapkan terlebih dulu di perapian. Sebelumnya, siapkan dulu wadah gerabah yang bagian dalamnya telah ditaruh anyaman bambu sebagai alas.

ADVERTISEMENT
Batu digunakan untuk masak  ikan prestoArtefak batu yang digunakan untuk masak ikan presto Foto: Hari Suroto/Istimewa

Di atas anyaman bambu itu, ditaruh ikan yang sudah dibersihkan. Sebelum dikenal ikan mujair, ikan yang dimasak berupa ikan gabus hitam atau kayou (Eleotrididae Oxyeleotris heterodon) dan ikan gabus merah atau kahe (Eleotrididae Giuris margaritacea).

Setelah itu, baru ditambah air secukupnya dan garam. Baru di atasnya ikan tadi, ditaruh batang dan daun keladi kering. Pada permukaan atas bahan makanan tadi ditaruh batu bundar pipih untuk penutup sekaligus sebagai penekan.

Wadah gerabah berisi ikan dipanasi di atas bara api selama sekitar dua jam. Garam dan bumbu batang keladi akan merasuk dalam ikan. Selain itu, ikan akan terasa empuk sampai tulang. Rasanya tentu saja enak.

Penggunaan batang dan daun keladi merupakan bentuk kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun di Sentani. Ternyata, batang dan daun keladi ungu mengandung polifenol yang terbukti menurunkan kolesterol.

Terdapat beberapa jenis keladi di Sentani, hanya keladi jenis bete yang digunakan sebagai bumbu. Keladi jenis ini bentuk daun dan batangnya kecil berwarna ungu.

Ikan gabus Sentani memang memiliki kandungan lemak tinggi, jadi untuk menyeimbangkannya digunakanlah batang dan daun keladi.

Keladi merupakan jenis tanaman yang ditanam pertama kali pada masa prasejarah, 8000 tahun yang lalu di Papua dan Papua Nugini. Sedangkan budaya gerabah mulai dikenal di Papua sejak 3000 tahun lalu. Kuliner ikan kuah hitam ini dapat disajikan sebagai kuliner khas untuk PON XX Papua.

Bukit Khulutiyauw sendiri terletak di tepi Danau Sentani bagian selatan atau sebelah barat Kampung Abar.


---

Artikel ini dibuat oleh Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua dan diubah seperlunya oleh redaksi.




(wsw/wsw)

Hide Ads