Jejak kolonialisme Belanda masih terserak di beberapa wilayah Indonesia. Satu diantaranya yaitu pabrik kopi di Desa Karanganyar Kabupaten Blitar.
Pabrik kopi ini berlokasi di Dusun Karanganyar Timur Desa Modangan Kecamatan Nglegok. Dengan ketinggian sekitar 800 MDPL, hawa sejuk selalu menyelimuti pengunjung yang datang.
Ketika memasuki areal pabrik, bangunan kuno zaman Belanda masih berdiri kokoh. Arsitektur Indische Empire style (Abad 18-19), mendominasi seluruh bagian bangunan dari pabrik yang didirikan Belanda pada tahun 1874 ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ciri khas arsitektural dari rumah Belanda yang paling nampak adalah penggunaan roof. Selain itu, tampilan muka rumah Belanda eksterior atau fasad yang cenderung simetris, meski ada juga beberapa rumah Belanda yang mengaplikasikan fasad asimetris tersendiri.
![]() |
Fasad biasanya berupa segi empat, segi lima, atau segi enam. Pintu masuk bisa di bangun pada bagian tengah fasad, bisa juga berada di tepi kanan. Ciri lain dari desain arsitektural rumah Belanda ini adalah biasanya mempunyai dinding yang cukup tebal.
Pengelola pabrik kopi saat ini, Herry Noegroho bertutur, seorang Belanda bernama HJ Velsink pada tahun 1874 membuka perkebunan di lereng Gunung Kelud ini. Velsink juga mendirikan perusahaan bernama "Kultur Mij Karanganjar". Sebagai komoditi utama, dipilih kopi jenis Robusta dan cengkeh.
![]() |
Selama beberapa puluh tahun, perkebunan dan pabrik kopi ini sering berganti kepemilikan di tangan orang Belanda. Hingga saat perang dunia, Belanda dan sekutunya kalah perang. Sampai saat Indonesia merdeka, terjadilah nasionalisasi perusahaan asing.
Pengelolaan perusahaan asing yang telah dinasionalisasi, diserahkan kepada para veteran perang kemerdekaan di wilayahnya masing-masing. Untuk wilayah Karanganyar, pengelolaan diserahkan kepada veteran Denny Roeshadi, yang kebetulan juga bekerja di perkebunan ini.
"Jadi sejak tahun 1960 perkebunan dan pabrik ini secara resmi dikelola kakek saya Denny Roeshadi dengan nama perusahaan PT Harta Mulia," tutur Herry kepada detikcom, Senin (1/11/2021).
![]() |
Hingga saat ini, kebun kopi Karanganyar dikelola oleh tiga generasi keluarga Roeshadi. Herry Noegroho sendiri yang mantan Bupati Blitar, kemudian menyerahkan pengelolaan perkebunan ini kepada putranya, Wima Brahmantya. Pada tahun 2016, kebun kopi Karanganyar dibuka sebagai destinasi wisata dengan brand wisata baru "De Karanganjar Koffieplantage".
Keluarga Herry sengaja tidak merombak bangunan lama, agar kesan heritagenya kental terlihat. Ornamen asli bangunan masih terpajang di setiap sudut bangunan. Beberapa spot instagramable bisa dijumpai, seperti bangunan lawas di kantor perkebunan dengan tulisan diatasnya "De Karanganjar Koffieplantage".
Lalu rumah loji, dengan dua kamar yang menarik perhatian pengunjung. Kamar depan, disebut pernah disinggahi Presiden Soekarno. Lengkap dengan pernik dan barang-barang milik Presiden pertama RI yang diperoleh dari Hotel Indonesia, Jakarta.
Kamar belakangnya, adalah kamar pribadi Denny Roeshadi. Semua barang antik dipajang tertata rapi sesuai kondisi aslinya. Mulai tempat tidur, meja kerja, tas kerja, lampu, almari. Sampai mesin ketik, radio dan televisi. Disela-sela ornamen antik di ruangan itu, juga tampak senjata laras panjang yang dipakai tentara Belanda menjajah Indonesia. Bagi penikmat lukisan, koleksi keluarga berdarah biru ini akan memanjakan pandangan dan menyejukkan alam bawah sadar anda.
"Kami merasa, semua keindahan ini bisa dinikmati semua orang. Banyak sejarah, benda antik, lukisan beberapa seniman, yang bisa menambah wawasan wisatawan yang berkunjung," imbuhnya.
Bangunan berikutnya adalah gudang dan gedung produksi. Dua bangunan ini terletak di bagian belakang. Berjalan menuju gedung ini, pengunjung disuguhi deretan pohon pinus yang megah berdiri, diantara cantiknya bunga taman yang memesona.
Mesin-mesin pabrik yang diproduksi dengan cap tahun 1843 masih ada, walaupun tidak difungsikan. Kincir air modifikasi besi baja dan kayu untuk mencuci biji kopi, juga masih ada. Plat-plat besi baja menjadi bagian tak terpisahkan di tiap tapak tangga bagian produksi.
Sisi paling timur, adalah bangunan tempat menyangrai biji kopi. Dua tungku besi teronggok di bagian bawah dengan kondisi tidak terawat. Sebuah tembok cerobong asap, kokoh menjulang, meninggalkan jejak kejayaan pabrik itu pada masanya.
"Kami tidak merekonstruksi bangunan yang ada. Semua terjaga sesuai aslinya. Hanya saja, selama pandemi ini memang kurang terawat, karena kami menutup destinasi wisatanya," ungkap Herry.
Sebelum pandemi melanda, ngopi disini serasa di Belanda. Selain bangunan dan ornamennya menciptakan atmosfer yang berbeda, beberapa bule juga menjadi pramusajinya. Mereka juga memakai baju noni Belanda.
Memasuki era new normal, De Karanganjar Koffieplantage kembali berbenah. Untuk menambah khasanah budaya dan sejarah, mereka membuka museum Blitaran. Isinya beragam, seperti batik tutur khas Blitar, keris senjata dan ageman serta lukisan sang mestro, Basuki Abdullah.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!