Lombok Timur -
Kisah sukses pariwisata Desa Tetebatu tak terjadi begitu saja. Sejak zaman Belanda, ada seorang sosok yang berjasa menyelamatkan nyawa sekaligus pariwisata.
detikTravel bersama Toyota Corolla Cross Hybrid Road Trip Explore Mandalika melakukan perjalanan ke Desa Tetebatu di Kabupaten Lombok Timur, Kecamatan Sikur. Desa yang berada di kaki Gunung Rinjani ini, terkenal di kalangan turis Eropa.
Keberhasilan ini tak lepas dari seorang sosok yang sangat berjasa di masa lampau, Raden Soejono. Raden Soejono adalah seorang dokter lulusan Stovia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Raden Soejono merupakan dokter Jawa pertama yang mau ditugaskan ke Lombok tahun 1915. Saat itu ada wabah muntaber dan kolera yang melanda Lombok.
 Vila Soejono di Tetebatu Foto: (Bonauli/detikcom) |
Berasal dari keturunan ningrat, Soejono begitu dicintai oleh masyarakat. Kepribadian Soejono yang rendah hati dan tidak memandang kasta membuat banyak pasien tersentuh.
"Dulu bapak tidak seperti dokter lain. Saat ada pasien penderita kolera atau apa pun, beliau tidak merasa jijik untuk berdekatan," ucap Surdini, menantu dari Raden Soejono kepada detikTravel.
Di luar tugas medis, dokter Soejono juga terkenal dermawan. Soejono bahkan merintis balai pengobatan untuk masyarakat miskin. Kini balai tersebut telah berubah menjadi RS dr. R. Soejono.
Tak sampai di situ, Soejono pun punya satu hobi yang tak bisa dilupakan oleh masyarakat yaitu menyekolahkan anak-anak Sasak. Soejono bahkan merintis lembaga pendidikan dasar bagi anak-anak suku Sasak yang dinamakan Anjah Sasak.
Kiprah ini membuat namanya harum sampai ke Pemerintah Hindia Belanda saat itu. Dokter Soejono akhirnya mendapatkan dua penghargaan bintang emas kecil dan bintang emas besar untuk kesetiaan dan prestasinya menolong masyarakat yang terkena wabah. Dokter Seojono mendapat sebutan sebagai adalah Bapak Pemberantas Kolera di Lombok.
 Ruang tamu Vila Soejono di Tetebatu Foto: (Bonauli/detikcom) |
(Halaman selanjutnya>>>Vila Soejono)
Pada tahun 1928, dokter Soejono membangun sebuah vila di Desa Tetebatu. Tujuannya sebagai tempat peristirahatan di akhir pekan.
Saat itu Tetebatu begitu sunyi, hanya ada 10-13 kepala keluarga yang tinggal di sana. Hamparan hutan dan ladang menjadi suguhan utama. Bahkan akses jalan ke sana pun tidak ada.
Inilah yang dicari oleh dokter Soejono, tempat terpencil untuk mengasingkan diri dari penatnya juga sebagai tenaga medis. Dokter Soejono mempekerjakan seorang arsitek Belanda untuk mendesain vila tersebut.
Vila tersebut dibuat dengan gaya Eropa dengan struktur bangunan batu. Oleh karena itu, pekerjanya adalah orang-orang China, karena hanya merekalah yang mengerti soal bangunan batu.
Berjalannya waktu, dokter Soejono tak liburan bersama keluarga saja. Koleganya yang adalah orang-orang Belanda ikut menginap di sana. Suasana alam yang sangat indah dan sejuk membuat dokter-dokter Belanda ikut jatuh cinta dengan Tetebatu.
 Penghargaan Pemerintah Hindia Belanda untuk dokter Soejono Foto: (Bonauli/detikcom) |
"Dokter-dokter Belanda senang berenang-berenang ke sini, terus Minggu sore mereka kembali," cerita Surdini.
Begitu pulang dari sana, para dokter Belanda kerap menceritakan pengalaman berlibur yang menyenangkan kepada orang-orang Belanda. Dari mulut ke mulut, keindahan Tetebatu tersiar dan terkenal di Belanda.
"Sejak saat itu mereka sering datang ke sini. Untuk menjaga silaturahmi keturunan mereka datang ke sini tiap tahun," ungkapnya.
Pada tahun 1940a, Jepang masuk ke Lombok. Dokter Soejono telah pensiun dan menetap di Tetebatu. Namun, dokter Soejono masih tetap berperan besar karena menjadikan rumahnya sebagai pusat logistik tentara Jepang yang ditugaskan ke Lombok Timur.
Raden Soejono menghembuskan napas tanggal 16 Februari 1944 karena diabetes. Bagi Tetebatu, dokter Raden Soejono bukan hanya penyelamat nyawa, tapi juga pendiri pariwisata. Berkat dirinyalah turis-turis datang dan mengenal keindahan Desa Tetebatu hingga saat ini.
[Gambas:Video 20detik]
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!