Tahukah kamu, ada sebuah desa di Bali yang punya aturan ketat soal lingkungan. Warganya tak boleh memetik buah hingga dan menjual tanah sembarangan.
Desa itu adalah Desa Tenganan Pegringsingan yang terletak di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Kelian Desa Adat Tenganan Pegringsingan I Putu Yudiana menjelaskan, awig-awig atau aturan adat tersebut berlaku untuk seluruh krama desa setempat. Terkait larangan memetik buah, aturan tetap berlaku meski buah-buahan tersebut tumbuh di tanah sendiri.
"Jika ada masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan ketahuan memetik buah-buahan langsung dari pohonnya, meskipun berada di tanah sendiri, akan dikenakan denda 10 catu beras atau setara dengan 25 kilogram," tutur Yudiana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yudiana menegaskan, yang dilarang adalah memetik langsung dari pohonnya. Namun, jika buah-buahan tersebut sudah jatuh dari pohonnya, warga setempat diperbolehkan mengambil atau menjualnya.
Sementara itu, warga dari luar Desa Adat Tenganan Pegringsingan juga boleh mengambil buah-buahan yang sudah jatuh dari pohonnya dengan syarat harus dimakan di tempat. Contohnya jika kebetulan lewat ada durian jatuh, maka harus dimakan di tempat itu juga. Seandainya ketahuan membawa pulang, akan dikenakan denda 10 catu beras.
"Peraturan ini dibuat sebagai bentuk pemerataan. Jadi, siapa saja masyarakat yang rajin pergi ke hutan, dia yang dapat buah-buahan lebih banyak. Sedangkan yang malas tidak akan dapat apa-apa," kata Yudiana.
Selain larangan petik buah, krama Desa Adat Tenganan Pegringsingan juga dilarang untuk menjual atau menggadaikan tanah ke luar desa adat meskipun tanah tersebut milik sendiri. Warga hanya diperkenankan menjual atau menggadaikan lahan yang dimiliki kepada sesama warga Tenganan Pegringsingan.
Menurut Yudiana, luas tanah Desa Tenganan Pegringsingan adalah 917.2 hektare. Berdasarkan awig-awig atau aturan adat setempat, tanah seluas itu tidak boleh beralihfungsi.
Warga Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang ketahuan menjual atau menggadaikan tanah ke luar desa akan dikenakan denda 2 kali lipat dari harga tanah yang mereka jual. Setelah itu, tanah tersebut akan menjadi milik desa adat.
"Berdasarkan pesan tetua orang Tenganan Pegringsingan, tanah ini ibarat sebuah piring. Nikmati isinya, tapi jangan pernah apa-apakan tempatnya," imbuhnya.
(pin/pin)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol