Jelang Imlek, banyak orang mengunjungi pecinan Glodok. Tak hanya jadi rumah bagi etnis Tionghoa, Glodok juga menyimpan sejarah yang sisa-sisanya masih bisa kamu temui.
Glodok dikenal sebagai pusat perniagaan dan perkumpulan etnis Tionghoa sejak abad ke-17. Sejarah kawasan ini dapat kamu telusuri, salah satunya dengan mengikuti tur wisata.
Tim detikcom berkesempatan mengikuti tur yang diadakan oleh Jakarta Good Guide untuk menelusuri sejarah dan beberapa spot yang menarik di Glodok pada Jumat (13/01/2023). Adapun Glodok kerap kali dijadikan objek tur karena memiliki kekayaan sejarah dan keunikan tradisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tujuan pertama kami adalah mendatangi Pantjoran Tea House, yaitu sebuah kedai rumah teh yang memiliki arsitektur yang otentik dan sangat menarik perhatian karena terletak tepat di depan gapura Glodok.
Selain menarik karena lokasi dan arsitekturnya yang masih otentik, tempat ini pun memiliki keunikan sejarah lainnya yaitu tradisi patekoan. Tradisi ini adalah membagikan minuman teh gratis kepada siapapun yang lewat dan kehausan.
Lalu kemudian kami menyusuri wilayah pertokoan Glodok yang terdapat banyak toko obat-obatan baik yang modern juga tradisional. Glodok pun terkenal karena masih memiliki toko obat tradisional yang khas dan dinilai mujarab.
Selepas itu kami memasuki Jalan Petak Sembilan, yaitu area pasar yang sangat ramai dan dipadati oleh para pedagang maupun pembeli. Di pasar ini kamu dapat menemui aneka barang-barang untuk perayaan imlek seperti lampion, baju, lilin, hingga berbagai peralatan sembahyang bagi umat Konghucu.
Selain itu terdapat juga aneka kulineran yang khas seperti siomay, restoran china, kopi, hingga jajanan tradisional otentik seperti mipan. Di sini terdapat pula berbagai bahan masakan mentah yang tak kalah menarik seperti daging katak, teripang, serta berbagai daging dan ikan lainnya.
Lalu kemudian tibalah kami di Vihara Dharma Bhakti, yaitu klenteng tertua di Jakarta, selain Klenteng Ancol. Klenteng ini telah berusia lebih dari 3 abad, tepatnya dibangun pertama kali pada tahun 1650.
Hingga saat ini klenteng ini masih aktif dijadikan tempat peribadatan bagi masyarakat agama Khonghucu dan juga Buddha. Terlihat terdapat beberapa orang pun sedang melakukan ritual peribadatan ketika kami mengunjungi klenteng tersebut.
Kemudian kami pun berkunjung ke sebuah gereja tua yang memiliki bentuk bangunan dipengaruhi oleh gaya masyarakat Tionghoa, yaitu Gereja Katolik St. Maria De Fatima. Gereja ini dibangun sekitar awal abad ke 20 dan awalnya merupakan rumah Kapitan China di Batavia.
Tak jauh dari situ, kami pun mengunjungi klenteng lainnya yang tak kalah bersejarah, yaitu Klenteng Toa Se Bio yang telah berdiri sejak tahun 1751. Klenteng ini merupakan saksi bisu sejarah dari masyarakat Tionghoa di Glodok.
Hingga akhirnya kami sampai di tujuan terakhir yaitu Petak Enam, yaitu pusat perbelanjaan modern dan terdapat aula yang menyuguhkan banyak kuliner yang modern maupun tradisional. Di destinasi terakhir ini kami disuguhkan live atraksi teknik penyeduhan teh artisan.
Selanjutnya: peserta tur terkesan dengan Glodok
Walking tour kami menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam, tapi terasa kurang karena menyusuri Glodok begitu mengasyikkan. Selaras dengan hal tersebut, peserta tur ini pun berpendapat sama terkait keseruan menyusuri glodok ini.
"Bagus ya kayak memuaskan gitu loh, karena guidenya ngejelasin banget dari sejarahnya, sampe kayak sabar gitu, kita kan foto-fotonya banyak ya," ujar Tasya kepada tim detikcom.
"Malah lebih puas lagi, kalau ini tuh kayak buat teasernya gitu loh. Kalau misalkan mau jalan sama temen kita jadi tau alurnya nih gitu, jadi kita bisa lebih puas," Tasya menambahkan.
Dirinya pun bercerita terkait perbandingan Chinatown Suryakencana dengan Glodok. "Sebelumnya ke Bogor yang di suryakencana, tapi gak serame ini sih, kan kalo di suryakencana lebih ke pasar ya sama jajanan kulineran gitu khususnya," Tasya menjelaskan.
Peserta lainnya Mirza yang berasal dari Sorong, Papua, turut memberikan tanggapan yang kurang lebih sama.
"Ini lumayan ngebantu sih buat kita, terkait gimana sih sejarahnya Kota Jakarta ini. Karena di sini kan lumayan multietnis kan, salah satunya orang-orang Tionghoa di sini kan banyak banget nih sejarahnya bagaimana sih dari awal. Cukup dapat banyak pengalaman lah, dapat banyak insight, terus jadi tau tempat-tempat yang gak pernah kita tau nih," Mirza menjelaskan.
Dirinya pun bercerita bahwa dulu kerap melewati wilayah ini ketika tinggal di Jakarta, tetapi tidak pernah berkesempatan untuk masuk menyusuri tempat ini dan ini merupakan kali pertamanya untuk masuk lebih dalam.
"Sebetulnya gua tuh dulu dah sering ke daerah sini, karena memang kebetulan kerja di Jakarta Utara dulu, cuman gak pernah tau dalemnya kayak apa. Dan kemarin diinfoin ini yaudah langsung ikut ini," Mirza bercerita.
Dirinya pun memberikan pendapat terkait perubahan yang terjadi di Glodok setelah lama tidak ia lewati.
"Dari pertama kali gua ke sini sih udah banyak berubah, pertama kali lewat kan dulu emang daerah yang macet. Terus kan buat ke sini gak kondusif," Mirza menjelaskan.
"Cuma kalau sekarang sudah lebih rapih ya, sudah tertata lebih rapih, kayak pintu masuk tadi tuh pintu masuk Pancoran udah dipasangin gapura, dulu sebelumnya nggak ada," Mirza menambahkan.
Simak Video "Video: 3 Rekomendasi Kuliner di Glodok Chinatown "
[Gambas:Video 20detik]
(pin/pin)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum