Masjid Angke Pernah Jadi Tempat Etnis Tionghoa Berlindung dari Pembantaian

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Masjid Angke Pernah Jadi Tempat Etnis Tionghoa Berlindung dari Pembantaian

Weka Kanaka - detikTravel
Minggu, 23 Apr 2023 10:22 WIB
Masjid Angke
Foto: Weka Kanaka/detikcom
Jakarta -

Masjid Angke berumur ratusan tahun menyimpan berbagai keunikan. Ada berbagai unsur budaya, juga jadi tempat berlindung etnis Tionghoa.

Pada 1740, masjid ini jadi rumah aman bagi para etnis Tionghoa yang mendapatkan ancaman dari peristiwa Geger Pecinan. Saat itu masyarakat keturunan Tionghoa menjadi sasaran pembunuhan oleh Belanda.

Bahkan dalam kejadian itu diperkirakan lebih dari 10 ribu orang keturunan Tionghoa jadi korban. Dan dikisahkan saat itu Kali Angke menjadi merah akibat darah yang tumpah dari para korban tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat terjadi insiden tersebut, banyak masyarakat etnis Tionghoa kabur dari kawasan pecinan ke tempat lain, salah satunya adalah ke daerah Kampung Angke. Menurut Ketua Bidang Sejarah dan Bangunan Masjid Angke, Abyan Abdillah, saat ditemui detikTravel, Sabtu (15/4/2023).

"Ketika terjadi pembantaian suku Tionghoa, tragedi geger pecinan 1740, sebagian besar lari ke Kampung Angke. Dan tidak diusir, malah dilindungi dari kejaran-kejaran tentara VOC," katanya.

ADVERTISEMENT

Bahkan atas ramah tamah dan sikap keterbukaan masyarakat Kampung Angke, katanya tak sedikit masyarakat etnis Tionghoa yang akhirnya jadi mualaf dengan menganut Islam tanpa paksaan.

Namun keberagaman tempat ini juga tetap ada, tak hanya dihuni oleh masyarakat Muslim saja, tapi tetap terdapat etnis Tionghoa yang masih menganut kepercayaannya. Hal itu bukan jadi penghalang, malah mereka memiliki tradisi unik di sini, yakni kerap membagikan kue ketika tetangganya lebaran.

"Sampai sekarang, kita ada tradisi unik yang sangat bagus. Kalau besok kita hari raya lebaran, mereka saudara kita yang Tionghoa di sini mereka berbondong-bondong bikin atau memberi kue ke tetangganya yang mau lebaran. Nah itu dari dulu," cerita Abyan.

Tak hanya satu arah, tapi umat Muslim di Kampung Angke juga kerap memberi kue atau makanan ketika masyarakat etnis Tionghoa merayakan Imlek.

"Kalau kita sebaliknya, kalau saudara kita yang Tionghoa mau Imlek, kita yang bikin makanan, walaupun cuman satu piring, tapi itu simbol kerukunan yang diturunkan dari leluhur," tuturnya.

Kerukunan dan keberagaman ini juga dicerminkan dalam arsitektur Masjid Angke. Di sini terdapat beberapa ornamen khas Tionghoa, misalnya pada atap masjid yang nampak mirip seperti vihara atau klenteng.

Selain ornamen Tionghoa, di Masjid Angke juga memiliki ornamen dengan sentuhan kultur lain seperti Bali, Arab, hingga Eropa.




(wkn/wkn)

Hide Ads