Jalan Braga yang Hits Itu Dulunya Ternyata Jalur Pedati

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Jalan Braga yang Hits Itu Dulunya Ternyata Jalur Pedati

Putu Intan - detikTravel
Jumat, 15 Sep 2023 06:39 WIB
Bunga Tabebuya di Jalan Braga
Jalan Braga di Bandung. Foto: (Reta Amaliyah Shafitri/detikcom)
Jakarta -

Jalan Braga dikenal sebagai destinasi wisata hits di Kota Bandung. Namun, tak banyak yang tahu jalan itu mulanya digunakan pedati mengangkut hasil perkebunan.

Bila traveler mencari referensi destinasi wisata Kota Bandung di internet, Jalan Braga pasti masuk sebagai salah satu tempat yang wajib dikunjungi. Konten mengenai Jalan Braga juga dengan mudah ditemukan di Instagram dan TikTok. Agaknya, Jalan Braga menjadi destinasi idaman bagi anak muda masa kini.

Jalan Braga memang punya pesona tersendiri. Di sana terdapat banyak bangunan bergaya Eropa peninggalan zaman kolonial Belanda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bangunan-bangunan itu sekarang banyak dialihfungsikan menjadi kafe kekinian. Sayangnya, Jalan Braga yang jadi favorit para turis itu jarang dikenal sejarahnya. Jalan ini rupanya memiliki riwayat panjang hingga menjadi jalan yang kita lihat saat ini.

Untuk mengetahui sejarah Jalan Braga, detikTravel berbincang dengan anggota Komunitas Aleut, Ariyono Wahyu Widjajadi atau akrab disapa Alex. Komunitas Aleut merupakan perkumpulan orang yang gemar jalan-jalan sembari belajar sejarah.

ADVERTISEMENT

Kepada detikTravel, Alex menjelaskan mengenai asal usul Jalan Braga. Ia mengatakan, pembangunan Jalan Braga tidak dapat terlepas dari pembangunan Jalan Raya Pos.

Bunga tabebuya di Jalan Braga Bandung bermekaran.Bunga tabebuya di Jalan Braga Bandung bermekaran. Foto: Wisma Putra

Awal kisah Jalan Braga

Pada tahun 1808 - 1811, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Daendels, memerintahkan pembangunan jalan raya sepanjang 1.100 kilometer dari Anyer sampai Panarukan. Tujuannya adalah memudahkan mobilisasi militer dan perekonomian di Pulau Jawa.

Pembangunan Jalan Raya Pos itu juga melewati Bandung. Pada masa itu, Jalan Raya Pos menjadi jalan utama di Pulau Jawa. Tak ayal, banyak pengusaha perkebunan ingin mendekatkan usahanya dengan jalan tersebut.

Mengutip buku berjudul Braga Jantung Paris Van Java karya Ridwan Hutagallung dan Taufanny Nugraha, salah satu pengusaha yang melakukan hal itu adalah Andries de Wilde. Dia merupakan seorang preangerplanter (tuan kebun Priangan) yang mengusai hampir seluruh wilayah Bandung Utara.

Wilayah miliknya membentang dari sekitar Jalan Raya Pos di selatan sampai kaki Tangkuban Perahu di utara, lalu sekitar Jatinangor di timur hingga Cimahi di barat.

Wilde diketahui memiliki banyak perkebunan termasuk perkebunan kopi. Gudang kopi milik Wilde ini memerlukan jalur distribusi baru dengan Jalan Raya Pos sehingga dibangun jalur penghubung baru.

Jalur setapak itu konon sudah lama ada. Dulunya, jalan itu sepi tapi semakin berkembang seiring seringnya dilewati pedati yang mengangkut hasil perkebunan.

"Jalan itu disebut sebagai Jalan Pedati atau Karrenweg karena jalan ini menghubungkan pedati-pedati yang mengangkut hasil perkebunan ke Gudang Kopi di Balai Kota. Dulu di situ (Balai Kota Bandung) ada gudang kopi," ujar Alex.

Dari jalur pedati menjadi pusat kongkow orang Belanda

Jalan Braga Bandung tempo dulu.Jalan Braga Bandung tempo dulu. Foto: Istimewa/Koleksi digital University Leiden

Sampai saat ini belum dapat dipastikan bagaimana Karrenweg kemudian disebut sebagai Jalan Braga. Ada banyak versi yang menyebut asal usul nama Braga, salah satunya Braga berasal dari bahasa Sunda baraga atau ngabaraga.

"Menurut orang lokal, nama Braga itu dari kata Sunda, ngabaraga yang artinya berjalan di tepian sungai karena lokasinya tidak jauh dari Sungai Cikapundung," kata Alex.

Namun, tak dapat dipungkiri sebutan Braga itu baru muncul ketika di wilayah itu berdiri kelompok tonil dan musik bernama Toneelvereeniging Braga pada 1882.

"Ada kelompok tonil sandiwara yang didirikan asisten residen. Mungkin nama Braga diambil dari kelompok sandiwara itu," ujarnya.

Lintasan pedati itu kemudian lebih dikenal sebagai Bragaweg sejak periode ini. Pembangunan masif di Bandung mendorong jalan pedati itu menjadi lebih moderen.

Pada tahun 1910-an, Jalan Braga masih asri dengan pepohonan kendati di jalan itu mulai dibangun sarana rekreasi dan perbelanjaan. Selain itu, dibangun pula trotoar untuk orang berjalan kaki.

Jalan Braga Bandung tempo dulu.Jalan Braga Bandung tempo dulu. Foto: Istimewa/Koleksi digital University Leiden

Kemudian pada 1920, pepohonan asri di Jalan Braga digantikan dengan bangunan-bangunan toko berderet. Toko-toko ini menjual berbagai barang mulai dari fesyen, kuliner, perhiasan, mobil, salon, hingga kelontong.

"Pada masa itu Jalan Braga disebut sebagai jalan perniagaan paling Eropa di Hindia Belanda," kata Alex.

Alasan penyebutan itu karena di Jalan Braga dijual berbagai produk kualitas atas dari Eropa. Ibaratnya, mau cari barang apapun yang sedang hits di Eropa, ada di Jalan Braga.

Jalan Braga lantas menjadi tujuan wisata bagi orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Mereka yang penat bekerja di Bandung Utara, biasanya akan nongkrong di Jalan Braga.

"Dulu para pemilik dan pegawai perkebunan, ketika akhir pekan atau ketika butuh supply kebutuhan, mereka akan turun ke Kota Bandung. Mereka akan bersosialisasi di Jalan Braga. Bisa kulineran, janjian, bercengkrama," katanya.




(pin/fem)

Hide Ads