Tradisi Ampyang, Cara Warga Kudus Rayakan Maulid

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Tradisi Ampyang, Cara Warga Kudus Rayakan Maulid

Dian Utoro Aji - detikTravel
Kamis, 28 Sep 2023 09:05 WIB
Kirab Ampyang Maulid di Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kudus, Sabtu (8/10/2022).
Kirab Ampyang Maulid di Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kudus, tahun lalu (8/10/2022). (Foto: Dian Utoro Aji/detikJateng )
Jakarta -

Ada tradisi Ampyang Maulid di Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Rencananya puncak kirab Ampyang Maulid itu akan digelar hari ini di kompleks Masjid Wali At Taqwa Desa Loram Kulon.

Ketua Takmir Masjid Jami At Taqwa Desa Loram Kulon, Afroh Amaludin mengatakan festival Ampyang Maulid telah dimulai sejak 21 September 2023 dengan acara Loram Expo. Kemudian ada panggung seni, Loram bersalawat, dan puncaknya festival Ampyang Maulid pada Kamis (28/9).

"Kirab budaya atau Ampyang Maulid yang di situ melibatkan masyarakat dan musala, nanti ada Desa Pasuruan Lor perwakilan dari punden ikut memeriahkan," jelas Afroh kepada detikJateng di lokasi, Rabu (27/9/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Afroh menjelaskan, festival Ampyang diambil dari kata ampyang yang merupakan makanan berupa kerupuk. Dalam festival itu, masyarakat menyiapkan sejumlah gunungan yang dihias ampyang atau kerupuk dan ditambah dengan sebungkus nasi kepal yang dibungkus daun jati.

"Ampyang itu diambil dari sebuah makanan di Loram, itu berupa kerupuk. Gunungan nanti dihias dengan kerupuk, maka nanti diangkat tema tentang Ampyang Maulid. Kalau diterjemahkan secara panjang, kerupuk ampyang yang digunakan untuk memperingati Maulid Nabi," ujar Afroh yang merupakan juru pelihara di Makam Sunan Kudus.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, ampyang memiliki cerita secara turun-temurun. Konon, kata dia, pada masa penjajahan Belanda, warga bersedekah menggunakan kerupuk. Kerupuk dulunya dibuat dari ketela dan diwarnai secara alami.

"Ampyang itu kerupuk. Saat masa penjajahan mengalami krisis ekonomi, mereka tetap bisa sedekah memanfaatkan lingkungan yang ada. Saat itu kerupuk dari ketela, terus warnanya tumbuhan, kalau hijau pandan, warna merah buah yang warna merah," ucap Afroh.

Artikel ini telah tayang di detikJateng.




(sym/sym)

Hide Ads