Lantunan ayat suci bergema dari Masjid Sunan Ampel, membuat suasana pagi itu terasa semakin syahdu. Kami pun masuk, menyusuri jalan, di mana kanan kirinya berdiri kios-kios, ada yang jualan sorban, peci, baju, wangi-wangian.
Ada pula aroma harum margarin yang menusuk ke dalam hidung dan membuat perut yang sudah diisi ini terasa lapar. Ya banyak yang berjualan roti maryam.
Sesampainya di halaman Masjid Sunan Ampel ada pertigaan jalan. Menelusuri jalan ke utara terdapat makam Mbah Sholeh, KH Hasan Gipo, KH Mas Mansyur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menelusuri jalan ke selatan, di situlah makam Sunan Ampel. Di dalam komplek makam Sunan Ampel ada sejumlah gapura paduraksa yang dilewati peziarah, gapura tersebut dikenal dengan nama "Gapuro Limo".
Gapura tersebut memiliki ornamen dan relief yang berbeda-beda, semakin mendekati makam semakin kecil. Pertama, Gapuro Munggah, terletak di Jalan Sasak.
Gapuro Munggah (naik) ini merupakan akses utama menuju komplek Masjid Agung dan Makam Sunan Ampel dari arah selatan. Kemudian Gapuro Poso (puasa) yang terletak di dekat tempat wudhu para peziarah.
Masuk lebih dalam lagi menuju makam Sunan Ampel, peziarah akan menjumpai gapura yang identik dengan relief ornamen berbentuk cengkeh, gapura ini bernama Gapura Mengadep (menghadap).
Selanjutnya peziarah menjumpai gapuro ngamal, terakhir dekat makam Sunan Ampel ada Gapuro Paneksen (penyaksian).
Pada komplek makam Sunan Ampel terdapat banyak makam, makam Sunan Ampel dikelilingi pagar besi putih. Di sebelah makam Sunan Ampel adalah makam istri pertamanya, Dewi Condrowati atau Nyai Ageng Manila.
Suasana makam Sunan Ampel pagi itu ramai banyak peziarah, baik rombongan dengan jumlah besar, jumlah kecil atau perorangan. Ketika kami datang terdapat rombongan peziarah dengan jumlah besar, saya taksir ada 100 orang lebih, mereka begitu khusyu melantunkan bacaan tahlil.
Satu jam kami berada di makam Sunan Ampel, kawan saya memimpin membaca tahlil, yasin, maulid barzanji. Setelah itu kami ke makam Mbah Sholeh, KH Hasan Gipo, KH Mas Mansyur, akan tetapi cuman sebentar karena doanya tadi sudah sekalian.
Setelah dari komplek makam Sunan Ampel, kami melanjutkan perjalanan ke Gresik, untuk menziarahi makam berikutnya. Saya menaruh perhatian pada makam Mbah Sholeh, di sisi seberang Masjid Ampel, ada 9 makam berkijing, masing-masing dengan dua batu nisan.
Katanya pada kijing ke 9 yang nisannya dibungkus dengan kain putih, di situ jasad Mbah Sholeh terbaring. Saya tidak banyak tahu tentang siapa beliau, yang saya tahu ia merupakan santri Sunan Ampel dan menjadi marbot di Masjid Ampel.
Sementara Sunan Ampel, KH Hasan Gipo, KH Mas Mansyur saya sedikit banyak tahu tentang mereka. Dalam Buku Wali Berandal Tanah Jawa (2021) yang ditulis oleh George Quinn dijelaskan bahwa Mbah Sholeh merupakan laki-laki bersahaja yang hidup pada masa Sunan Ampel.
Ia mengabdi kepada Sunan Ampel dengan menjaga kebersihan masjid. Setelah meninggal dunia, Mbah Sholeh dikuburkan di luar sudut timur laut masjid.
Suatu hari, Sunan Ampel melihat masjid tidak sebersih dulu, ia pun berandai-andai Mbah Sholeh masih hidup. Mbah Sholeh pun hidup lagi dan ia kembali bersih-bersih di masjid.
Beberapa lama kemudian, Mbah Sholeh meninggal lagi dan dikuburkan di samping makam lamanya. Masjid pun tidak sebersih dulu lagi, Sunan Ampel pun kembali berandai-andai lagi, dan Mbah Sholeh pun hidup lagi.
Konon katanya Mbah Sholeh mati dan hidup kembali sebanyak delapan kali. Ketika Sunan Ampel meninggal dunia, Mbah Sholeh masih hidup. Sehingga ketika ia meninggal untuk kesembilan kalinya, tidak seperti sebelum-sebelumnya.
Lebih lanjut George Quinn menjelaskan dalam bukunya bahwa Mbah Sholeh merupakan ikon yang memancarkan seruan "Jadilah Orang yang Rendah Hati, Saleh, dan Bersih."
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum