Konon, Ini Mata Air Tempat Wudu Sunan Kalijaga

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Konon, Ini Mata Air Tempat Wudu Sunan Kalijaga

Muhammad Iqbal Al Fardi - detikTravel
Rabu, 07 Feb 2024 05:35 WIB
Lokasi Tuk Dungsono yang berada di samping sungai Kedung Sono, Gunungkidul, pada Minggu (4/2/2024).
Foto: Mata air Tuk Dungsono di Gunungkidul (Muhammad Iqbal Al Fardi/detikJogja)
Gunungkidul -

Ada sebuah sumber mata air di Gunungkidul yang dipercaya sebagai tempat wudunya Sunan Kalijaga. Sumber air Tuk Dungsono, begitu warga setempat mengenalnya.

Mata air Tuk Dungsono itu berada di Padukuhan Plumbungan, Kalurahan Putat, Kapanewon Patuk, Kabupaten Gunungkidul. Mata air itu terletak di pinggir sungai Kedung Sono.

Airnya mengalir dari sepotong bambu yang tertancap di batu tebing yang tingginya sekitar 2,5 meter. Terdapat atap dari seng yang menaungi sumber itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Air yang keluar dari sumber tersebut tampak bening, kontras dengan air di sungai yang berwarna nyaris seputih susu.

Di bawah aliran air itu terdapat sebuah ember biru berukuran kurang lebih 50 liter. Dari permukaan ember hingga ke atas tebing terdapat dua ruas paralon.

ADVERTISEMENT

Dua ruas paralon itu tersambung melalui sebuah mesin pompa air. Saat Tim detikJogja mencoba meminum air tersebut, airnya terasa segar dan tidak berbau.

Tampak seorang warga sekitar dengan anaknya sedang mengambil air dari sumber tersebut menggunakan galon berkapasitas 15 liter.

Warga itu bernama Gunawan (41). Ia menuturkan jika mata air itu dipercaya pernah menjadi tempat wudu Sunan Kalijaga.

"Katanya sumber di sini dulunya tempat wudunya Sunan Kalijaga. Tapi saya tidak paham betul bagaimana ceritanya," ungkap Gunawan kepada saat ditemui di lokasi, Minggu (4/2/2024).

Ia mengatakan biasa mengambil air bersih untuk dikonsumsi di sumber tersebut.

"Sehari-harinya biasa ambil air di sini buat minum sama memasak," katanya.

Mata Air Muncul Saat Sunan Kalijaga Mau Salat

Dukuh Plumbungan, Sulistyo menuturkan, sumber air tersebut dipercaya muncul ketika Sunan Kalijaga hendak menunaikan salat saat berada di wilayah tersebut. Saat itu, kata Sulistyo, cuaca sedang kemarau.

"Dulu kan gini cerita yang kami yakni, Sunan Kalijaga sama muridnya nyari air untuk wudu pas musim kemarau tapi tidak ada air. Akhirnya Sunan Kalijaga nyari di sana. Dia memasukkan telunjuknya di batu itu (lalu muncullah mata air tersebut)," jelas Sulistyo saat ditemui di Padukuhan Plumbungan, Minggu (4/2/2024).

Mata air itu, jelas Sulistyo, dikenal sebagai Tuk Dungsono karena dulunya sungai tersebut dipenuhi oleh pohon Sonokeling.

"Karena di tempat itu banyak Sonokeling dulunya akhirnya akhirnya dikasih nama sama warga Kedung Sono atau Tuk Dungsono," terangnya.

Usai muncul mata air itu, kata Sulistyo, Sunan Kalijaga bersama muridnya menunaikan salat di sungai tidak jauh dari sumber air yang saat itu sedang kering. Sulistyo menjelaskan posisi sungai tempat Sunan Kalijaga salat berada di atas sumber dan tepat menghadap ke kiblat.

"(Sungai) Di atas itu ada batu yang rata menghadap ke kiblat. Pas menghadap kiblat bener," katanya.

Lokasi Tuk Dungsono yang berada di samping sungai Kedung Sono, Gunungkidul, pada Minggu (4/2/2024).Mata air Tuk Dungsono Foto: Muhammad Iqbal Al Fardi/detikJogja

Pada awalnya, Sulistyo mengungkapkan sumber air itu tidak diberi bambu. Diameter lubangnya, tutur Sulistyo, dulunya hanya sebesar telunjuk orang dewasa.

"Awalnya nggak dikasih bambu, sekarang dikasih untuk ambil air. Dulu besarnya setelunjuk jari. Besar mungkin faktor air," terangnya.

Pada saat gempa di Jogja tahun 2006 silam, Sulistyo menceritakan banyak sumber air di wilayahnya yang mati. Namun tidak dengan sumber air Tuk Dungsono.

"Dulu gempa tahun 2006 itu banyak yang mati sumber di sini. Dan itu (Tuk Dungsono) yang belum berubah sampai sekarang," terangnya.

"Sekarang dimanfaatkan untuk air minum yang deket sini. Tidak pernah macet, airnya stabil meskipun kemarau," lanjutnya.

Kini, jelas Sulistyo, banyak masyarakat yang tidak paham akan cerita yang dipercaya tersebut. Ia mendapat cerita tersebut sewaktu kecil dari kakeknya.

"Kalau sekarang masyarakat sudah hampir nggak paham. Dulu mbah yang cerita sebelum tidur. Mbah saya dulu dukuh kedua yang pertama itu bapaknya si mbah," ungkapnya.


-------

Artikel ini telah naik di detikJogja.




(wsw/wsw)

Hide Ads