Gunung Bawakaraeng di Gowa ternyata diselimuti oleh mitos yang menyeramkan. Bagi para pendaki yang ingin 'menaklukkan' gunung ini, wajib tahu mitosnya ya!
Gunung Bawakaraeng merupakan salah satu gunung favorit bagi para pendaki di Gowa, Sulawesi Selatan. Terletak di Kecamatan Tinggimoncong, gunung ini tersusun dari batuan vulkanik yang terbentuk dari pendinginan magma ketika berbentuk lava di permukaan bumi.
Memiliki ketinggian 2.840 meter di atas permukaan laut (mdpl), gunung ini menyimpan sejumlah mitos yang melegenda dan dipercayai oleh masyarakat setempat, serta para pendaki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa saja mitos-mitos tersebut? Simak ya!
1. Hantu Noni yang Kerap Memperlihatkan Diri di Pos 3
Dilansir dari Jurnal Universitas Hasanuddin, Gunung Bawakaraeng menyimpan legenda hantu yang sering disebut dengan nama hantu Noni.
Masyarakat setempat mempercayai Noni adalah sebuah panggilan bagi seorang wanita berparas cantik yang mirip wanita Belanda.
Terdapat beberapa versi cerita soal hantu Noni. Menurut kisahnya, Noni merupakan seorang wanita yang meninggal karena gantung diri di salah satu pohon yang terletak di pos tiga pendakian gunung Bawakaraeng.
Cerita yang paling umum di masyarakat, Noni dikisahkan merupakan seorang pendaki wanita yang rutin mendaki bersama kekasihnya sekitar tahun 1980-an. Noni kemudian diduga mengakhiri hidupnya lantaran sakit hati kepada sang kekasih di sebuah pohon yang masih berdiri kokoh di pos 3.
Cerita hantu Noni yang melegenda bermula saat masyarakat melihat Noni turun dari gunung seorang diri dengan wajah yang pucat dan sesekali melotot walau terdiam.
Hal tersebut kemudian membuat warga heran, karena Noni dikenal sebagai sosok yang periang dan ramah. Beberapa hari kemudian, warga yang sedang mencari kayu di dalam hutan menemukan Noni tewas tergantung di dahan besar pohon di pos tiga.
Warga akhirnya mengetahui, sosok yang mereka temui merupakan arwah Noni yang bergentayangan. Kisah Noni yang bergentayangan di pos 3 terus menjadi cerita turun temurun yang terus terdengar di kalangan pendaki.
Sejumlah pendaki mengaku pernah melihat langsung hantu Noni. Mitos keramat soal hantu Noni kemudian terus berkembang di kalangan masyarakat dan juga para pendaki.
2. Pasar Setan Anjaya
Cerita mistis yang populer di kalangan pendaki gunung Bawakaraeng adalah pasar setan yang bernama Pasar Anjaya. Masyarakat setempat menyebut Pasar Anjaya adalah pasar hantu atau tempat berkumpulnya jin.
Cerita mistis ini berlokasi di sebuah tanah lapang yang terletak di antara Gunung Bawakaraeng dan Lompobattang. Ketika diamati, lokasi tempat pasar hantu tersebut memang terlihat berbeda.
Hal ini lantaran tempat tersebut dikelilingi pepohonan, namun ada titik menunjukkan tidak satupun pohon yang tumbuh. Konon para pendaki disarankan untuk tidak mendirikan tenda di lokasi Pasar Anjaya.
Apabila pendaki nekat mendirikan tenda di Pasar Anjaya, maka mereka akan mendengar suara keramaian pasar hingga cerita aneh yang tidak bisa dijelaskan akal sehat.
3. Ritual Naik Haji di Gunung Bawakaraeng
Melansir dari Jurnal Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, ritual ibadah haji Bawakaraeng merupakan sebuah ritual yang dipercayai oleh sebagian masyarakat Desa Lembanna.
Masyarakat yang mempercayai ritual tersebut biasanya melaksanakannya dengan cara mendaki gunung Bawakaraeng pada saat hari raya Idul Adha.
Pelaksanaannya pun tak berbeda dengan ibadah Haji yang terdapat tawaf, sa'i hingga wukuf. Namun, masyarakat yang melaksanakan ibadah tersebut berpandangan, bahwa mereka naik ke puncak Gunung Bawakaraeng dalam niat melakukan ritual Haji yang sama seperti di Tanah Suci Mekkah.
Warga yang melaksanakan ritual tersebut membawa beberapa sesajen seperti gula merah, kelapa, daun sirih dan juga pinang. Mereka juga turut melepas hewan ternak seperti ayam dan kambing.
Istilah Haji Bawakaraeng kemudian heboh di kalangan masyarakat. Pada tahun 80-an, terjadi tragedi di puncak Gunung Bawakaraeng dimana tragedi itu telah memakan banyak korban jiwa.
Masyarakat pun menilai ritual tersebut sebagai aktivitas melenceng dari syariat Islam. Para pelaku yang sering melaksanakan ritual tersebut sering disebut Haji Bawakaraeng. Namun, mereka merasa sangat dirugikan dengan adanya penamaan label Haji Bawakaraeng.
Tidak hanya itu, masyarakat sekitar Gunung Bawakaraeng dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada Haji Bawakaraeng. Masyarakat percaya, bahwa haji seharusnya dilaksanakan di Mekkah, bukan di puncak Gunung Bawakaraeng.
Selain itu, ada juga masyarakat yang mempersepsikan Gunung Bawakaraeng sebagai tempat sakral, suci dan yang indah bagi mereka yang ingin melakukan perjalanan spiritual.
Pemerintah setempat mengatakan dengan bijak bahwa ritual tersebut merupakan sebuah kesalahpahaman yang terlanjur mengakar ke masyarakat, karena belum ada yang mampu membuktikan adanya ritual haji di Gunung Bawakaraeng.
-------
Artikel ini telah naik di detikSulsel.
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Foto: Momen Liburan Sekolah Jokowi Bersama Cucu-cucunya di Pantai
Aturan Baru Bagasi, Presdir Lion Air Group: Demi Keselamatan